Lima belas

13K 186 3
                                        

Aku menggeleng pelan.

"Ayolah, ini sebagai imbalan atas kepuasan yang lo kasih." Balasnya.

Aku tetap menggelengkan kepalaku.
Aku bukan jalang, aku menjadi seperti ini hanya karena paksaan dari kakakku tidak lebih. Hatiku berbicara.

****

Gemericik suara hujan membasahi bumi,  menambah syahdu malam ini. Aku tersenyum dulu saat di rumah aku sangat suka berlama-lama dikamar jika sedang hujan. Menurutku hujan membawa ketenangan tersendiri bagiku. Hawa dingin menelusup menusuk kulitku yang hanya memakai memakai jubah tidur tipis tanpa dalaman. Rivan sama sekali tidak memberikan baju ganti yang lebih pantas untukku. Sepertinya dia sangat enjoy dengan penampilanku saat ini. Namun, semakin lama hujan semakin lebat. Sesaat setelah makan malam aku merebahkan diri di kasur karena dinginnya cuaca malam ini. Bodoamat dengan lemak yang akan bersarang dari perutku, sekarang aku ingin bergelung di hangatnya selimut kamar Rivan. Ngomong-ngomong tentang Rivan, dia aku tinggalkan sendiri di depan TV yang sedang menyaksikan pertandingan sepakbola bola dari club kesukaannya, Manchester United club kesukaan dia katanya.

Saat sedang nyaman-nyamannya aku bergelung Rivan datang mengganggu suasana. Huh, gagal lagi aku bersantai.

"Hei, jangan dulu tidur kan tadi lo habis makan. Lo gak takut nanti lo jadi gendut." Ucapnya dengan nada mengejek seraya ikut masuk ke dalam selimut yang menutupi tubuhku. Apa-apa an dia, katanya takut gendut sekarang malah ikut berbaring disampingku.

Aku tidak menjawab dan melanjutkan aksi bergelung di selimut yang membuat tubuhku hangat.

"Ra, gue tahu caranya biar makanan yang tadi masuk ke dalam lambung lo ga akan jadi lemak." Dia tersenyum dengan antusias dia berbisik padaku.

"Apa?" Ucapku terpancing perkataan nya.

"Kita olahraga dulu, nanti makanan yang tadi lo makan ga akan jadi lemak, percaya deh." Ucapnya dengan menaik turunkan alisnya dengan menggoda.

Astaga, cute sekali. Tapi, tawarannya membuatku mulutku mengerucut. Aku tahu apa yang dimaksud dia olahraga.
Dengan gemas ku cubit kedua pipinya yang putih itu. Dia meringis seraya melepaskan cubitan ku di pipinya. Haha, rasain tuh.

"Gak mau yaa Rivan, gue cape." Kataku dengan penekanan. Namun, sepertinya pria tampan nan cute satu ini tidak perduli dengan perkataanku. Tangannya dengan sigap langsung meraba puncak gunung di dadaku yang menegak karena kedinginan. Ku biarkan dia terus memainkannya dengan gemas, memangnya aku punya kuasa apa untuk menolak dia. Jujur saja aku memang mulai menikmati semua ini, ini tidak seperti yang ku bayangkan. Hatiku memang masih menolak semua ini, namun secara naluri tubuhku merespon semua rangsangan yang diberikan oleh Rivan ataupun Mario kemarin. Tubuhku tidak bisa menolak, secara otomatis semua titik sensitif ku menerima dengan baik sehingga menimbulkan gejolak dalam dadaku yang membuatku ingin lebih dari sekedar rangsangan.

Aku tidak munafik, dulu memang aku sangat penasaran dan sangat ingin disentuh oleh kaum pria, termasuk Ardi. Namun, sekarang aku selalu disentuh oleh berbagai pria, yang bahkan aku sendiri tidak mengenalnya terlebih dahulu.

"Ra, gue sangat suka punya lo. Ini sesuai keinginan gue." Ucapnya dengan terus memainkan benda kenyal itu dengan gemas. Terkadang dia menyusu seperti kepada ibunya sendiri. Seolah ada asi di dalam benda kenyal yang menggantung didadaku itu.

"Hmmm..." Balasku dengan tetap memejamkan mata. Aku membiarkan dia bermain dengan benda kesukaannya itu sepuasnya. Lagian, aku juga menikmatinya. Dia tidak kasar seperti kak joni ataupun Mario. Dia memperlakukan ku dengan lembut.

Rivan memang berbeda seperti dugaanku. Ternyata Rivan pria yang baik, hanya saja dia mempunyai kebiasaan aneh ketika bercinta. Namun, bagiku tak masalah keanehan yang dimilikinya tidak membuatku kewalahan untuk memuaskan imajinasinya. Karena bagiku itu masih di batas kewajaran.

My Darkness WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang