Enam

24.2K 235 4
                                    

"Bagus, "
"Itu bukan pipis sayang tapi namanya adalah cairan cinta." Jawabnya tenang.

Aku menatap Ardi dengan napas ngos-ngosan. Kenapa rasanya aku lemas sekali.

"Nikmat gak?" Ardi bertanya.

Dengan spontan aku mengangguk.
Lalu Ardi menciumku kembali bahkan kali ini dengan sedikit kasar dan aku sudah bisa mengimbanginya. 

****


Bunyi suara ponsel yang terus berdentang sangat mengganggu aktivitas yang kami lakukan. Ardi berhenti, mengambil ponselnya lalu menerima panggilan dengan pergi menjauh ke balkon kamar.

"Siapa sih malem-malem gini yang nelpon. Mana lagi momen kayak gini." Ucapku sambil misuh-misuh. Menyebalkan memang, bibirku maju lima senti. Aku sangat keki dibuatnya, kenapa selalu ada aja yang mengganggu sih?
kudekap tanganku di depan dada lalu menghampiri Ardi yang berada di balkon kamar.
Lalu tanganku memeluk punggungnya dari belakang, dengan kepalaku yang menyenderkan dipundaknya.

"Dii, siapa sih yang nelpon?" Kataku dengan suara semanja mungkin.

Ardi menoleh lalu mengecup bibirku sekilas.

"Bukan siapa-siapa. Gimana?" Ardi bertanya sambil menyeringai.

Ku angkat sebelah alisku, gimana apanya?

"Apa?" Balasku polos.

"Udah bisa belum sama yang gue ajarin tadi."

"Mmm gatau, tapi gue udah gak mood belajar lagi ah gara-gara telpon tadi."

"Serius?"

Aku mengangguk kemudian melepas pelukanku padanya lalu pergi menuju kasur.
Ku ambil selimut lalu menutupi tubuhku yang hanya memakai tengtop tanpa bra, tadi aku sudah melepasnya.

Kulihat Ardi menutup pintu balkon kemudian menyusulku ke kasur. Kita terbiasa tidur berdua, tapi kemarin-kemarin kami tidak melakukan apapun, murni hanya tidur.
Tapi sekarang semua berubah ketika aku melihat kelakuan Ardi bersama Nadira.

Seperti saat ini Ardi masuk ke dalam selimut, lalu mulai memeluk aku dengan gemas. Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Bagiku ini sesuatu yang baru tapi rasanya sangat membuatku panas dingin karena ketagihan.

Tangan Ardi mulai nakal, dengan mudah tangannya masuk ke dalam tangtop lalu meremas benda kenyal yang ada di dada sebelah kiriku.

"Awh.. Ardi jangan kuat-kuat sakit tau." Kupukul tangannya pelan. Sungguh aku belum terbiasa dengan rasa ini. Sakit namun sesaat kemudian terasa nikmat dan memabukan.

"Hehe maaf Ra, habisnya dada elo gede banget sih. Buat gue gemes aja." Dia menjawab dengan cengiran khasnya yang membuat semua wanita terpesona termasuk aku juga sih hehe, itu pun diam-diam. Bisa besar kepala dia kalau tahu aku juga mengaguminya.

Ardi masih terus meremas buah dadaku yang membusung sekal, lalu dia memainkan puncak gunung kembarku kemudian memelintirnya pelan. Awh, ini sangat nikmat. Ku pejamkan mata menikmati perlakuan Ardi dengan sesekali mendesah kecil karena keenakan.

Mungkin begini juga Ardi memperlakukan Nadira kemarin, pantas saja si Nadira sampai mendesah kencang begitu. Atau begini juga rasanya ketika Salsa dan Karin membicarakan soal remasan yang dilakukan pacarannya kepada mereka. Asal kalian tahu, di grup the perfect hanya aku yang tidak tahu apa-apa untuk urusan kayak begini. Tapi,  aku sering mendengar Salsa dan Karin membicarakan kenikmatannya. Namun, aku baru mengerti sekarang setelah tahu bagaimana rasanya.

My Darkness WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang