13. Delima dibalik alibi

86 13 14
                                    

Tidak seharusnya kamu mencuri kesempatan dengan mengandalkan kelemahan dari gerimis tipis.
🌸

"Ehm, Jas, kayaknya ini terlalu ...," ujar Zinni melihat banyak makanan di meja kantin.

"Karena ini hari spesial, jadi lo diem aja. Semua buat lo, dan gue yang bayar."

"Tapi, Jas nggak mungkin aku makan semuannya. Ini terlalu banyak nggak sih?"

"Sstt. Bawel. Sejak kapan lo banyak bicara Zin. Mending makan sekarang, nanti keburu bel," suruh Jasmine mulai menyomot cheeseburger lebih dulu.

Apa orang kasmaran menyebabkan jadi doyan makan?

Zinni menatap Jasmine aneh lalu beralih pada jajaran makanan yang memenuhi mejanya. Porsi kuli bisa disematkan untuk kedua siswi itu. Pasalnya berbagai jenis jajanan di kantin Jasmine beli; big burger, somay, mie ayam, soto, bakso, otak-otak, dan lain sebagainya. Yang jika dilihat lebih mirip seperti menggelar dagangan dadakan.

Wajar saja sejak Jasmine memesan makanan, anak-anak di sana melongo keheranan sekaligus ngiler. Bahwa sekarang ada hulk pemakan segala hal di kantin sekolah.

"Kalo nggak abis mubazir tau, Jas."

"Hm," deham Jasmine masih mengunyah burger-nya. Sementara Zinni mengerutkan dahi.

"Gimana kemarin?"

To the point Zinni melontarkan pertanyaan yang sejak tadi tertahan di tenggorokan. Kepo, tentu saja Zinni ingin tahu.

Beberapa hari kebelakang pun ia sudah dibuat kepikiran bukan main, hanya karena perasaan. Mungkin ini yang di sebut fase remaja.

Gerakan mengunyah Jasmine terhenti. Lantas dia mendongak, menatap lurus di iris bulat Zinni. Ada sekitar tiga detik Jasmine diam kemudian mengulum senyum.

"Luar biasa!" katanya dibarengi menggebrak meja. Aksinya cukup menyita perhatian murid-murid sekitar. "Berkat lo, gue berhasil. Di luar ekspektasi gue, Zin."

Satu anak panah seakan melesat di dada Zinni. Sesak sesaat. Tetapi ia berusaha menguatkan diri, dan mengatur napasnya lagi.

"Oh."

"Nggak ada ucapan selamat gitu buat gue sama Makki?"

"Eh, iya. Selamat ya." Kedua sudut bibir Zinni ditarik paksa hingga membentuk gurat smile.

Benar-benar terjadi. Dari pagi, Zinni belum berani menanyakan langsung pada Makki. Padahal mereka begitu dekat. Ia sangat penasaran, tetapi urung bertanya. Atau lebih tepatnya belum siap mendengar langsung dari seorang Makki. Seharian Zinni bertingkah seolah permintaannya kemarin tidak pernah terjadi. Sudah terlambat memang. Setidaknya ia bisa pura-pura bahagia setelah mengetahui kebenarannya.

Ekor mata Jasmine diam-diam memperhatikan Zinni yang tertunduk sendu. Dia membiarkan gadis itu meratap seraya menikmati drama epik yang tengah berjalan.

🌸🌸🌸

“Ayo lari!” pinta cewek itu memaksa sebelah pihak. Tangannya masih mencekal pergelangan tangan cowok di depannya. Dari lengannya yang bergetar, tampak terlihat kekhawatiran sekaligus ketakutan.

Di bawah lampu jalan, ia susah payah menyeret cowok jangkung itu, sampai perlu mengerahkan tenaga kuat-kuat. Usahanya sedikit berhasil karena dari posisi semula kaki itu mulai bergerak perlahan.

“Lo ngapain sih?”

Berbeda dengan sifat penurut Zinni. Kali ini ia bersikeras melawan fakta bahwa kata mustahil bisa disingkirkan. Dengan dua alis hampir menyatu, Zinni cuma berucap singkat.

ZINNIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang