Hati dan akalku bertolak belakang hingga mendera kesadaran ini.
🌸Cowok itu masih menggerutu sambil duduk di kursi. Gelembung ingatan juga kejadian seakan merayap di kepalanya. Drama keluarga terus berlanjut bahkan sudah di luar perkiraan Geren.
Dengan pandangan kosong netra Geren menyorot pada wanita di hadapannya. Di atas ranjang, mama tengah tertidur. Setelah sedikit bujukan yang menguras batin supaya sejenak saja Ike istirahat. Sebab, sejak mengetahui anak kesayangannya pergi, dia jatuh pingsan karena syok. Tentu, hal tersebut menambah masalah baru.
Lelaki itu terpikir suatu yang membuatnya miris. Apa kemarin saat dirinya kabur dari rumah pun, mama mengalami hal yang sama atau justru sebaliknya. Geren ingin tahu. Seberapa berharga ia di dalam keluarganya selama ini. Membandingkan begitu membuat semua kembali pada sosok Zinni.
"Mama, nggak usah bangun."
Geren dengan sigap menahan mama tetap berbaring. Lantaran wanita itu langsung bangkit begitu tersadar. Mata sayu mama seperti kehilangan aura, hasrat dan jatuh pada kesenduan ditelan asa. Dalam diam wanita itu menitikkan air bening di pelupuk mata, lolos dari pipinya dan membasahi bantal. Sementara Geren turut menatap nanar tapi berusaha kuat dengan mengeraskan ekspresi wajah.
"Ma, udah nggak usah sedih. Ada Geren di sini," katanya seraya mengusap air mata mama dengan dahi mengerut.
Ike melayangkan senyuman rapuh, sedetik kemudian sirna. Ada yang dipaksakan untuk terus menjaga hati anaknya. Dia sendiri begitu lemah untuk bertahan lebih lama. Belum genap sehari perasaan tak menentu tak bisa Ike abaikan. Meski, sebelum itu dia telah berkomitmen terhadap diri juga suaminya.
Hari ini adalah malam berat yang keluarganya lewati. Potongan kejadian saling bergulir bak kaset rusak yang terproyeksi. Sungguh Ike sudah merindukan putrinya. Jadi tidak heran jika linangan air yang membasahi kelopaknya terus berderai.
"Geren ...," tutur mama. Kedua tangannya menangkup jemari Geren, seakan menyalurkan energi sedih. "Kamu sayang sama Mama kan?"
"Mama ngomong apa sih?"
Lelaki itu ketus tak mengerti sama sekali. Tentu saja ia menyayanginya, apa perlu ditanya lagi. Walaupun sikap Geren begitu kasar bukan berarti ia tidak berhati. Percayalah, seburuk-buruknya manusia, suatu ketika juga punya sisi lemah.
Tanpa disangka, Geren langsung tertunduk menenggelamkan wajah ke atas perut Ike. Sedikit mengatur napas yang memburu. Entah mengapa terbesit perasaan bersalah dan ucapan papa yang terus berputar di kepala.
"Kamu tidak akan punya keluarga utuh, Geren."
"Kamu tidak akan pernah tau gimana rasanya ditinggal orang tua."
"Kamu kelewat batas dan kekanakan, Geren."
"Kalo bukan karena keluarga Zinni.
Mama melanjutkan lagi ucapannya yang terdengar lirih, yang membuat cowok itu terkesiap dan menolehkan wajah menghadap mama. Masih dalam posisi yang sama.
"Kamu kenapa, Nak?"
Gelengan kepala yang bisa Geren layangkan. Tidak ada amarah juga kekerasan dari lelaki tersebut. Sejenak ia menjelma menjadi anak manja yang tak segan mendusel, memeluk mamanya. Geren diselimuti kegusaran yang ia sendiri tak paham, selain ada perasaan mengganjal.
"Mama berenti nangis, ada Geren di sini."
Mendengar itu, mama tersenyum begitu lembut. Sapuan tangan empuk Ike jatuh di atas surai hitam Geren. Elusan mama lakukan perlahan, demi menenangkan Geren. Wanita itu tahu jika anaknya bisa semanis itu. Masih ada kesempatan untuk kembali memperbaiki semua kesalahpahaman dan kekacauan.
![](https://img.wattpad.com/cover/210375670-288-k550877.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ZINNIA ✔
Novela JuvenilSelama nyaris 17 tahun hidupnya Zinni merasa diabaikan oleh Geren--kakaknya yang punya julukan Bon cabe. Sumpah pedes banget kalau lagi sewot. Bikin Zinni jantungan tiap waktu. Tapi namanya saudara, Zinni nggak bisa benci sama Geren. Meski sering di...