9. Fakta Mengejutkan

2.7K 123 1
                                    

Budidayakan vote dan komen ya, jangan jadi SIDER oke?

Jika berkenan bisa share cerita ini

Terimakasih.

Terimakasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~oOo~

"Kamu tahu ada yang tidak bisa aku miliki, yaitu hatimu."
Alana

~oOo~

Bel rumah berbunyi, membuatku dengan segera melangkah ke arah pintu. Kulirik sebentar jam dinding yang bertengger rapi di ruang tamu. Tepat jam empat sore. Mas Alan pasti sudah pulang dari kantor. Dengan semangat aku membuka pintu. Tampak wajah Mas Alan memenuhi netraku, meski kini tengah menatap datar dengan kedua tangannya yang berada di saku celana. Aku tetap tersenyum tipis menyambut kehadirannya.

"Sayang, belanjaannya aku ikut masukin ke dalam ya?"

Pandanganku langsung tertuju pada asal suara itu yang terdengar familiar, begitu pun dengan Mas Alan yang langsung tersenyum ceria lalu mengangguk, mengizinkan.

Aku menyipit memperhatikan wanita berdress selutut itu yang kian mengikis jarak di antara kami, hingga kini wajahnya bisa kulihat dengan jelas. Mba Clarissa?

"Mas-"

"Eh, Alana, ternyata kamu masih tinggal di sini juga?" potong Mba Clarissa cepat. Padahal aku berniat menanyakan hal ini pada Mas Alan. Namun wanita ini selalu saja sukses membuat hatiku bergemuruh hebat. Astaghfirullah.

"Tentu saja. Aku masih istri sah Mas Alan, jadi akan tetap berada di sisinya."

Kulihat Clarissa cemberut, entah mungkin tengah kesal atas pernyataanku.

"Tidak masalah istri sah atau bukan. Hanya saja aku lebih unggul darimu Alana. Kamu memang memiliki status hukum dengannya, tapi satu yang tidak bisa kamu miliki. Yaitu hati. Hatinya tetap akan menjadi milikku."

Mba Clarissa tersenyum kecil. Mendadak perkataannya sukses membuatku terdiam kelu. Kalah telak? Ya, aku mengakuinya. Semua yang dikatakannya memang benar. Hanya status hukum yang kumiliki tapi tidak dengan hatinya. Sakit? Tentu saja. Sindiran itu seolah tamparan pahit untukku, hati terasa nyeri namun tidak ada luka sedikit pun yang terlihat.

Aku memberanikan diri menatap Mas Alan, berharap ia akan membelaku. Namun lagi, lagi, kekecewaan yang kudapatkan. Mas Alan hanya diam dengan sejuta tatapan dinginnya, seolah tak ingin perduli dengan apa yang terjadi. Setetes air mata jatuh, rasanya memang sakit terlalu berharap pada manusia.

"Siapkan kamar untuk Clarissa. Malam ini dia akan menginap di sini." Dingin. Kontras dengan mukanya yang datar.

"Mas?"

"Ada apa?"

"Apa sedikit pun, kamu tidak memikirkan perasaanku sebagai seorang istri?" Aku memberanikan diri dengan mengajukan pertanyaan itu, seraya menatap matanya, menunggu jawaban.

Izinkan Aku Mencintaimu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang