23. Kebohongan Alan

3.6K 107 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen.
Satu suara kalian berati untuk cerita ini.

Satu suara kalian berati untuk cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________

Aku tersentak kaget. Baru saja menutup pintu setelah Mas Alan berpamitan ke kantor tadi. Kini bel rumah berbunyi kembali, menandakan ada orang di luar sana. Aku mengembus napas berat, lalu membuka pintu.

Siluet tubuh seorang wanita berparas cantik dengan rambut sebahu tampak memenuhi netraku. Refleks aku melangkah mundur setelah sadar wanita yang berdiri di depanku adalah ... Mba Clarissa.

"Hai, Alana?"

Aku tak lantas menjawab sapaannya. Ada keterkejutan yang sampai saat ini masih kurasakan. Bukankah, kata Mas Alana dia sedang di penjara? Dan masa tahanannya lima belas tahun? Lalu mengapa dia ada di sini? Ya, Allah. Hatiku rasanya tak tenang.

"Apa kabar? Kamu masih inget aku 'kan?" tanyanya lagi dengan semirak senyuman yang tak bisa aku pahami.

"Mau apa kamu ke sini?"

Dia malah tertawa, seolah menganggap pertanyaanku itu lucu. "Tentu saja hanya ingin berkunjung Alana, tapi sepertinya aku datang tidak tepat ya? Alan tidak ada di sini bukan?"

Hatiku bergemuruh hebat, tatapan mengintimidasi dari Mba Clarissa membuat rasa takutku muncul kembali. Entah mengapa aku takut akan kehadirannya. Cinta dari Mas Alan yang begitu besar dulu, masih teringat jelas membawa bongkahan kecemasan yang seakan meliputi diriku saat ini.

"Wah!" pekiknya tiba-tiba. "Kamu hamil Alana?" tanyanya lagi menatap tak percaya ke arah perutku.

Aku mengikuti tatapannya, bergerak mundur saat ia berniat mengusap perutku. Dia malah tertawa, entah apa yang membuatnya tertawa.

"Santai saja Alana. Aku tidak akan menyakitimu, tapi aneh sekali ya, secepat inikah kamu hamil anaknya? Rasanya aku tidak percaya, atau jangan-jangan ini bukan anak Alan?"

Plak!

Aku menamparnya kesal. Entah keberanian dari mana, aku menatap wanita itu tajam. "Jangan asal bicara kamu! Aku tidak sepertimu yang tega mengkhianati Mas Alan hanya karena harta."

Mba Clarissa tersenyum miring. Bukannya membalas, ia hanya bersikap tenang, seolah tamparanku tadi tidak mengusiknya. Aneh. Seakan bukan dirinya saja.

"Aku hanya bertanya, tidak lebih. Lagipula kamu ini murahan sekali. Gampang percaya dengan rayuan Alan."

"Apa maksudmu?"

Ia tak menjawab. Pandangannya malah menelisik ke setiap penjuru ruangan rumah ini. "Sepi sekali, apa tidak ada orang?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

Aku menghela napas, sudah kuduga. Kedatangannya kemari ada niat terselubung, tidak mungkin ia hanya berniat mengunjungi. Tahu akan seperti ini, seharusnya tadi aku menurut saja, ikut dengan Ibu belanja ke pasar.

Izinkan Aku Mencintaimu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang