3|Petak umpet

163 43 16
                                    

Attention*Jangan lewatkan satu bab pun!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Attention*
Jangan lewatkan satu bab pun!

You'll always be my day one

Day zero when I was no one

I'm nothing by myself

you and no one else

Thankful you're my day one

Thankful you're my

Kobi tidak sadar bahwa sedari tadi makanannya yang ia sendoki jatuh terus menerus mengenai sepatu basketnya yang berwarna hitam tersebut. Tetapi setidaknya saat Kobi mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh Dua barusan dirinya sudah mendengarkan versi asli dari lagu yang berjudul Day 1 tersebut.

Saat Dua sudah menyelesaikan bagian lirik terakhir, barulah Kobi bertepuk tangan dengan meriah seolah ini bukanlah kantin melainkan panggung.

"Shhht..." Dua segera menghentikan Kobi dengan maju sedikit untuk menggenggam tangan laki-laki di depannya ini. "Kita bisa ketahuan tau!"

Kobi terdiam sebentar namun pada saat itu juga Kobi merasakan hatinya berdebar kuat bukan karena genggaman tangan Dua melainkan tatapan Dua. "Gue cinta lo, Dua."

"A-apa?" Dua menghentakkan kedua tangan Kobi. Siapa yang tidak kaget ketika orang asing atau penggemar kalian berkata seperti itu secara langsung. "Jijik! Please. Engga usah bawa-bawa hati."

Kobi tersadar dan terkejut dengan apa yang terlontar dari mulutnya. "Hah! Gue ngomong apa?"

Dua kehilangan kesabarannya merasa dibodohi oleh seseorang yang emang bodoh sedari awal duduk di depan dirinya.

"Eh, lo kok pergi!" Kobi menahan tangan Dua hingga Dua memberontak, ketika Dua menang dan ingin berbalik terlihat dua orang siswa dan siswi berlari menuju ke dalam kantin dengan wajah panik.

Dua bersama dengan Kobi yang kebigungan dengan kedatangan keduanya itupun hanya diam saat dua murid tersebut berlari melewati mereka.

"Eh, lo berdua ngapain lari?" Tanya Kobi sangat penasaran. Bodoh amat karena tidak mengenal dua orang tersebut.

Satu orang siswi napasnya masih tertahan karena berlari sementara satu siswa itu dengan tangannya melambai-lambai. " Engga, engga ngapa-ngapain, kak."

Kobi yang merasa seperti dipanggil senior itu pun tersenyum. "Lo berdua udah ngelanggar peraturan sekolah ini tau engga!" Kobi berdiri gagah dengan dada yang di busung ke depan sementara Dua yang berada disampingnya itu menatap aneh Kobi dengan dada seperti itu.

Belum selesai Kobi berbicara, Yaya yang berdada di samping Altar yang sudah mengambil napas tersebut menarik-narik seragam Altar. "Bu Didi, Tar, itu! Mati lah, gue." Yaya panik namun tidak mengeluarkan keringat.

Berbeda dengan Kobi dan Dua yang berbalik melihat arah masuk kantin.

"Bu Didi. Ah. Sialan!" Kobi menggeram kesal, Dua keringatan bukan main meremas baju seragam Kobi.

"Ikut gue." Kobi menarik tangan Dua cepat sementara Altar mempunyai ide dengan mengajak Yaya untuk bersembunyi saja daripada kabur mengikuti Kobi dan Dua yang sudah berlari mencari tempat sembunyi tersebut.

"Ya, kesini aja." Altar melihat sebuah lemari pendingin yang dibelakangnya terdapat celah untuk bersembunyi. "Lo masuk duluan." Suruh Altar mempersilahkan perempuan untuk duluan. Ladies first.

"Engga, ah, kesetrum entar gue!" Yaya dengan wajah kesal malah menyuruh Altar untuk masuk duluan.

"Cerewet banget lo jadi manusia." Kesal Altar mendengus kuat. Daripada tertangkap lebih baik Altar mengalah.

Setelah benar-benar masuk dan tersembunyi ketika itu juga tepat Bu Didi masuk dan mengelilingi kantin untuk melihat-melihat apa yang bisa ia beli dan dapatkan di dalam kantin.

Ketika Altar sibuk menutup mulutnya, Yaya mengintip dari celah melihat dimanakah kedua orang yang tadi sempat menanyai mereka berdua bersembunyi.

Tidak terbayang di dalam otak Yaya ketika tahu tempat persembunyian Kobi laki-laki tadi adalah diatas pohon lebat dengan banyak ranting sementara perempuan yang pandai bernyanyi yang Yaya ketahui namanya adalah Dua sedang bersembunyi diantara tong sampah yang disusun berderet panjang setengah dari ukuran tinggi Kobi tapi cukup untuk menyembunyikan Dua dari pengawasan Bu Didi pikir Kobi walaupun Dua setengah mati menahan bau yang menyengat sekali.

Berbeda dengan Dua yang merasakan sengsara, Kobi malah terhibur akan situasi seperti ini ketika dapat melihat Dua yang akan menangis sebentar lagi karena menahan bau sampah bekas-bekas minuman dan makanan yang membusuk.

"Dua," Panggil Kobi dari atas sambil menahan tawa. "Tahan ya. Engga lama lagi kok!" Kobi dengan santai duduk dan sesekali mencabut daun yang berterbangan karena angin kencang. Dua hanya membalas Kobi dengan tatapan menyesalnya karena tidak mau ikut bersama Kobi bersembunyi di atas pohon.

Kobi yang tidak tahu posisi dari dua orang tadi itupun menatap ke sekeliling saat dirinya melihat Bu Didi sedang menjajal lemari pendingin tersebut barulah dirinya tersenyum. "Pintar juga, ternyata."

Kobi yang mengawasi pun dibuat lebar kedua bola matanya ketika Bu Didi yang membuka pintu lemari pendingin yang segera bergerak ke belakang menghimpit kedua orang yang bersembunyi dibelakangnya.

"Pak," Panggil Bu Didi.

"Iya, Bu!"

"Ini dibenarkan rodanya, jangan tidak dikunci, entar yang ada malah membahayakan siswa-siswi yang ingin membeli."

"Maaf, bu, saya mengerti." Dan dengan segera bapak penjual minuman tersebut beralih berjalan kebelakang untuk mengunci roda-roda tersebut dengan cepat dibawah pengawasan Bu Didi sekarang.

Tapi ketika Pak Koma sedang mengunci roda bagian belakang ia kaget karena melihat dua orang murid sedang bersembunyi disana, baru saja mulut Pak Koma terlihat terbuka siap berbicara, Yaya yang berada di paling depan sudah mengeluarkan sesuatu dari saku seragamnya. "Dua puluh ribu, pak, please diam-diam aja ya pak."

Kedua tangan Yaya dan Altar sudah dibuat seperti minta tolong. Pak Koma yang mengerti dengan situasi seperti ini pun segera melindungi keduanya dengan berdiri menghalangi.

"Baik, bu, sudah saya kunci. Jika ibu sudah mengambil air mari ke tempat pembayaran." Ajak Pak Koma dengan ramah dan hal tersebut berhasil membuat Yaya dan Altar aman.

Sementara itu Bu Didi yang sudah membayar minuman yang ia beli barusan meneguk beberapa kali air minumannya dengan cepat karena dirinya yang emang tidak pernah bawa air dari rumah.

"Dasar udah tua, sialan, mending pensiun aja Bu jaga anak di rumah agar disayang suami." Ceramah Kobi yang sedang menatap Bu Didi yang sudah berjalan ke arahnya.

Kobi yang tahu Bu Didi ingin membuang sampah itu pun memberi sinyal ke Dua untuk menutup mulutnya memberitahu bahwa Bu Didi sedang berjalan kemari.

"Mulut. Ditutup. Bu Didi!" Dua sudah menangis memikirkan hal-hal buruk yang akan mencemarkan image-nya

Share, kasih tau teman-teman kalian! Bakal boom nih ceritanya 🔥♥️.

Tungguin terus. Jangan lupa komen di setiap tulisan ku. Di vote juga!

Secret RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang