7|Darurat

76 23 13
                                    

Attention*Jangan lewatkan satu bab pun!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Attention*
Jangan lewatkan satu bab pun!


"Sial. Di bodohin lagi gue, kan!" Kesal Kobi sambil berjalan kembali menuju kulkas yang berfungsi itu.

"Woi, bayar woi." Protes Altar setengah bercanda. "Kaleng sepuluh, botol dua puluh."

Kobi yang sudah mengambil kaleng susu tersebut, menutup kembali pintu kulkas. "Mahal amat dah, yang kaleng!"

Altar masih tidak bisa percaya harus berteman dengan Kobi yang mempunyai IQ lebih rendah darinya. "Gue bercanda, cielah."

Kobi menjawab singkat lalu menghampiri Dua yang duduk di kursi.

"Mau?" Tawar Kobi tersenyum tulus. Dua yang melihat tawaran itu menolak meski niat Kobi baik kepadanya, namun masalahnya kaleng tersebut adalah bekas dari mulut Kobi.

"Yaudah, gue ambilin ya?" Kobi menawarkan dan Dua menggeleng kembali.

"Duduk aja sini. Gue juga engga haus, kok!" Dua tersenyum menarik tangan Kobi untuk duduk disebelahnya.

Suasana di dalam seketika menjadi hening bukan karena tidak ada yang bersuara tetapi karena bel lonceng yang berbunyi menjadi perhatian dari keempatnya.

"Gimana nih!" Dua merasakan panik yang tidak terkontrol, dirinya segera berdiri. "Tar, kita harus keluar sekarang!"

Altar terganggu karena Dua yang terus-terusan menepuk pundaknya, meskipun Altar ingin mengabulkan permintaannya Dua namun kalau situasinya sudah ramai begini susah sekali untuk keluar dari ruangan rahasia ini.

"Kenapa?" Tanya Dua saat Altar menggeleng pelan menjawab Dua.

Altar kembali menjelaskan. "Lo harus tau, Ya. Pintu kedua yang gue bilang adalah pintu keluar yang sama sekali gue engga tau menembus kemana."

Yaya terdiam, mulutnya melebar.

Kobi mendadak tersentak mendengar penjelasan Altar. "Terus tadi lo suruh gue engga usah pakai pintu masuk, itu apa maksudnya?" Kobi mendekati Altar dan menatap jengkel Altar yang sedang duduk tenang memainkan rubik.

"Pamer doang, elah." Altar kembali meletakkan rubik di atas meja dan mencoba untuk berdiri di depan Kobi dan Dua. "Engga usah baper."

Kobi menunjuk Altar. "Awas lo." Kobi beranjak duduk kembali di tempatnya tadi.

Sementara Dua ia hanya bisa pasrah. "Jadi, untuk keluar lagi, harus tunggu sampai jam istirahat selesai?"

Altar mengedipkan sebelah matanya takjub. "Pintar lo. Memang begitu seharusnya, kalau engga begitu ketika kita keluar nanti, yang gue takutkan adalah seseorang mengetahui ruangan ini dan pada akhirnya kita semua bakal kacau."

Dua mengangguk pelan dan kembali duduk bersama Kobi sementara Yaya yang asik tiduran itu terbangun karena pembicaraan barusan.

"Tar, gue keluar ya!" Altar, Dua, dan Kobi serempak menoleh.

Secret RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang