7. Awal Kekacauan

86 16 13
                                    

Hello everybody... Izinin gue--Khalif- buat jadi moderator di part ini.
Author lagi kurang enak hati katanya-_-

.
.
.

Gue mau nyapa para silent reader dulu...

APA KABAR KALEEAAN??? TA'ARUF DI KOMENTAR YOOKK?

Gue tunggu CV ta'aruf dari kalian!!!

Kalau nggak, kuy baku hantam😏

Oke, next part! Jangan lupa vote🌟 biar author ter-cans' --kata Edgar-  makin semangat nulis. Jadi gue sama Aisyah nggak digantung mulu=_=

Satu lagi, kalau ada typo, komentar! Karena demi apa pun, typo merusak kisah gue sama Aisyah.

Thanks!

Happy reading guys!!!

.

.

.

Kalimat dan wajah bersemu Aisyah yang terus terputar di pikiran Khalif membuatnya terkekeh pelan. Bukan. Bukan kekehan bahagia. Tapi kekehan jahat, bermaksud menertawai dirinya sendiri yang tak sadar bahwa perbedaan menjadi benteng di antara keduanya.

___________________

.

.

PART 7

Khalif terpaku, tangannya masih memegang kenop pintu rumah yang sudah tertutup rapat. Tatapannya berubah tak suka. Khalif mendengus pelan sambil memalingkan wajahnya.

"Abang Alif… Abang… Hyun ditemani Eomma seharian!" Johyun yang duduk di samping seorang wanita paruh baya memekik senang.

Khalif menghampiri Johyun dan langsung menggendongnya, berniat membawa gadis kecil itu ke kamarnya.

Johyun melambaikan tangan dengan wajah berseri, "Eomma, Hyun ikut Abang ya… Bye bye Eomma, saranghae."

Wanita yang berstatus 'Ibu' dari kedua anak itu hanya tersenyum tipis melihat Khalif menggendong Johyun ke lantai atas.

Ia tahu selama ini belum bisa, bahkan jauh dari kata "ibu yang baik" untuk tiga anaknya. Maria tahu itu. Wanita itu tersenyum tipis melihat Alif-nya tumbuh menjadi lelaki yang kuat, ia sangat bahagia putranya menjaga Johyun dan Sooyoung dengan sangat baik.

Maria tidak ingin menyalahkan siapa pun. Semua sudah takdir. Inginnya hanya satu, memperbaiki segala kesalahannya sebelum berakhir.

–·•°•·–

Khalif duduk di kursi balkon kamar ditemani secangkir teh hangat dan sebuah benda berbentuk balok yang masih terbungkus rapi. Khalif menghela napas panjang berkali-kali.

Ia masih bergulat dengan pikirannya, mencoba mencari tahu siapa yang memberinya banyak buku sejak masa putih-biru. Entah ini ke berapa puluh kalinya ia mendapat kiriman buku. Jika biasanya ia akan menemukan buku baru di nakas, kali ini Khalif menerimanya langsung dari kurir.

Khalif rela berdebat dalam keadaan pening dengan kurir itu, ia sangat penasaran siapa yang berbaik hati memberikan semua buku-buku ini. Bahkan Khalif ingat, semua buku Islam di kamarnya, hanya dua yang didapat dari hasil jerih payahnya sendiri. Sisanya, ya pemberian orang misterius itu.

Khalif meraih buku itu dari meja. Tangan kekarnya mulai merobek kertas yang membungkus buku tersebut.

Tak lama, Khalif mengernyit. Pemuda itu melepas kertas yang menutup separuh buku dan menyimpan kertas di meja. Tak bisa mengelak, detak jantungnya berpacu dengan cepat. Benarkah? Ia yakin ini bukan mimpi! Benarkah orang misterius itu... Aisyah? Ia yakin, ini buku yang Aisyah beli tadi sore. Khalif yakin itu.

First Assalamu'alaikum (For Oppa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang