10. One VS Ten

41 9 7
                                    

Khalif mengeraskan suaranya. "Jangan nengok! Cepetan telepon Edgar!" Khalif memegang erat tangan kiri Sooyoung yang melingkar di pinggangnya, bersiap menambah kecepatan laju motor.

"O-okee." Sooyoung meringis takut sembari melakukan perintah Kakaknya, tak lupa bibirnya yang terus merapalkan doa.

.

.

.

"Halo ... 'paan Lif? Baru pisah tadi sore, Lo udah nelepon aja, kangen-"

"To-tolong!"

Cerocosan Edgar terhenti seketika, waktunya seakan terhenti. Ia menjauhkan handphone dari telinganya, memeriksa kembali layar benda pipih itu. Takut pandangannya salah.

"Gar! Mereka nyerang gue!"

"Gar!"

"Woi! Edgar!"

Edgar mendekatkan kembali handphone itu ke telinganya, dengan mimik wajah yang sulit diartikan.

"Gar! Njir, Lo nunggu gue sama Sooyoung mati konyol?!"

"Lo cari tempat aman buat Sooyoung, gue langsung meluncur," kata Edgar yang langsung menutup sambungan kemudian melempar handphone itu ke kasur, ia menarik jaketnya yang tergantung di belakang pintu dan bergegas keluar.

Tak lupa, menyalami Bundanya yang tengah menonton televisi di ruang tengah.

"Bun, Edgar izin keluar."

Rumana, sang Bunda, mengernyit heran sembari melirik jam dinding di atas televisi.
"Mau ke mana? Udah malem lho ini ..." tanyanya khawatir.

"Menegakkan kebenaran dan keadilan, Bun."

Rumana menghela nafas berat, ia tak habis pikir pada putranya yang jauh dari kata dewasa ini.

"Tapi harus janji sama Bunda, pulang dalam keadaan sehat wal'afiyat?"

"Insya Allah, siap!" jawabnya dengan posisi hormat.

Rumana terlalu khawatir. Pasalnya, dulu sering sekali putranya keluar malam dan baru pulang dini hari, atau tengah malam tapi dalam keadaan babak belur bahkan tak sadarkan diri.

Wanita paruh baya itu tersenyum lembut, ia mengucap syukur dalam hati. Putranya mulai berubah seiring berjalannya waktu. Sudah tidak pernah lagi didapatinya Edgar mabuk, tawuran, bahkan pulang malam sekalipun.

Yang ia harapkan sekarang, Edgar terus berubah ke arah yang lebih baik dan istikamah.

.

.

.

"Tunggulah di sini, aku yakin sebentar lagi Edgar datang."

Entah sudah kali ke berapa Khalif mencoba menenangkan gadis yang sedari tadi menarik-narik ujung kaosnya sambil terisak pelan.

"Aku akan baik-baik saja ...."

"Janji?" tanya Sooyoung mendongakkan kepalanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Khalif mengangguk pelan, menautkan jari kelingkingnya sembari menjauhkan tangan Sooyoung.

Khalif meninggalkan Sooyoung serta motornya di pos kosong dan berjalan tanpa ragu mendekati sepuluh pemuda yang berjajar di depan motor mereka.

Tak jauh dari sana, seorang perempuan menghentikan langkah, ia tidak berani untuk melintas di sekitar gerombolan lelaki itu, dan memilih bersembunyi dibalik tong sampah besar.

"Lama nggak ketemuan gini, lo apa kabar?" tanya salah satu dari mereka saat melihat Khalif datang dari kejauhan.

"Suara itu ..." batin si perempuan sembari menyembulkan kepalanya mencoba mengintip apa yang terjadi di sana.

First Assalamu'alaikum (For Oppa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang