5. Jatuh Cinta

131 21 0
                                    

-Yang belum Sholat, bisa sholat dulu. Yang belum baca Al-Qur'an bisa baca Qur'an dulu.-
-Bantu tandai typo, yakk?-
Happy reading
❣️

–·•°•·–

Baru beberapa detik meninggalkan pintu kelas, Khalif menghentikan langkahnya entah kenapa degup jantungnya bergemuruh, perasaanya seperti dicabik-cabik, napasnya memberat, pemuda itu memilih kembali ke kelasnya.

Ia takut tersulut emosi, dan menghancurkan segalanya. Rasanya Khalif sudah cukup hancur, ia tidak ingin semakin hancur. Terlebih mengingat semangatnya sangat diperlukan untuk ia bagi pada kedua adiknya.

_______________________

"Astagfirullah!!! Wweehh! Selloo..."

Pemuda dengan name tag "Edgar Hazwan A" itu terperanjat kala Khalif membalik badan tiba-tiba dan menampakkan raut wajah menakutkan.

"Kenapa tuh muka?" Tak ada jawaban. Khalif hanya diam dengan pandangan lurus.

"Ehhmmm…" Edgar menyipitkan matanya melihat pemandangan di belakang Khalif.

Edgar terus membolak-balik pandangannya, antara Khalif dan sepasang manusia yang terlihat kehangatan antara keduanya.

"Jangan bilang, Lo..." Edgar memberi tatapan menyelidik.

Khalif mengepalkan tangannya erat. "Ck! Nggak ada!!!" Khalif melenggang pergi begitu saja.

Ia yakin urusannya akan panjang kali lebar kali tinggi jika makhluk halus ini diladeni.

"Lif! Lo seriusan?!"

Edgar membuntuti Khalif yang terus berjalan tanpa memedulikan kehadirannya. Pikirannya melayang entah kemana, mungkin masih pada seseorang yang hampir merenggut hatinya. "Hati…? Nggak! Nggak! Gak bisa dan nggak akan pernah bisa," Batinnya menjerit menolak.

Khalif yakin, ini hanya karena pikirannya yang sedikit tertekan. Ia benar-benar yakin. Dan mencoba meyakinkan hati terdalamnya.

"Lif!!! WOOY!" Yang dipanggil tak menghentikan langkahnya barang sedetik.

"Gue mau ngantin!"

Ya, Khalif memilih mengisi perutnya daripada bergalau-galau di kelas. Keduanya menyusuri jalan menuju kantin, Edgar paham betul sahabatnya tengah dirundung kemalangan yang amat sangat.

"Sabar bro! Yakin takdir berputar, bakal ada saatnya bahagia." Edgar menepuk pundak Khalif beberapa kali dan merangkulnya secara paksa.

Khalif menoyor kepala Edgar, menjauhkan sosok itu dari tubuhnya. "Sok iyee Lo!"

Edgar memutar bola matanya malas. "Salah aja terus!"

Khalif duduk di bangku sudut kantin, tak lama Edgar datang dengan dua botol minuman dingin di tangannya.

"Nih."

Edgar melempar salah satu, Khalif menangkapnya dengan sempurna. "Thanks."

Edgar duduk di hadapan Khalif. Keduanya menikmati minuman sejenak, "Johyun gimana, Lif?" Edgar membuka suara.

Khalif menutup botol dan menaruhnya dimeja. Pemuda itu bersandar sambil memejamkan mata sipitnya, "Benturan di kakinya parah, dokter bilang Johyun lumpuh, bisa diobati, tapi butuh waktu yang nggak sebentar dan… kemungkinannya hanya beberapa persen."

Edgar ikut merasakan ketertekanan Khalif, maklum saja, keduanya tak terpisahkan sejak usia dini. Edgar saksi hidup setiap lika-liku kehidupan Khalif. Mulai dari hidup tanpa kasih sayang orangtua, tekanan dari papanya yang selalu menginginkan kesempurnaan, bahkan hingga tinggal sendirian di usianya yang masih sangat kecil ketika ART di rumahnya harus pulang kampung. Edgar orang kedua yang paham Khalif setelah asisten rumah tangga dirumah pemuda itu.

First Assalamu'alaikum (For Oppa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang