8. Beda

69 17 6
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Apa kabar??? Maaf baru up, kasih nunggu, kah?
Nggak ya?
Oke deh ....



Tubuh ketiganya menegang kala berhasil menangkap penuh muka dalang dibalik hancurnya markas mereka.

"Kali ini gue nggak akan biarin lo lepas!" Batin ketiganya menyerukan peringatan yang tentu saja akan mereka buktikan dengan sungguh-sungguh.

——————————————

"Sholat atau lo minggat dari sini?!"

Khalif berdebat dengan Edgar yang terus menolak untuk sholat saat adzan isya berkumandang. Ya, Edgar dan Leo memutuskan untuk menginap di rumah Khalif malam ini. Jadi disinilah mereka, Leo yang terlelap dengan serakahnya di ranjang Khalif, Edgar yang tengah drama di atas karpet, dan Khalif duduk di  meja belajar, mendebat Edgar yang bertingkah seakan mengantuk berat saat Khalif memaksanya untuk menunaikan sholat isya.

Leo yang tengkurap di kasur membalik badannya. "Ck! Lo pada berisik banget, sumpah!" murka Leo yang terganggu dengan ocehan Khalif.

"Yang Islam Edgar apa elu, sih?! Ribet banget!"

Deg!

Edgar mengangkat tangan yang sedari tadi menutupi matanya. Khalif memilih terdiam melirik Leo di sudut matanya.

Edgar yang merasakan hawa panas memutuskan untuk menurut, ia langsung menuju kamar mandi untuk berwudhu dan memakai kain sarung yang dibawakan bundanya saat ia pulang untuk mengganti seragam.

Khalif memperhatikan Edgar yang sholat dengan setengah hati, terkadang menguap terkantuk-kantuk atau menggaruk kepalanya.

Hingga Khalif mengernyit berkali-kali karena durasi gerakan sholat Edgar yang menurutnya berbeda jauh dengan sholat Mang Alim.

Sehabis Edgar sholat dan berdo'a singkat, keduanya berdiri di pinggir balkon menikmati keindahan kota di bawah taburan bintang ditemani semilir angin malam yang sedikit menusuk kulit.

"Sholat lo cepet banget," sindir Khalif.

Edgar nampak menegang. "Perasaan lo doang."

"Serah," pasrah Khalif.

Jika diladeni, maka acara debat akan kembali berlangsung hingga larut malam.

Hening.

"Gar."

"Hm?"

"Menurut lo, di kubur nanti, gue bisa jawab dengan yakin kaya tadi nggak?"

Edgar terdiam. Tak menyangka pertanyaan Khalif akan begitu menusuk. Tak pernah terbesit dalam benaknya, tentang bagaimana keadaannya di alam setelah dunia nanti.

Edgar tertohok. Ia merasa malu pada Khalif yang bahkan bersyahadat saja belum, tapi pikirannya telah tertuju ke sana.

Ia ingin surga, namun yang terpikir oleh Khalif saja tak pernah ada dalam pikirannya.

Edgar menunduk dalam sambil menopang tubuh dengan sikunya. "Bunda bilang tergantung amal."

Edgar menusuk hati dengan ucapannya sendiri.

"Gimana rasanya jadi ummat Rasulullah?"

"Apa gue pantes, disebut ummat Rasulullah? Gue sampe mikir, kalau udah syahadat, Khalif lebih pantes dari pada gue," batinnya menusuk relung hati yang baru tersadar dari lelapnya rebahan di zona nyaman.

First Assalamu'alaikum (For Oppa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang