Dunia mempertontonkan kekejaman sekaligus keindahan ciptaan-Nya
***
Nada cukup puas hari ini. Kekesalannya bisa tersalurkan tanpa menunggu waktu lama. Dengan tangannya ia bisa membungkam mulut kotor serta kelakuan busuk Chiko. Diamnya kini terbayar lunas.
Namun di sisi lain Faisal tak bisa jika tidak khawatir. Apa yang dilakukan Nada tadi telah mengundang masalah dikemudian hari. Betapa Faisal tidak suka situasi seperti ini. Ia pun berharap Chiko tidak memperpanjang urusannya.
Sementara itu, Dhira masih berada di toilet. Mengganti seragam yang terkena kuah soto dengan seragam olahraga milik Faisal. Untung saja Faisal membawanya.
Dhira keluar. Nada yang menunggu di depan pintu langsung menghampiri cowok itu.
"Perlu ke UKS nggak?"
Dhira tidak menjawab. Nada jadi bingung.
"Cal, lo tau bahasa isyarat gak?" tanya Nada pada Faisal.
"Ya mana gua tau! Seumur hidup kan gue mainnya sama lo terus."
Nada menggaruk tengkuknya. "Iya juga."
"Lagian, ngapa juga kita di sini. Ayo pergi! Entar kalo ada yang ngeliat, bakal mikir yang nggak-nggak."
Nada beralih ke Dhira. "Aku antar kamu ke kelas, ya."
"Nggak usah, Nada! Lo jangan cari perkara!" sergah Faisal. Nada menatapnya tajam.
Dhira sendiri bingung bagaimana caranya mengutarakan bahwa ia menolak ajakan Nada—ya, dia setuju dengan Faisal. Notes yang biasa ia bawa masih tertinggal di meja kantin. Jika memakai bahasa isyarat, tentu Nada dan Faisal tidak mengerti.
"Biar aman, gue aja yang antar dia ke kelasnya. Lo nggak usah ikut," kata Faisal.
"Ih, kok gitu?"
"Gue tuh nggak mau urusan di kantin jadi panjang. Lo masih inget kan dia tuh anak kepala sekolah. Udah mending lo ikutin kata gue aja."
Nada mencebik. "Iya oke, gue nurut."
Akhirnya Faisal mengantarkan Dhira ke kelasnya. Sedangkan Nada langsung kembali ke kelas.
***
Perempuan, sekalinya penasaran dia akan mencari informasi sampai akarnya. Sama seperti yang dilakukan Nada sekarang. Begitu bel pulang sekolah berdering, ia langsung melangkah menuju kelas Dhira.
Namun tiba di kelas itu, Nada tidak menemukan Dhira. Gadis itu kecewa. Gontai ia menelusuri lorong sembari kepalanya menoleh kanan-kiri, barangkali Dhira masih ada di sekitar.
"Eh, ada yang lihat Dhira nggak?" Nada bertanya pada dua siswi yang berdiri di ujung lorong.
"Oh si gagu itu? Gue lihat tadi jalan ke arah ruang musik," jawab salah satu siswi. Wajah Nada berubah kaku saat siswi itu menyebut Dhira si gagu.
Nada mengucapkan terima kasih. Padahal sebenarnya ia ingin memberi sedikit pelajaran, tapi Nada tak mau mengotori tangannya. Tujuannya saat ini adalah bertemu dengan Dhira.
Kakinya berlari kecil menyebrang jalan yang menghubungkan lorong tadi dengan ruang musik. Ketika ia mendekati tempat itu, sayup-sayup telinganya mendengar gesekan biola yang indah. Nada makin tak sabar, apakah Dhira yang sedang bermain biola.
Tiba di ruang musik, Nada langsung membuka pintunya, dan suara biola semakin terdengar. Gadis itu terpana. Mulutnya terbuka sedikit, matanya terpaku pada sosok Dhira yang sedang menggesek dawai biola. Ini pertama kalinya Nada mendengar alunan biola yang sangat indah. Tanpa sadar ia memejamkan mata, menikmati permainan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadhira [END]
Teen FictionWritten by: pesulapcinta Dhira paham, hidup menjadi penyandang disabilitas memang tidak mudah. Caci, maki, hujatan, perundungan yang dilakukan Chiko sudah menjadi makanan sehari-hari. Memiliki cita-cita yang tinggi hanya omong kosong, terutama bagi...