10 - Anugerah

103 15 0
                                    

Tuhan mengirimkan dia untuk menghapus laramu.

***



Sari keluar dari sebuah gedung galeri lukisan dengan perasaan lega. Penjaga galeri tersebut merasa puas dengan hasil masakannya selama beberapa hari ini. Sampai akhirnya memutuskan menjadi pelanggan tetap paket katering Sari.

Wanita itu bersyukur pelanggan katering terus bertambah setiap harinya. Selain pelanggan jahitannya. Tidak sia-sia ia belajar masak dengan adiknya. Alih-alih menerima tawaran kerja di restoran milik Sinta, Sari justru memilih untuk membuka jasa katering sendiri. Bukan untuk bersaing dengan sang adik, tetapi hanya ingin bekerja sendiri sembari mengurus Dhira.

Ponselnya berdering. Sari menyuruh tukang ojek di depannya menghentikan laju sepeda motornya. Segera Sari angkat karena telepon dari pelanggannya tadi.

"Mbak Sari masih dekat dari sini nggak?"

"Kenapa memangnya, Mbak?"

"Anu ... boss saya pengen ketemu sama Mbak. Beliau juga mau berlangganan paket katering Mbak."

Mata Sari berbinar. "Beneran itu, Mbak?"

"Iya, Mbak. Ini Mbak sudah ditunggu di lobi tempat kita ketemu tadi."

"Baik, saya segera ke sana."

Sari menaruh ponselnya ke dalam dompet. Lalu menyuruh sopir ojek untuk putar balik.

Tiba di galeri, Sari memasuki lobi yang tadi menjadi tempat pertemuannya dengan pelanggan baru. Ada seorang pria kira-kira seusianya yang sedang berdiri menghadap meja penjaga.

"Nah itu dia Mbak Sari!"

Pria itu menoleh hingga wajahnya terlihat jelas. Sari terkesiap usai melihat wajah itu. Wajah yang mengingatkannya pada masa lalu.

Mendadak kedua kakinya seperti terkena lem saat pria itu menghampiri. Kedua matanya fokus menatap pria itu.

"Kamu Sari?"

Sari mengangguk. Bahkan sekarang ia tak mampu mengeluarkan suara.

"Masih ingat sama saya?"

Tentu saja. Mana mungkin ia lupa dengan pria yang pernah mengisi hatinya sebelum dikuasai oleh Samsul. Pria yang dulu membuat ayah dan ibunya bangga. Pria yang ia sia-siakan demi Samsul.

"Dunia sempit sekali, ya. Saya pikir nggak akan bisa ketemu kamu lagi." Pria itu menarik bibirnya ke atas. "Apa kabar?"

"B-baik. Seperti yang kamu lihat." Akhirnya Sari membuka suara.

"Samsul bagaimana?"

Sari terperangah. "Dia ... baik juga."

"Kok malah kita jadi berdiri sih, ayo duduk di sana."

Sari menurut. Ia dan pria itu kemudian duduk di kursi rotan tempat duduknya tadi saat bersama dengan penjaga galeri. Canggung, itulah yang Sari rasakan saat ini. Bertemu dengan sang mantan kekasih tak pernah terlintas di benaknya.

"Anak kamu ada berapa sekarang?" tanya pria itu.

"Hanya satu."

"Wah, sama berarti. Usianya berapa sekarang?"

"Lima belas tahun."

"Really? Sama juga. Wah, jangan-jangan anak kita satu sekolahan."

Pria itu terkekeh. Sari tak menanggapinya.

"Kita langsung ke topik utama saja. Tadi penjaga galeri ini menawarkan makanan kamu ke saya. Saya jadi tertarik dengan katering kamu. Apa kamu bisa antar kateringnya ke rumah saya setiap pagi dan sore? Masakan kamu enak. Saya nggak nyangka kamu bisa masak."

Nadhira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang