12 - Desas-desus

94 16 0
                                    

Mulut manusia kadang tidak tahu aturan. Suka menghina sesama seenak jidat.

***




Telinga Faisal panas sejak ia duduk di kantin lima belas menit yang lalu.

Bagaimana tidak, nyaris seluruh penghuni kantin membicarakan Nada. Ada yang hanya bisik-bisik, ada juga yang terang-terangan. Semuanya berbincang tentang Nada yang ketahuan menolong Dhira saat diambil uangnya oleh Chiko. Tak sampai situ, mereka juga mengolok-olok Dhira yang selalu dibela oleh Nada. Yang membuat heran, kini nama Faisal ikut terseret.

"Tuh lihat! Nggak ngerti gue ngapain coba Nada mencampakkan cowok sekeren Faisal dan lebih milih si gagu. Ada apa sih sama matanya Nada?"

Faisal mengembuskan napas kasar. Ia memilih hengkang dari kantin daripada telinganya makin berdengung. Niat hati datang ke kantin ingin meringankan kepala setelah bergelut dengan soal-soal matematika, tapi justru pusingnya semakin menjadi. Walau bukan sekali ini saja ia mendengar ocehan jelek tentang temannya itu, tetap saja yang namanya hati mana terima jika temannya digunjing sedemikian rupa. Faisal sangat tahu niat Nada baik dan tulus menolong sesama. Hanya lingkungannya saja yang membuat niat baik itu menjadi rumit.

Lagi pula kenapa manusia selalu repot dengan urusan orang lain? Faisal heran, apa salah Nada? Dalam hal ini Nada tidak merugikan mereka yang beraninya bicara di belakang. Nada tidak memakai uang mereka untuk mengundang guru les biola untuk Dhira. Masih saja ada manusia yang kepanasan melihat Dhira bahagia.

Faisal tak bisa bernapas lega setelah beberapa menit keluar dari kantin. Di lorong, ia melihat Nada sedang dihadang jalannya oleh Chiko. Sembari melangkah menghampiri Nada, Faisal merapalkan doa berharap Chiko tidak macam-macam kepada sahabatnya.

"Daripada lo sama gagu, mending sama gue aja."

"Cowok yang lo sebut gagu itu lebih terhormat daripada lo yang suka malakin duit dia. Orang kaya, anak kepala sekolah, tapi duit aja masih ngambil hak orang lain? Lo punya muka nggak sih?"

Wajah Chiko mulai mengencang. Tangannya mengepal kuat. Perasaan Faisal mulai tidak enak. Takut terjadi apa-apa, Faisal yang sudah berada di dekat mereka langsung mendorong tubuh Nada agar bisa berdiri di depan gadis itu.

"Ngapain lo ke sini? Mau jadi pahlawan kesiangan?"

"Mendingan sekarang lo pergi deh. Tadi gue lihat bokap lo ada di sekitar sini, yakin nih lo mau bokap lo ngeliat kejadian ini?" Tentu saja Faisal berbohong. Sebab jam segini mana mungkin kepala sekolah berkeliaran?

Namun ternyata Faisal berhasil mengecoh Chiko. Tanpa diperintah ia mulai beranjak pergi. Chiko takut kalau Tama sampai tahu, bisa-bisa mamanya akan disiksa lagi.

Faisal memutar tubuhnya menghadap Nada. "Tuh kan, gue bilang juga apa. Lo jadi incarannya Chiko. Sekarang begini, nggak tau kalo besok bakal begimana."

Nada diam saja. Ia malah melanjutkan langkahnya, melewati Faisal. Cowok itu mengejar Nada.

Lagi-lagi, Langkah Nada terhenti karena sekarang dua orang siswi menghadang jalannya. Dua siswi itu juga pernah mengejek Dhira di depan Sinta.

"Jadi lo pilih siapa nih? Faisal atau si gagu itu?" salah satu siswi bertanya dengan mengejek.

"Kalau gue sih mending milih Faisal, ya. Faisal kan bisa ngomong. Si gagu kerjaannya diam aja, nggak asik kan kalo pacaran diam-diaman mulu. Terus cuma bisa bilang 'eee' sambil jogetin tangannya," timpal satu siswi, lalu keduanya tertawa bersama.

Dahi Nada mengernyit. Tidak ada yang lucu dalam percakapan itu tapi kenapa mereka berdua tertawa? Berani sekali mereka merendahkan Dhira? "Hari ini kalian masih bisa ketawa. Nggak tau besok bakal gimana."

Sontak tawa kedua siswi itu berhenti. Wajah keduanya berubah menjadi garang.

"Lo berani ngatain kita gagu?" seru salah satu siswi.

"Eh, lo ngerasa? Ya ampun. Makanya kalo nggak punya nyali mending nggak usah sombong ngatain Dhira. Kalian belum pernah denger Dhira main biola, kan? Awas lo nanti jatuh cinta." Nada mengibas tangannya. Kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda. Faisal mengikutinya.

"Gue berani bertaruh Cal, kalau nanti mereka lihat Dhira main biola pasti langsung jatuh cinta!"

"Berarti sekarang lo lagi jatuh cinta sama Dhira?"

Nada terbelalak. Lalu memiringkan kepalanya ke arah Faisal. "Ih, enggak! Nggak gitu maksud gue."

Melihat ekspresi Nada yang salah tingkah membuat Faisal mengulum senyumnya. "Cie yang lagi jatuh cinta."

"Ih, nggak ya!"

"Cieee."

"Berisik!"

"Akhirnya doa gue terkabul. Hana Nada Nadhifa jatuh cinta sama cowok. Alhamdulillah!"

"Gue bilang diem!"

Semakin Nada mencoba mengelak, maka Faisal semakin gencar menggoda sampai pipi gadis itu merah semerah tomat. "Gue ikut seneng kok, Nad. Tapi lo harus hati-hati ya, gue nggak mau lo kenapa-napa."

"Omongan lo kok seakan-akan mendukung gue pacaran sama Dhira."

"Eh gue nggak bilang gitu lho. Hayo berarti elo kan yang ngarep bisa pacaran sama Dhira?"

Nada tergagap. "Nggak!"

"Udah deh ngaku aja sama gue."

"Sekali lagi lu bilang begitu gue tendang punya lo!"

Faisal terbahak.

***

"Jangan biarin Dhira di atas angin, Bos! Dia harus dikasih pelajaran, biar dia takut sama Bos."

Terdengar bunyi gigi gemertak setelah salah satu temannya Chiko mulai menghasut. Kedua tangan Chiko mengepal kuat hingga buku jarinya memutih. Temannya benar, semakin banyak yang membela Dhira, anak itu mendapatkan angin segar dan menjadi tidak takut padanya. Dhira tidak boleh mendapatkan hati dari siapapun, termasuk Nada.

Nada. Gadis itu berhasil mencuri hatinya karena hanya dia satu-satunya orang yang berani melawan kejahatannya. Chiko akan melakukan segala cara agar Nada tunduk padanya. Walaupun nanti ia harus membunuh Dhira, Chiko akan melakukannya asal tidak ada pria lain selain dirinya yang dekat dengan Nada. Nada tidak boleh jatuh ke pelukan pria lain. Bagaimana pun caranya.

Pemuda itu berpikir keras, niat-niat jahat mulai ia rangkai. Sejurus kemudian ekor matanya menangkap mobil yang selalu mengantar jemput Dhira beberapa hari ini melintas. Chiko bangkit.

"Kita ikuti mobil itu!"

***

Selang beberapa menit mobil Chiko berhasil mengikuti mobil Dhira. Sekarang cowok tahu di mana tempat tinggal Dhira. Matanya kemudian menangkap seorang pria paruh baya menghampiri Dhira lantas menarik tangannya.

"Bapak tahu ibu kamu pasti sembunyiin kami di sini. Sekarang, ayo ikut Bapak pulang!"

Dhira menggeleng. Sekuat mungkin ia mencoba melepaskan diri dari jeratan pria itu.

Adegan tarik-menarik terjadi. Dhira yang menolak, pria itu memaksa. Chiko terus memerhatikan mereka. Hingga tak lama security kompleks datang membubarkan di saat suasana chaos. Chiko menyimpulkan jika Dhira ada masalah dengan orang yang selalu menyebut dirinya bapak.

Bibirnya terangkat ke atas. Tatapannya setajam pisau. Niat jahat yang sempat tertunda kini ia rangkai kembali.

Dhira harus lenyap dari bumi ini. Orang pertama yang harus bisa Chiko dekati adalah Samsul.

🔷🔷🔷

Nadhira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang