Tuhan, tolong kuatkan hatinya.
***
Mobil sedan berhenti tepat di sebuah bangunan kecil. Nada menurunkan kacanya sedikit. Matanya menyipit. Sepi. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu. Apa mungkin Dhira sedang sakit lalu sedang dibawa ke klinik? Pintu rumahnya dalam keadaan terbuka.
"Ini benar rumahnya, Pak?" tanya Nada.
"Iya, Non."
Nada membuka pintu mobil lalu turun. Kaki kecilnya berjalan mendekati rumah tersebut. Pemandangan pertama yang Nada lihat adalah seorang wanita bersimpuh membelakangi pintu. Daster yang ia kenakan terlihat lusuh. Nada menduga kalau wanita itu adalah ibunya Dhira.
"Permisi." Nada mengetuk pintu. Sontak wanita tersebut bangkit dan membalikkan tubuhnya. Nada terbelalak. Wajah ayu wanita yang mirip Dhira itu kelihatan sembab. Matanya bengkak. Sepertinya sudah lama menangis.
"Cari siapa?"
"Kenalkan, saya Nada. Teman satu sekolahnya Dhira. Ini beneran rumah Dhira, kan?"
"Iya, betul. Ayo silakan duduk."
Nada mengangguk. Ia duduk di sofa yang sudah tidak empuk lagi. Sementara wanita itu duduk di seberangnya.
"Ada perlu apa sampai repot-repot datang ke gubuk saya ini?"
"Begini, Bu. Kemarin Dhira ke rumah saya latihan biola. Terus sama papa saya dicarikan guru les biola, supaya kemampuan Dhira bisa diasah lagi. Saya mau bilang langsung apa Dhira mau apa nggak tapi nggak masuk sekolah," jelas Nada. Setelah itu ia melihat raut wajah wanita di hadapannya berubah.
"Maaf ya, Dhira lagi sakit. Sama dokter disuruh bedrest."
"Oh gitu."
Nada ingat-ingat lagi, rasanya kemarin Dhira terlihat sehat-sehat saja saat berada di rumahnya. Ah, mungkin Dhira masuk angin setelah menumpang mobilnya. Bisa jadi cowok itu alergi AC.
Entah kendali dari mana, Nada menumbukkan pandangannya ke sebuah pintu yang tertutup. Perasaannya mengatakan terjadi sesuatu di dalam ruangan tersebut. Nada penasaran, tapi tidak mungkin main menerobos. Dia hanya tamu di sini.
"Ya sudah kalau begitu saya pamit pulang saja. Tolong sampaikan ke Dhira, ya. Saya tunggu jawabannya di sekolah."
"Iya, nanti saya sampaikan."
Baru saja Nada berdiri, suara benda jatuh dari kamar yang tertutup itu terdengar. Sari beringisut mendekati kamar itu. Ia terlihat kesulitan membuka pintu.
"Dhira! Kamu kenapa, Nak?"
Nada mematung. Kenapa Sari kesulitan membuka pintu? Pasti ada yang tidak beres.
"Maaf, kenapa ibu nggak bisa masuk ke kamar ini?" Nada memberanikan diri bertanya.
Sari terisak. "Maafkan saya. Dhira sebenarnya tidak sakit, tapi dikunci sama ayahnya sejak semalam."
Yang Nada rasanya setelahnya adalah rongga dadanya menyempit. Pasokan udara di sekitarnya mulai menipis. Perih mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Tanpa dijelaskan secara rinci pun Nada sudah tahu selain di sekolah, Dhira juga terkena tindakan abusive dari orang tuanya.
"Saya bantu dobrak pintunya, Bu!"
Nada mencoba mendorong pintunya. Belum berhasil. Nada coba lagi, sampai akhirnya pintu terbuka. Tubuh Nada terhuyung. Beruntung, Sari membantunya berdiri. Tenaga gadis itu cukup besar ternyata.
"Dhira, kamu kenapa?" Sari berjongkok. Membantu Dhira berdiri, menyingkirkannya dari pecahan gelas kaca. Lalu mendudukinya di tepi ranjang.
Dhira menggerakkan tangannya membentuk persegi panjang. Sari mengangguk paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadhira [END]
Teen FictionWritten by: pesulapcinta Dhira paham, hidup menjadi penyandang disabilitas memang tidak mudah. Caci, maki, hujatan, perundungan yang dilakukan Chiko sudah menjadi makanan sehari-hari. Memiliki cita-cita yang tinggi hanya omong kosong, terutama bagi...