Bab 1 = Berkunjung

5.8K 1.2K 89
                                    

1 hari setelah menghilang
Kim Taehyung

Hari ini aku adain ulangan matematika. Aku sudah mengeprint soalnya dan juga sudah menyalin jawabanya. Setelah itu, aku datang ke kelasku dengan santai dan membawa kertas ulangan.

Ketua kelas Jeongin mulai mengatur teman kelasnya. Semua murid duduk di tempatnya masing masing selain Beomgyu. Rencananya aku mau memulangkan buku harian yang terselip di buku tugas.

Tapi aku harus mengawasi anak anak dahulu baru bisa kerumah Beomgyu.

"Anak anak hari ini seperti yang dijadwalkan, kita ulangan ya." Setengah dari muridku mengeluh dan setengah lainya semangat. Aku mengeluarkan kertas ulangan tersebut dan siap membagikan kepada anak anak murid.

Lalu aku teringat sesuatu.

Kami memiliki penderitaan yang sama dimana banyak anak murid yang tidak belajar meminta kunci jawaban kepada kami. Untungnya Mashiho bisa menstabilkan rangkingnya sedangkan aku hanya berada di peringkat lima.

Jadi aku meletakan kertas ulangan itu kembali dan mencari soal ulangan di internet. Aku tau bakal ada yang melihat ponsel. Tapi ini cara terbaik untuk mengevaluasi kepintaran mereka yang sebenarnya.

"Ambil kertas selembar, dan kalian salin soal ini. Terus kalian jawab di kertas itu. Ingat saya mau caranya juga." Ucapku. Semuanya terkejut, mau tak mau mereka mengeluarkan kertas selembar.

Lai Guanlin yang sering melihat ponsel itu menyembunyikan ponselnya di bawah laci meja. Kumaafkan karena aku yang menjadi pengawasnya.

Aku kemudian menulis soal matematika yang kucari di internet. Sejenak kulihat wajah anak anak di kelas ini. Mereka terlihat gusar dan semuanya pada melihat ke arah Mashiho.

"Mashiho, kamu kerjakan soalnya didepan saya." Ujarku yang mendapat teriakan dari teman temanya.

"Lah, kok kaya gitu pak. Kan semuanya diperlakukan adil dong." Kata Jeongin karena dari awal dia yang berani berbicara.

"Atau kamu mau gantian dengan Mashiho, siapa yang ingin gantian dengan Mashiho tunjuk tangan." Titahku. Tidak ada yang berani tunjuk tangan.

"Baiklah sekian terimakasih, waktunya seperti biasa. Semoga berhasil." Kataku kepada murid murid. Mereka akhirnya mengerjakan ulangan mereka. Dapat kudengar bahwa Mashiho berterima kasih padaku.

"Makasih ya pak."

"Santuy aja, kamu kerjakan soal ulangan aja. Nanti waktunya terkuras." Mashiho mengangguk dan kembali melanjutkan tugasnya.

Aku melirik ke arah Mingyu yang menghitung sendirinya. Dia tidak melihat ke arah siapapun, dia memang berada di peringkat empat.

Mungkin dia tidak mau ada orang yang mencontoh punya dia. Setelah itu, aku melihat ke arah Jaehyuk yang hanya tidur. Mungkin dia sudah menyerah dengan soal ini.

Bagaimanapun cara curang mereka, aku tau yang mana yang belajar dan yang mana yang menyalin saja. Aku harus lebih tegas kepada mereka agar mereka tidak bisa menyontek.

•••

Setelah sekolah berakhir, aku berjalan ke arah parkiran. Aku menentengkan buku harian milik Beomgyu agar tidak lupa. Rencananya aku ingin memberi buku ini kepada orang tuanya agar mereka tau bagaimana sifat asli Beomgyu.

Dan aku juga sekalian ingin berbicara kepada orang tua Beomgyu.

Perjalananku kerumah Beomgyu tidak lama karena sesuai di buku harianya, jarak rumah dan sekolahnya dekat. Mungkin jalan kaki saja bisa sampai ke sekolah dengan tepat waktu.

Aku keluar dari mobil. Buku Beomgyu kumasukan ke tasku agar mereka tidak mengira bahwa aku kemari hanya untuk mengembalikan buku harian saja. Aku juga ingin bersilaturahmi di rumah mereka.

Tok tok tok

Tak lama juga pintu terbuka dan menunjukan Ayah dari Beomgyu. Ayahnya heran denganku. Mungkin dulu yang mengambil lapornya itu ibunya.

"Mohon maaf, anda siapa?." Tanya ayahnya. Wajahnya yang kusam dan matanya yang merah itu menandakan bahwa dia stres karena anaknya hilang.

"Saya wali kelas Beomgyu. Bolehkah saya masuk?." Bukan si Ayah, namun Ibu Beomgyu langsung muncul dipintu yang memblokir pandangan Ayah Beomgyu.

"Silahkan masuk." Ucapnya. Ibu dan Ayah Beomgyu memberi celah dipintu sehingga aku bisa masuk ke tempat mereka. Setelah masuk, aku duduk di sofa tamu.

"Maafkan rumah kami yang berantakan. Aku akan membuatkan minuman untukmu." Ibu Beomgyu tidak melihat mataku ketika dia berbicara. Sedangkan ayahnya begitu intens bertatap pandang denganku.

Bahkan sebelum mengangguk, Ibu Beomgyu sudah berjalan ke arah lain yang kurasa dapur. Tersisalah aku dengan Ayah Beomgyu.

"Maaf menyita waktu anda. Tapi saya kesini karena saya turut prihatin kepada anda dan sekeluarga. Beomgyu merupakan murid yang pintar, bahkan sebenarnya dia bisa mendapat peringkat 3 besar." Ujarku.

Mata Ayah Beomgyu terkejut seketika. Mungkin peringkat lima besar sudah begitu bagus jadi dia terkejut anaknya berada di peringkat tiga besar.

"Kenapa anda tidak memberinya peringkat tiga?." Tanya Ayah Beomgyu penasaran. Aku menghela nafasku dan membongkar isi dalam tasku. Aku cuma mau memberikan buku harian milik Beomgyu.

Tetapi kegiatanku terputus karena mendengar teriakan seseorang. Dan kurasa yang berteriak itu Ibunya. Lantas aku berdiri dan ingin menyusul dimana teriakan itu.

Namun Ayah Beomgyu melarangku pergi melihat keadaan Ibu Beomgyu.

"Dia sedang stress, kurasa waktu anda tidak tepat saat ini. Silahkan berkunjung besok saja." Jelas Ayah Beomgyu. Mau tak mau aku menganggukan kepalaku dan keluar dari rumah tersebut.

Aku berjalan menuju mobilku dan melemparkan tasku begitu saja. Karena tas itu tidak kututup tadinya, isi tas tersebut berserakan di mobil. Hal yang pertama keluar adalah buku harian Beomgyu.

Aku masih dirumah Beomgyu. Masih ada kesempatanku untuk memberikan privasi ini kepada orang tuanya.


Sialan, aku langsung pulang ke rumahku dengan tujuan membaca buku harian Beomgyu muridku yang hilang sampai saat ini.

Buku Harian Beomgyu (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang