Rokim benar-benar sinting. Mail penasaran ada hubungan apa dia dengan stik drum itu, atau simbol itu. Mungkin sekarang dia lagi kena gebuk pedagang mie ayam karena berusaha mencolok mata Mail. Dari itu ia kedapatan ide buat mendemokan ke Badri.
"Lihat nih ya." Sebelum menunjukkan ke Badri, Mail mengetesnya dulu di kamar. Bisa. Mail mengambil pisau dari dapur, lalu mengiris tangannya di hadapan Badri. Temannya mau mencegah karena tak tega. "Gak berdarah kan. Gak luka."
"Buset, belajar debus dari mana lu?" Badri menganga. Mail menawari Badri untuk mengiris tangannya tapi ditolak. "Gilak, ogah wa. Iya iya, wa sekarang percaya."
Mail cerita tentang Rokim.
"Wa tebak sih, dia kayaknya yang punya kekuatan ini deh."
"Bisa jadi, wa juga mikirnya gitu."
"Ya udah, lu coba panggil namanya tiga kali sambil mukul stik."
"Gak di sini juga kali. Berabe ntar urusan ama ustaz." Lagipula mungkin dia lagi gila.
Di masjid, Badri iseng minta Mail untuk menyentil pegangan tangan dari besi di tangga. Bunyinya seperti memukul pakai besi. "Gokil emang. Temen wa Gaban."
Malam itu Mail bisa tidur seperti teman lainnya. Dengan kekuatan tak sembarangan ini ia masih bisa berenergi penuh kapan pun, tapi ketika mau tidur, bisa dengan mudah. Tak perlu menguras dulu. Selain ujicoba debus, Mail tak berani menjajal kemungkinan kekuatannya yang lain. Ia sudah menulis daftarnya: menembakkan listrik dari tangan, tubuh sekuat badak, tahan panas, tahan pedas....
Mimpinya kali ini membawa Mail ke tempat sunyi itu lagi. Langsung berhadapan dengan manusia-manusia berkepala api. Jumlahnya banyak. Tapi ada yang aneh. Ini bukan tempat sunyi yang seperti padepokan. Ia salah menerka karena situasi lagi gelap. Tempat sunyi kali ini adalah gedung panti! Wah pertanda apa ini.
"Siapa kalian?" takjub, suaranya dapat terdengar.
Barisan kepala api itu berbicara bersamaan. Terdengar seperti gerung kenalpot motor racing jamet. Tanya kepada Astacakra gagal itu...
"Apa tuh Astacakra?"
Tanya Rokim..
Lalu di atas barisan kepala api, turunlah bola api sebesar bulan. Punya muka. Rautnya menunjukkan kekejian. Seperti memberikan sebuah janji. Janji kehancuran yang niscaya terjadi. Mail menggigil. Ironi, karena ia tahan panas dan dingin.
Mail terbangun. Berkeringat. Napasnya memburu. Ia cek telapak tangan dan dadanya agak menyengat. Simbolnya menyala. Ia keluar ke kamar mandi. Di lantai balkon ia melihat ke atas, bulan tengah bulat sempurna. Itu mengingatkannya pada sosok bulan api di mimpi. Ia menggigil. Buru-buru ke kamar mandi. Mail mencelupkan tangan ke bak mandi. Terdengar bunyi desisan panas mencium air.
Setelah dari kamar mandi, Mail ambil stik drum lalu naik ke lantai atas tempat jemuran. Mimpi tadi menimbulkan pertanyaan besar. Itu mesti dijawab sekarang. "Rokim, Rokim, Rokim." Mail memukulkan stik drum sembari diaktifkan simbolnya.
Muncul kabut di bawah toren air. Rokim muncul di sana. "Gan, gua lagi enak-enak tidur lu panggil. Ada apaan nih, urgen gak?"
Dari gaya bicaranya Rokim lagi agak beres. "Tolong jelasin." Mail menceritakan mimpinya barusan.
"Lu bisa bikin gua kopi dulu gak? Sepet nih."
"Yaelah. Oke deh." Mail turun ke dapur dan memasak air. Lalu secangkir kopi jadi. "Nih."
"Yaelah, kemanisan ini mah. Gua sukanya pahit."
Mail menyetrum Rokim pakai stik drum.
"Oke oke." Rokim angkat tangan. Dia ambil duduk di bawah tiang jemuran, bersandar. "Yang lu temuin di mimpi dan di alam lain waktu itu namanya Ganaspati. Dia musuh utama alam itu. Yang gua bilang kekuatan lu itu bukan main-main. Ganaspati bakal jadi musuh yang mesti lu kalahin."
Mail tersentak. "Seriusan?"
"Serius gan. Gua juga gak ngerti kenapa lu yang kepilih. Padahal masih banyak yang lebih bener."
"Eh sialan. Gimana batalin kekuatan ini? Jangan wa deh. Besok mau ulangan soalnya. Terus kudu latihan ngeband juga. Batalin plis batalin."
"Gak bisa gan. Udah telanjur. Lu mesti hadapin tuh Ganaspati."
"Hadee. Wa mesti ngapain? Gimana cara ngalahinnya?"
"Lu mesti pelajarin kekuatan lu dalam waktu singkat. Gua khawatir Ganaspati bentar lagi masuk ke dunia sini. Dia tuh demen makanin penghuni dunia-dunia."
"Dimakan?"
"Gak dimakan kayak gitu juga sih. Intinya dia ngelenyapin penghuni dunia itu supaya dia bisa ambil alih, terus beberapa penghuni ada yang dia pilih jadi Palageni. Itu tuh yang lu bilang orang kepalanya api. Mereka anak buah Ganaspati. Mereka kayaknya yang bakalan nongol duluan ke sini. Kita mesti hati-hati gan. Keknya udah mulai. Hati-hati juga jangan keseringan nyebut namanya. Karena dia bisa baca pikiran, terutama yang lagi takut ama penampakannya. Ntar lu didatengin. Nah, yang didatengin bukan lu duluan. Tapi orang-orang yang lu sayang."
Mail merinding. "Plis deh batalin, batalin. Besok wa mau ulangan."
"Mulai siaga aja gan. Orang-orang di sekitar kita jangan-jangan Palageni. Atau anteknya."
Mail frustasi. Dengan kekuatan yang ia miliki, mungkin saja bisa mengalahkan mereka. Tapi beban mendadak ini yang bikin ia tidak siap. Siapa sih Mail, hanya anak SMP kelebihan energi yang pengin jadi anak band, itu juga kebetulan. "Lu sebenernya siapa sih?"
"Gua Rokim gan, kan udah dibilang tadi."
"Lu sebelumnya kayak wa ya?" Mail menuduh. Rokim angkat tangan.
"Kena deh. Yaudeh gua jelasin lagi. Gua emang Astacakra sebelum lu. Tapi..."
Berhenti sejenak. Membuat Mail geregetan. "Tapi apa gan?"
"Buatin kopi lagi dong, hehe. Ceritanya bakal panjang nih. Dan kayaknya gua bakal nangis, bawain tisu juga yak."
Mail bangkit, lalu menembakkan petir ke perutRokim. "Gak beres banget sih lu jadi orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTACAKRA #3 PANCAR KETIGA
FantasyBerawal dari stik drum pemberian orang gila, Ismail Daud yang hanya ingin mengikuti audisi pemain drum band Punk ternama, tiba-tiba menghilang dan balik-balik memiliki kesaktian yang berasal dari kosmik dunia lain. Demi mencari jawaban, ia memburu o...