Mendadak Sakti

83 14 0
                                    

Kesunyian tempat itu membuat telinga Mail berdenging, ancaman yang entah ada atau tidak, bergentayangan di balik kabut. Tak ada udara bergerak, rasanya pengap. Mail sampai merasa mau sesak napas. Ia menggantungkan pencahayaan dari telapak tangan. Semakin ia diserang takut, semakin cahaya itu meredup. Ia putuskan untuk berhenti menenangkan diri di satu gubuk.

"Ini di mana yah?" seingat Mail, tidak ada tempat seperti ini di sekitaran Gading Serpong. Ia semakin yakin, ini bukan lokasi syuting. Tidak kelihatan sama sekali kru film. Ia sudah melambai-lambai menyerah, seperti di tayangan dunia lain. Namun, tak kunjung ada yang menjemput mengamankan.

Setelah cukup tenang dan mendapatkan kembali cahaya di telapak tangannya terang kembali, Mail bergerak mengecek rumah kayu satu per satu. Tempat itu terdiri dari puluhan rumah kayu beraneka ukuran. Lalu di suatu tempat dengan lahan luas dan pagar bambu runcing mengelilingi, ada semacam balai besar dengan tiang penyangga balok-balok kayu seukuran tiga rentang tangan orang dewasa. Tempat itu seperti padepokan.

Mail masuk ke padepokan itu. Tidak ada orang sama sekali. Ia bersuara tapi masih ditelan senyap. Kondisi tanpa suara ini membuat keseimbangan tubuhnya terganggu. Mail berjalan agak terhuyung. Di balai ia menemukan sesuatu. Di lantai balai, tertera sebuah simbol bintang ujung delapan yang identik dengan yang tertoreh di telapak tangannya. Baik dari kedua tempat, simbol itu menyala. Mail kesilauan. Terjadi ledakan cahaya, kemudian dalam sekejap, simbol tertera di lantai balai berubah jadi semacam sumur. Mail tak mengerti, karena itu ia takut, dan ia pun mencoba kabur.

Tapi ada yang mencengkeramnya. Tali laso tak kasat mata yang mengikat perut, lalu menghentak menariknya masuk ke dalam sumur dalam kecepatan yang bikin muntah.

Yang menyambut Mail di dasar sumur bikin ngeri. Mail berteriak kencang. Ia ditarik dan diceburkan ke kolam berisikan lahar panas. Mail direbus hidup-hidup. Panas tak terperikan. Ia yakin tulangnya ikut leleh. Masih dengan tali laso yang sama, ia diangkat, dalam sekejap tubuhnya utuh kembali, menjadi perak baja. Mengilat. Setelah memadat, ia dibawa melejit ke atas dengan kecepatan cahaya. Sampai menembus langit dan ke angkasa luas. Ia kini dicelupkan ke matahari. Mengerikan. Jutaan kali lebih panas dari kolam lahar tadi. Rasanya ia tak berwujud lagi. Lenyap sebelum tercelup. Oleh tali laso tak nampak, Mail ditarik keluar, ketemu vakum ruang angkasa, ia memadat kembali. Sekuat baja hitam. Proses tarik menarik dan cemplung mencemplung itu berlangsung ratusan kali. Sampai Mail memutuskan untuk pasrah saja. Yang penting setelah ini ia bisa pergi dari tempat entah apa ini.

Setelah proses cemplung mencemplung di lahar dan matahari selesai, Mail dilempar ke tempat dingin. Mirip kutub utara. Ia ditempatkan menancap pada batu es. Tangannya merentang. Simbol pada telapak tangannya menyala. Di tubuh bajanya menjalar garis tipis seperti urat darah, tapi menyala keemasan. Berjuta kali ia dilindas bola salju. Masih tertancap kuat dan tidak tampak tanda-tanda kolaps karena kedinginan.

Pertanyaan 'aku sedang diapain sih, apakah ini mimpi' tak lagi muncul di kepala Mail. Ia pasrah saja. Pasrah dan sabar. Seperti yang diajarkan ustaz di panti.

Setelah dari tempat dingin itu Mail berpindah ke ruang kosong. Ia melayang. Tubuhnya kini tubuh manusia biasa. Hanya saja dalam wujud tubuh orang dewasa. Tali laso yang menariknya tadi kini menampakkan diri. Panjang hitam dengan ujung emas dan lancip seperti pena. Tali lasonya bergerak seperti ular, pertama mengamati muka Mail. Lalu turun dan mulai merajah dada Mail dengan simbol yang sama seperti di telapak tangan. Menyusul kemudian muncul tali-tali lain, bukan tali, melainkan kabel. Mereka mencetak semacam kostum perang untuk Mail. Keren sekali. Warnanya paduan merah, hitam dan jingga. Kostum itu terpasang langsung setelah jadi ke bagian-bagian tubuh Mail. Setelah lengkap, kostum itu menyusut secara magis masuk ke simbol di dada. Tali laso perajah tato menekan titik di tengah simbol lalu kostum itu terpasang lagi di tubuh Mail. Menakjubkan.

Dari depan sana, muncul setapak tangan besar sekali. Gerakannya cepat. Buk! Menampar tubuh Mail hingga terlempar kembali ke tempat paling sunyi. Mail kembali ke wujud anak SMP dan baju olahraganya. Memandang ke sekeliling. Ia masih di balai dan sumur di tengah telah berubah jadi simbol. Ia buru-buru pergi dari situ. Di pagar padepokan, ada yang mencegatnya.

Sesosok manusia berkepala api. Dia menunjuk Mail dan tak berkata apa-apa. Dia bersiap berlari. Mail terpaku, bingung mau ngapain. Selagi berlari sosok berkepala api itu menggandakan diri, sehingga semeter mencapai Mail mereka sudah berjumlah enam belas. Mengepung Mail.

Terdorong naluri, Mail mengepalkan tangan dan simbol di dada dan telapak tangannya menyala. Ia hantamkan ke tanah. Empasan energi cahaya mementalkan enam belas kepala api berpencar.

Dari atas, muncul bola api yang begitu besar, hampir seukurang bulan. Ralat, itu bukan bola api. Itu kepala. Kini mengangakan mulut untuk mencaplok Mail. Mail menyilangkan tangan ke atas, memancarkan sorot cahaya. Terlambat, ia keburu tercaplok.

Di ruang studio markas Raung Raung, terjadi ledakan cahaya lagi. Membuat Bili Rubin dan kawan-kawan terjengkang kaget. Mail telah muncul di belakang drum. "Ayo, broo, ngapain bengong. Ayo lanjut." Mail mengetuk stik drum tiga kali. Lalu menggebuk drum dengan tempo cepat. "Mana perlawanannya!"

Bili Rubin bergegas bangun lalu menggasak gitarnya lagi. Satu sesi itu menghasilkan tiga lagu baru Raung Raung.

"Resmi ya bro Mail. Lu jadi bagian dari perlawanan ini. Mari meraung dengan lantang." Bili Rubin menjabat tangan Mail.

Entah apa yang merasuki Mail. Ia jadi lebih percaya diri. Ia mendadak sakti dalam segala hal. Setelah audisi ia diajak nongkrong di bengkel. Tapi ia menolak karena mesti balik ke panti. Bili Rubin tidak masalah, kapan-kapan manajemen band akan berkunjung dan meminta ijin pengurus panti untuk merekrut Mail.

Menggebuk drum untuk band punk cukup terbukti dapat menyalurkan kelebihan energi Mail secara optimal. Tidak hanya penyaluran, tapi juga produktif. Mengeluarkan keringat untuk berkarya. Menarik. Malam itu Mail dapat tidur lebih awal. "Tumben cuy tidur sore." Celetuk Badri di jam sepuluh.

Di mimpi, Mail kembali ke ruang kosong tempat ia dirajah tato. Terdengar suara campur-campur. Yang bisa ia tangkap hanya sepotong, temukan Rokim.

Siapa pula Rokim itu?

ASTACAKRA #3 PANCAR KETIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang