Dilatih Orang Gila

70 12 2
                                    

Mail kembali tidur setelah merenung satu jam. Jadwal latihan bareng Raung Raung besok lusa. Besok ada ulangan. Tadi ia belajar sedikit, lebih banyak ngobrol dengan Badri. Di tidurnya yang kedua, ia memimpikan Ganaspati lagi. Kali ini di padepokan yang ia singgahi dalam waktu singkat itu. Kilasan kejadian ketika Ganaspati berhasil masuk ke tempat itu. Alam yang awalnya asri kehijauan, berubah jadi hitam, seperti gosong terbakar. Langitnya berubah kelam. Ganaspati memuntahkan bala pasukan Palageni. Gelombang kedua penyerangan Palageni terjadi. Mereka berhamburan menyatroni tiap rumah. Kepala api mereka memanjang, mengisap ruh dari setiap penduduk. Lalu tubuh-tubuh kosong itu mereka umpankan ke tuan baginda Ganaspati. Pemandangannya kalau dari jauh, seperti Ganaspati sedang menyedot boba.

Mail terbangun sebelum subuh. Ia memerhatikan teman-teman pantinya dengan sedih. Mereka bisa disebut keluarganya juga. Dan kalau Ganaspati datang, mereka yang akan terlebih dulu disedot. Itu tak boleh terjadi.

Mail punya kekuatan ini. Mimpi buruk itu bakalan terjadi kalau dia berdiam diri. Keputusan ada di tangannya. Duh pusing. Hari ini ulangan akhir semester. Ia harus pikirkan itu dulu. Oh, kegalauan ini akan ia coba adukan ke Tuhannya pas salat subuh.

Kini setiap berangkat ke mana pun, stik drum selalu ia bawa. Mau ditaruh di tas, di kantong, atau diselipkan di belakang. Jangan sampai barang itu ketinggalan. Meski tanpa stik pun, ia sudah sekuat badak. Kalau ada kejahatan, begal misalnya, ia seruduk saja orang itu. Tapi kalau pakai stik, ia bisa dengan mudah menyetrum penjahat.

Andai saja ia tak begitu pengin ikutan audisi pemain drum. Pasti stik drum itu tak jatuh ke tangannya. Atau malah tetap jatuh? Tapi dengan medium lain. Entahlah. Tuhan, beri hamba petunjuk.

Hari itu Mail memfokuskan diri mengerjakan ulangan dengan sebaik mungkin. Ia tergolong yang cukup baik akademiknya. Beda dengan anak panti lain yang sekolah di tempat yang sama, mereka pada anjlok. Apalagi Badri. Pertanyaannya apa, jawabannya apaan. Jam pertama yang mengawas adalah Pak Sobri. Beliau semacam beri kode-kode ke Mail seputar kegiatan ngeband dengan Raung Raung. Bahkan sebelum ulangan Pak Sobri mengumumkan secara resmi kalau Mail yang diterima. Teman-teman tidak percaya.

"Perasaan Mail mah pemain marawis, bukan drum." Kata salah satu teman.

"Elunya aja yang kagak tahu. Mail mah bisa main apa aja. Main sirkus juga bisa kalau dia mau." Bela Badri.

Sekelas tepuk tangan.

Di penghujung ulangan, Mail merasakan firasat yang ganjil. Ia melihat guru-guru yang lewat depan kelas seolah kepalanya menyala. Ia teringat perkataan Rokim tentang Palageni yang mungkin sekarang sudah menyusup di dunianya.

Ketika mengumpulkan ulangan, Mail diminta Pak Sobri nanti pas jam istirahat ke ruang studio. "Oke Pak."

Setelah ulangan kedua adalah jam istirahat. Mail ke ruang studio. Pak Sobri sudah di belakang drum. Pak Sobri bertanya pendapat Mail tentang Raung Raung. "Mereka asyik sih Pak. Pandangan sosial mereka keren."

"Mantab. Ohya kemarin pas audisi malah bikin lagu ya."

"Iya Pak. Dapat tiga lagu baru."

"Keren keren. Boleh lihat stik drumnya?"

Mail membuka tas dan meminjamkan stik drum itu. "Ini beli di mana? Simbol tribalnya keren. Singkatan apa ini? Saya belum pernah lihat merek ASTCKR. Gimana bacanya?"

"Itu dikasih orang Pak. Kayaknya dibikin sendiri. Kurang tahu juga apa singkatannya."

"Aston Kutcher kali ya."

"Asta..." Mail membungkam mulutnya. "Aston Ceker, sepertinya lebih cocok Pak dengan singkatannya. Mungkin orang Jawa Tengah yang kelewat kreatif."

"Haha masuk masuk."

ASTACAKRA #3 PANCAR KETIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang