Gebuk Tiga Kali

52 10 0
                                    

Mail sampai di panti, lari cepat ia, tidak ngos-ngosan ia. Orang pertama yang ia temui adalah Badri. "Bad, bad, ini masih elu kan?"

Badri membalas dengan mengecek suhu jidat Mail. "Lu sakit yak? Iyalah ini wa. Emang siapa lagi?"

Mail mengembuskan napas lega. Meski begitu ia mesti terus waspada. Ia ajak Badri ke taman bermain punya gedung sekolah sebelah yang masih menyatu dengan gedung panti lama. Mereka duduk di jungkat-jungkit. Mail membeberkan pelan-pelan apa yang dialaminya. Sepanjang cerita Badri mengernyit terus.

"Kepalanya berapi badannya kagak? Fix, itu mah Ghost Rider." Kata Badri.

"Pocong Rider cuy kalau wa bisa bilang mah. Serangan wa gak ampuh semua sial. Ngeri wa kalau mereka beneran bisa masuk ke sini. Lu semua bakal ditelen."

"Ntar wa bacain ayat kursi lah."

Mail tidak kepikiran untuk pakai cara itu. Ia hapal sih ayat kursi. Nanti deh kalau berhadapan lagi dengan Ganaspati. Mail masih takut-takut mau kembali buka Lawang Ombo. Tempat yang ia datangi nanti pasti perut Ganaspati, karena pintu terakhir darurat yang ia buka dari sana.

Semalaman itu ia meningkatkan kewaspadaan. Berharap energi Astacakra juga dapat mendongkrak lima inderanya, dan sekalian indera keenam kalau bisa. Sampai ia tidur, indera keenam belum aktif jua. Mail mengamati Pak Ustaz, gerak-geriknya masih seperti biasa. Aman. Di masjid tadi juga ia mengamati ketua yayasan dan para pembina panti. Aman.

Ia terjaga dini hari. Naik ke area jemuran untuk makan roti sobek. Ia buatkan cangkir kopi. "Rokim, Rokim, Rokim." Orang gila itu tak kunjung muncul. Mail mengucap namanya sampai dua puluh satu kali, juga tak muncul. Rokim benar, sisa-sisa kekuatan Astacakra miliknya sudah pindah ke diri Mail.

Kopi keburu dingin. Mail akhirnya turun. Besok masih ada ulangan dan sepulang sekolah ada jadwal latihan dengan Raung Raung. Ia tidur dan bermimpi sunyi. Dirinya berdiri di tempat lapang kosong berkabut. Nuansa ungu gelap kentara di tempat itu.

Lalu mata Ganaspati muncul di hadapannya. Menatap tanpa suara. Masih mengancam. Menikmati kekhawatiran panjang Mail. Sebuah janji pasti. Aku akan datang ke duniamu.

Mail terjaga lalu langsung salat malam. Ia tidak tidur lagi sampai subuh. Matanya siaga. Mengisi waktu sampai sarapan lalu berangkat, Mail baca-baca buku catatan. Meski digempur ancaman dari dunia lain, ulangan jangan sampai jeblok.

Mail kerjakan ulangan dengan baik. Jam pulang sekolah Bani Serep sudah menunggunya di gerbang sekolah. "Kata Bili Rubin, Raung Raung mau bikin studio deket-deket sini, jadi gua gak perlu jemput-jemput lu lagi."

"Wah mantab."

Mail tidak begitu mendengarkan Bani Serep ngoceh. Pikirannya masih berputar-putar pada cara mengalahkan Palageni dan Ganaspati. Sudah dapat satu alternatif cara. Pakai ayat kursi? Tapi apakah itu efektif? Mengingat Ganaspati bukan berasal dari alam sini.

Mail tahu-tahu sudah duduk di belakang drum. Stik sudah di tangan. Bili Rubin mengetes halo-halo. "Kali ini kita ulik lagu baru nih. Kita mau nyentil oknum aparat yang semena-mena menggebuk PKL. Judulnya Gebuk Tiga Kali."

Ting. Mail kedapatan ide. Ia menyalakan simbol di telapak tangan dan stik drum. Ia menggebuk snare dan bas drum tiga kali. Jantungnya berasa mengalir sebuah kekuatan.

"Mantab bro! Tancap!" Bili Rubin mulai menggasak senar gitarnya dari kunci A kres. Mail minta intro dengan gebukan drum panjang yang super cepat. Sekalian ia mau menguji idenya.

Gebuk tiga kali. Gebuk tiga kali. Rentetan gebukan panjang. Gebuk tiga kali. Berhenti. Gebuk tiga kali. Gebuk tiga kali. Telapak tangan Mail menyala. Dada Mail menyala. Anggota band yang lain tidak memerhatikan, mereka langsung menyambut intro drum gokil Mail. Pecah. Sayatan distorsi gitar Kelo Aidi dan betotan sadis Veri Ses bikin pecah ruangan. Tak disadarai Mail, ia baru saja menciptakan kubah cahaya pelindung dan membawa tiga kawan barunya itu ke perut Ganaspati. Musik kencang mereka masih bermain. Membuat kegaduhan di perut Ganaspati. Bili Rubin yang pertama menyadari. Dia langsung berhenti bermain dan ketakutan menyaksikan kepala-kepala api melayang di atasnya. Menyusul kemudian Veri Ses dan Kelo Aidi. Yang tidak berhenti adalah Mail. Gebukan mautnya mengirim gelombang energi, membuat kepala-kepala api itu meredup lenyap. Getaran berikutnya datang dari Ganaspati yang murka. Mail membuka mata karena kok hanya ia yang memainkan instrumen. Ia melihat teman-temannya meringkuk ketakutan. Mata Ganaspati sudah di hadapan. Mail buru-buru membawa mereka kabur dari tempat itu.

Mail membelalak. Barusan ia berbuat kesalahan. Tanpasengaja melibatkan tiga temannya. "Sori gais... yang barusan itu...."

ASTACAKRA #3 PANCAR KETIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang