Meraung dan Menggila

57 8 0
                                    

"Kita adain konser dadakan." Itulah rencana Mail.

"Gile lu. Mana bisa dadakan." Protes Bili Rubin.

"Gak usah yang resmi bro. Lu adain panggung. Trus kerahin basis fans aja. Kita bagi kekuatan Astacakra ke mereka. Gak perlu pake tato. Pake swag aja. Kaos kek, bandana kek, stiker kek. Kita sablonin simbol Astacakra."

"Gak keburu bro. Mau berapa banyak emang?" Veri Ses menghitung.

"Seribu aja cukup. Tenang, kita ada bala bantuan. Waktu gak jadi masalah." Mail menjelaskan konsep waktu portal Astacakra.

Ketiga temannya membulatkan mulut, dan mengangguk-angguk. "Yaudah kita hajar aja. Bani Serep gua minta ambilin stok kaos. Kelo siapin printer buat nyetak stiker, bawa laptop sekalian. Veri lu umumin ke twitter, kita mau konser. Ntar temen-temen basecamp bengkel perlawanan yang nyiapin alat musik ama panggung kecilnya."Bili Rubin mengkoordinir.

Tak lama kemudian, Bani Serep dan beberapa orang naik turun membawa seribu stok kaos polos. Kertas tebal untuk dijadikan cetakan. Busa dan berkaleng-kaleng cat akrilik. Seiring stoknya dibawa turun, Mail membuka portal ke Triastra. Orang-orang sana berbondong-bondong membantu. Mail dan Kelo Aidi sudah di Triastra. Orang-orang padepokan takjub dengan laptop dan printer yang dibawa Kelo Aidi. Setiap lembar kertas yang dicetak langsung dipotong-potong oleh orang padepokan.

Veri Ses dan Bili Rubin menyusul ketika stok kaos sudah diboyong masuk ke Triastra. Lalu mereka mengoordinir cara sablon cepat ke kaos. Putra-Putra dan Putri-Putri turun tangan. Sesekali Bili Rubin balik ke studio untuk memastikan persiapan manggung di lapangan sunburst BSD. Anak-anak punk se-Tangsel siap katanya. Mereka bakal siap nanti malam.

"Kau yakin bisa membagi kekuatanmu sebegitu banyak?" tanya Ki Hening kepada Mail.

"Ini adalah perlawanan bersama-sama. Yang kutahu efektif, kekuatan ini makin maksimal kalau berbagi. Astacakra tak hanya milikku."

Ki Hening tersenyum. "Maka berarti kau siap sebagai Astacakra."

Mempersiapkan amunisi tempur di Triastra berjalan sekitar tiga hari. Ketika semua sudah siap, Mail membuka portal untuk kembali ke waktu sekitar tiga jam setelah mereka semua masuk ke Triastra. Pasukan Raung Raung sudah banyak yang berkumpul di lapangan. Kaos langsung didistribusikan sembari Mail dan kawan-kawan mengecek sound system.

"Keren gak? Tagar kita ntar malem Meraung dan Menggila." Tanya Veri Ses, menunjukkan twitternya. Sudah banyak yang kirim cuitan bertagar itu. Ribuan stiker berangsur-angsur dibagikan.

"Bakalan gila emang nih. Dunia kita mau ditelen bro. Kita malah adain konser. Gokil dah." Kata Kelo Aidi.

"Orang-orang gak perlu tahu. Wa yakin cara ini berhasil. Kalau gak, wa yang bakal tanggung jawab." Kata Mail, berani.

"Wah gak gitu juga bro. Kita tanggung bareng-bareng lah." Bili Rubin menyalakan rokok.

"Kita lihat aja ntar."

Salah satu cara untuk mengundang Palageni datang adalah keramaian. Mail punya teori, kalau orang itu Palageni, kemungkinan tak mau mengambil kaos Astacakra. Ia sudah pesan ke Bani Serep dan timnya untuk mengamati orang-orang yang ambil swag.

Palageni nanti mungkin akan mencoba menularkan virus kepala api ke penonton konser Meraung dan Menggila. Di sela persiapan konser, Mail masuk ke ruang dadakannya. Bersila dan bertapa. Cahaya menyiram tubuhnya. Kesadarannya hanyut ke ruang angkasa, menghadap Baureksa Luhur.

Kau tahu apa yang perlu dilakukan. Percaya nalurimu.

Mail kembali ke waktu semula.

Menjelang jam delapan malam, lapangan sudah ramai anak punk dan orang-orang sekitar. Para pemotor pun menepi dan ikut gabung. Para anak jalanan gabung. Melalui Raung Raung suara mereka dilantangkan.

"Halo Raungers." Bili Rubin mengacungkan tangan metal ke udara. Penonton pun ikut. Disamarkan oleh lampu sorot dari panggung, Mail menyalakan suar metalnya supaya simbol-simbol pada kaos dan stiker yang dibagikan aktif juga. Ia merasakan gelombang hangat memenuhi lapangan. "Malam ini perlawanan kita akan sedikit beda. Kita ngaso bentar ngritik pemerintah. Malam ini kita ngelawan kesunyian. Lu lu pada pasti pernah ngerasain di suatu titik hidup lu, hidup kerasa sunyi banget. Sini gua kasih tahu, lu lagi diisep ama setan kesunyian. Gedek gua ama dia. Kuy kita lawan. Raung Raung!" Bili Rubin loncat-loncat sambil menggasak gitar. Mail langsung menggebuk drumnya menyambut.

Lapangan itu langsung hidup. Jauh dari kata kesunyian. Benar-benar ramai.

Dan mereka pun datang. Mail dapat merasakannya. Telinganya seperti budek sebelah. Permainan drumnya tidak berhenti. Ada kesunyian yang dipaksakan menyelinap ke keramaian ini. Energi yang berdenyut-denyut dari ribuan simbol Astacakra, beradu dengan upaya Palageni untuk menyelinap dan mengisap jiwa-jiwa yang lengah. Mail memberi isyarat ke teman-temannya bahwasanya pasukan Palageni sudah datang. Bili Rubin langsung melengkingkan suara cemprengnya. "Meraung raung raung raung....!" lalu disambut penonton. "Menggila gila gila gila...!" disambut penonton. "Lawan sepiiii!"

Penonton jingkrak-jingkrakan. Anak-anak punk membentuk tarian kerumunan saling sikut dan hantam tubuh. Menggila gila gila gila.

Distorsi gitar membuat udara bergetar. Mail mengacungkan suar metal dan merambatkan energi cahaya Astacakra bersamanya. Sekilas, kepala-kepala di antara keramaian penonton ada yang berubah jadi api obor.

"Meraung raung raung raung....!" penonton tak ada yang menyahut.

Det! Tiba-tiba listrik mati. Generator rusak. Lapangan gelap gulita. Di tengah kegelapan Mail bisa merasakan ada dua orang naik ke panggung dan menendangnya. Ia terjatuh ke belakang panggung, mencium tanah. Gara-gara listrik mati mendadak itu ia kehilangan konsentrasi menyalakan suar metal.

Di atas panggung, Bili Rubin dan kawan-kawannya juga dijatuhkan oleh dua orang penyusup. Mereka kemudian dilempar ke kerumunan penonton. Mail bangkit segera naik ke panggung. Di atas tumpukan sound system, ia melihat dua orang yang dikenalnya. Rokim dan Pak Sobri. Kepala mereka berapi-api. Tangan merentang ke udara.

Kesunyian menyergap Mail sampai ke sum-sum. Ia melihat ribuan penonton yang memadati lapangan dalam kegelapan, bergelombang, menyala kepalanya. Ia merasa kalah seketika. Dilihatnya langit, terbuka sebuah portal. Waktu terasa melambat, perlahan-lahan membeku.

Ganaspati telah turun ke bumi manusia.

ASTACAKRA #3 PANCAR KETIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang