CHAPTER 29

129K 8.6K 276
                                    

WAJIB SPAM KOMEN DI SETIAP PARAGRAFNYA.

Saat ini Alvaro memasuki kafe sesuai lokasi yang dikirim Audrey. Dia baru bisa menjemput Audrey kemari, lantaran menghadiri meeting penting dengan klien selama beberapa jam.

Saat melihat keberadaan tiga teman Audrey, Alvaro langsung berjalan mendekati mereka. Tiga orang yang tadinya asyik mengobrol itu, mendadak bungkam ketika mendapati Alvaro di hadapan mereka.

"Audrey mana?" tanya Alvaro tanpa ekspresi.

Sontak, ketiga gadis itu saling bertatapan untuk berkomunikasi. Selang beberapa detik, akhirnya Vera memutuskan untuk angkat suara.

"Ke toilet, Pak," jawab Bella dengan sopan.

Tanpa berucap sepatah kata, Alvaro berlalu. Meninggalkan Vera, Bella, serta Felicia yang melongo melihat reaksi suami sahabatnya tersebut.

"Asli, auranya Pak Alvaro nyeremin banget!" celetuk Felicia dengan heboh.

"Bener. Datar banget mukanya," timpal Vera.

***

Alvaro mengedarkan pandangan. Entah kenapa, dia merasakan feeling tidak enak tentang Audrey. Untuk itu, Alvaro harus memastikan bahwa gadisnya dalam keadaan baik-baik saja.

Alvaro terus melangkah, melewati satu per satu bilik toilet hingga langkahnya terhenti di depan salah satu bilik toilet yang tertutup dan terdengar gaduh dari luar. Alvaro pun mempertajam pendengarannya.

"Bau banget, iwh!"

"Cocok lo jadi kuman."

"Hahahaha!"

Di sela-sela tawa itu, Alvaro bisa mendengar suara ringisan yang begitu familier di telinganya. Tangan Alvaro sontak terkepal. Itu suara Audrey!

Tanpa menunda waktu, Alvaro mendobrak pintu itu hingga terbuka dan menampakkan Audrey dengan posisi terduduk di lantai dengan baju yang basah.

Mendadak, atmosfer di dalam toilet itu terasa menegangkan. Clara yang tadinya tertawa puas, kini tampak pucat. Begitu pun dengan kedua temannya.

Alvaro langsung menghampiri Audrey, melepas jasnya, kemudian menggunakannya untuk menutup tubuh Audrey yang menggigil kedinginan. Laki-laki itu lantas mengangkat tubuh Audrey dan menggendongnya ala bridal style.

Sebelum keluar, Alvaro sempat melayangkan tatapan mengintimidasi pada Clara dan dua temannya. Dia juga mengarahkan tatapan pada siswi ber-nametag Clara.

"Saya akan menindaklanjuti kejadian ini!" gertak Alvaro dengan nada penuh ancaman.

***

Tindakan Alvaro dalam menyita perhatian seluruh pengunjung kafe. Respons mereka tampak beragam. Sebagian dari mereka ada yang menatap penasaran, ada juga yang berbisik-bisik. Namun, ada yang hanya menatap sekilas, kemudian acuh tak acuh.

Sedangkan Vera, Bella, dan Felicia tampak khawatir saat melihat Alvaro membopong tubuh Audrey. Ketiga orang itu langsung membuntuti Alvaro dengan membawa tas Audrey.

"Audrey kenapa, Pak?" tanya Bella.

"Ya ampun, Drey, siapa yang giniin lo?" timpal Vera.

"Iya, Drey, bilang aja sama kita! Biar kita kasih pelajaran tuh orang," tambah Felicia berapi-api.

Di antara Audrey atau Alvaro tidak ada yang menjawab. Alvaro yang terus berjalan ke parkiran, sementara Audrey yang lemah, tidak mampu berkata-kata.

Usai mendudukkan Audrey di dalam mobil, Alvaro mengambil tas gadis itu dari tangan Bella tanpa kata-kata.

***

Dengan perlahan, Alvaro membaringkan tubuh Audrey yang terlelap pulas sejak dalam perjalanan. Gerakan laki-laki itu begitu pelan, lantaran tidak ingin membuat sang istri terjaga. Sesudah menyelimuti Audrey, Alvaro segera beranjak untuk membersihkan diri.

Sampai Alvaro selesai mandi dan berganti pakaian, Audrey masih nyenyak dalam tidurnya. Alvaro menatap gadis itu sejenak.

Audrey harus ganti pakaian, bila tidak nanti dia bisa sakit, batin Alvaro.

Alvaro kemudian mengguncang tubuh Audrey dengan penuh kelembutan. "Audrey bangun ... mandi dan ganti pakaian dulu," titahnya.

Alvaro tidak mungkin mengganti pakaian Audrey, karena bagaimanapun juga, dia merupakan laki-laki normal.

Tak butuh waktu lama untuk Audrey terbangun. Gadis itu menggeliatkan tubuh sembari perlahan membuka matanya. Yang dilihatnya pertama kali adalah wajah Alvaro. Setelah mengumpulkan kesadarannya, Audrey mengubah posisi menjadi duduk, lalu menyenderkan kepalanya di kepala ranjang.

Audrey meringis kesakitan kala tiba-tiba rasa pusing menyerang kepalanya. Melihat hal itu, Alvaro tentu saja khawatir. Dia mencoba mengulurkan tangan untuk memijat kepala Audrey dengan lembut.

"Sakit banget?" Audrey mengangguk singkat, ragu-ragu. "Mandi dulu, terus ganti baju kamu. Saya bakal siapin air hangat."

Alvaro beranjak menuju kamar mandi guna menyiapkan air hangat untuk Audrey. Selang beberapa menit, Alvaro kembali dan membantu Audrey berjalan ke kamar mandi.

Setelahnya, Alvaro keluar dan berjalan menuju nakas untuk mengambil ponsel, lantas menempelkannya ke telinga saat merasa bahwa panggilan tersambung.

"Rey, cari informasi tentang Clara Evania dan teman-temannya dalam waktu sepuluh menit, dan kirim ke Email saya," perintah Alvaro.

***

Audrey yang telah selesai dengan kegiatan mandinya langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Baru hendak memejamkan mata, dia merasakan sebuah tangan menempel di keningnya. Didapatinya Alvaro yang tengah duduk di tepi ranjang sembari menatap ke arahnya.

"Masih pusing?" Audrey mengangguk. "Makan dulu, saya udah buatin bubur."

Alvaro mengambil semangkuk bubur yang dia letakkan di nakas. Audrey lantas bangkit dari posisi tidurnya. Saat hendak mengambil alih bubur tersebut dari Alvaro, laki-laki itu menahannya.

"Biar saya suapin." Alvaro menyendok bubur, lalu menyodorkannya ke arah Audrey.

"A-aku bisa sendiri, Kak," kilah Audrey, merasa sungkan.

"Tidak ada bantahan," tegas Alvaro.

Kalau sudah begini, maka Audrey tidak bisa menolak. Audrey yang pasrah, lantas membuka mulut untuk menerima suapan Alvaro. Laki-laki itu menyuapi Audrey dengan telaten, sehingga bubur di mangkuk tersebut ludas dalam waktu sepuluh menit. Kemudian dia mengulurkan air putih dan menunggui Audrey meminumnya.

Gerakan Alvaro yang hendak membawa nampan ke dapur terinterupsi oleh suara dering ponselnya. Kembali meletakkan nampan di nakas, Alvaro meraih benda pipih itu kemudian berlaku saat melihat nama si penelepon. Dirasa cukup aman, laki-laki itu menerima telepon dan menempelkan ponsel ke telinganya.

"Semua data yang Bapak minta, telah saya kirim ke Email, Pak."

Tanpa membalas, Alvaro mematikan sambungan telepon, lantas segera mengecek Email dari sang asisten pribadinya, kemudian membacanya dengan teliti.

***

TBC

jangan lupa untuk vote dan komen. follow juga Instagram @aniintnputri_ dan @wattpadaniintnptr_

MY POSSESSIVE HUSBAND [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang