Special service

48 8 42
                                    

📍Kamar

7.12 AM

Jena membuka kedua kelopak matanya. Ia dapati sosok yang begitu menyayanginya berdiri dihadapannya dengan memegang buket bunga mawar merah dan tersenyum ramah, "Pagi Jena."

Cigo membantu Jena bangun dari tidurnya. Jena melihat lengannya yang penuh dengan hansaplast dan menatap wajah Cigo seolah-olah bertanya apa yang terjadi pada dirinya. Cigo tersenyum dan menggeleng enggan untuk memberitahu apa yamg terjadi pads kekasihnya. Ia tidak mau membahas kejadian menyakitkan semalam.

"Ini bunga mawar untukmu. Itu bunga asli. Seasli cintaku padamu." Cigo memberikan buket mawar pada Jena

Jena melihat seluruh sisi buket mawar yang ia terima, "Apa gunanya buket? Aku gak pernah menerima ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jena melihat seluruh sisi buket mawar yang ia terima, "Apa gunanya buket? Aku gak pernah menerima ini."

"Apa ya gunanya? Aku juga gak tau. Simpan aja Jen."

"Aku gak mau sekolah."

"Iya Jen. Kau homeschooling."

Jena mengangguk paham ketika ia mendengar kata homeschooling. Ia terlalu lelah untuk menginjakkan kaki disekolah. Terlalu muak dengan situasi sekolah yang mengerikan dan ucapan tidak benar yang memenuhi seluruh ruangan kepala Jena sehingga membuat dirinya ingin lepas kontrol.

"Mau ke Lotte World?"

"Mau!" Jena mengangguk setuju dengan ajakan Cigo. Sesampai di Lotte World, Cigo kehilangan Jena. Cigo panik bukan main saat ia dapati orang yang ia sayang tidak ada disisinya.

"Jena Lee!" Cigo terus teriak memanggil nama Jena. Ia tidak hiraukan pandangan aneh orang-orang yang berlalu-lalang. Dengan keringat dingin yang terus bercucuran didahinya, seorang bocah menarik ujung baju Cigo.

"Paman sakit?"

"Paman? Yang benar saja! Aku masih muda."

"Paman mencari seseorang?"

"Paman mencari istri paman. Kau kembalilah pada orang tuamu. Mereka pasti cemas jika kau tidak ada disisi mereka."

"Aku mencintai istri paman!" Teriak bocah itu padanya. Cigo tertawa saat seorang bocah mencintai Jena. Cigo merasa panas dan tertandangi oleh bocah tadi.

"Cigo."

"Kau darimana saja hah?! Kau gak tau betapa takutnya aku saat kau hilang?!" Cigo membentak Jena ditengah kerumunan orang banyak. Jena tertawa dan ia memeluk Cigo untuk menenangkannya.

"Apakah memelukmu bisa meredamkan amarahmu? Kau mau tau siapa yang salah? Kau yang salah brengsek. Aku selalu disisimu namun matamu selalu kesana-sini." Cigo malu sendiri mendengar ucapan Jena. Ternyata dirinya sendirilah yang salah dan melampiaskan amarahnya ke Jena. Nasib baik Jena tidak memukul Cigo didepan umum.

Cigo membeli balon. Tali balon tersebut ia ikatkan dipergelangan tangan Jena alih-alih ia akan tau kemana perginya Jena tiba-tiba disaat ia lengah. Jena menatap wajah Cigo dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Cigo tersenyum dan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, "Aku hanya takut kehilanganmu Jen. Maaf jika ini memalukan dirimu sebagai model."

Jena merangkul tubuh Cigo meskipun ia harus menjijit, "Seperti inikah jatuh cinta? Beberapa saat saja aku gak melihat wajahmu, aku cemas. Izinkan aku bersamamu lebih lama hari ini."

Seperti biasa Cigo selalu agresif dan tidak memandang tempat. Ia menangkup kedua pipi mulus Jena mendekatkan wajahnya pada Jena dan menciptakan jarak yang begitu dekat. Cigo mengecup bibir Jena singkat lalu ia tersenyum, "Begitu juga dengan aku Jen. Apa yang kau lalukan jika ada seorang cewe menggodaku dan merebutku darimu?"

Jena menunduk dan tersenyum. Ia menatap lengannya yang luka dan menatap wajah Cigo, "Haruskah aku membunuhnya lalu memutilasinya dan dagingnya ku masakkan untukmu? Kata orang daging manusia enak loh. Manis."

Ucapan Jena membuat atmosfer menjadi mengerikan ditengah hari yang cerah. Cigo memeluk dirinya sendiri dan ia merinding. Jena menggandeng lengan Cigo dan memasukkan tangannya disaku hoodie Cigo, "Psikopat tetaplah psikopat Cigo. Kau harus ingat itu."

"Bagiku kau seorang putri."

"Itu bagimu. Tidak dengan orang lain yang selalu menghakimiku tanpa alasan yang jelas. Aku akan baik-baik saja sehingga aku tidak perlu meninggalmu karena aku harus dirawat dirumah sakit jiwa."

"Kau mendengar ucapan dokter semalam?"

Jena hanya tersenyum dan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Cigo. Ia berlari meninggalkan Cigo seorang diri dan melambaikan tangannya seolah-olah ia akan pergi tak kunjung kembali.

I see, I feel u ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang