1 : About Her

1.2K 56 0
                                    

Itu sakit saat melihatmu sakit. Kalau Tuhan memang menulis jalan hidup seperti ini, apa boleh buat. Orang bilang itu sudah takdir. Beberapa orang bahkan berusaha untuk membaca takdir kita di waktu depan. Ramalan. Apa benar?

Suara nyanyian tak tentu melantun dari mulutnya, headphones ukuran besar dengan volume maksimal senantiasa menempel dikedua telinganya, membuat suara kebisingan dari cafe di Melrose ini terhalang. Melody mengetukkan jari telunjuknya pada meja yang terbuat dari bahan kayu itu. Terlalu kesal dengan apa yang sedang dipikirkannya.

Jus jeruk plus tambahan madu nan hangat itu terletak dihadapannya, menemani dirinya yang sedang gusar. Melody melihat sehelai daun jatuh ke lantai kemudian mengeluh sebal begitu seseorang memegang pundaknya.

"Aku sudah bilangkan, sore ini jangan diganggu dulu. Ini waktu sakral. Kamu ngertikan?" Melody tetap tidak membuka headphones-nya seolah tahu siapa gerangan orang yang mengganggunya itu.

Asa duduk dihadapannya, menatap Melody dengan tenang. Merupakan sebuah kebiasaan bagi Asa untuk menenangkan sahabatnya itu, meskipun Melody tetap tidak menghiraukan kehadirannya.

"Harusnya aku tahu apa yang dilakukan Lily pada mama." Melody membuka headphones-nya dan membiarkannya melekat di lehernya.

"Kamu kenapa sih?" Asa menautkan kedua alisnya.

Melody menghela nafas panjang, menegakkan punggungnya kemudian menatap mata biru laut Asa lekat-lekat. "Kau ingat bibi Kylie? Tadi siang aku menemuinya. Dia bilang dia punya penghilatan aneh mengenai mama dan ugh itu benar-benar diluar akal sehat. Kau tahu kan dia pernah bilang sama kita kalau dia itu cenayang?"

Asa mengangguk mantap "Jadi?"

"Jadi, dia bilang soal penyakit mama, rupanya itu ulah Lily."

"Tunggu dulu, Lily? Maksud kamu, Lily kakak tiri kamu?"

"Iya, Asa. Bibi Kylie bilang Lily bergabung dalam sebuah ajaran sesat, dia belajar ilmu-ilmu sihir atau sejenisnya. Kamu sadar betapa gilanya itu?!" Melody menghempaskan kedua tangannya keudara.

"Kamu jangan salah sangka dulu, Dee. Manatahu, bibi kamu itu salah." Asa menopang dagu.

"Aku juga mikir gitu pertama. Tapi bibi selalu ngedumel soal Lily dari pertama kali aki memijakkan kaki dirumahnya."

"Jadi sekarang kamu mikir bibi kamu itu salah atau benar?"

Melody menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, kemudian melenguh panjang. "Yang pasti aku nggak tahu."

"Jadi sekarang ibu kamu dimana?" Tanya Asa.

"Dirumah, sama Josh dan Toulouise."

"Toulouise?" Nama itu terdengar asing di telinga Asa.

"Anjing yang ku beli sama Josh waktu bazar di taman"

"Aku gak tahu kamu suka anjing."

"Asa, fokus!"

Melody melekatkan kedua tangannya pada kedua sisi wajahnya, memijat kepalanya lembut berharap rasa pusing yang membuat kepalanya berdenyut-denyut menghilang.

"Yaudah, Dee. Mending sekarang kamu pulang, mandi, dan lihat bagaimana perkembangan ibu kamu." Usul Asa.

Asa bangkit dari duduknya, Melody mendengus sebal, memasukkan ipodnya pada kantung kemejanya dan tetap memakai headphone di lehernya. Melody mengikuti langkah Asa yang besar ke luar cafe.

Asa merasakan sesuatu yang ganjil pada dirinya setiap berada disamping gadis yang sudah dikenalnya sejak berumur 7 tahun itu, meskipun kadang gadis ini sangat bawel, manja, dan kadang-kadang lemot, Asa bahagia berada didekatnya. Menjadi sahabatnya.

Satu-satunya hal yang membuatnya membatasi hubungannya adalah Asa takut kehilangan Melody. Asa masih sangat bingung dengan keputusanya dan perasaannya. Ia bertanya-tanya dalam hati apa ia menyukai Melody, atau bahkan lebih. Asa merasa kalau hubungan persahabatannya ini akan berakhir jika ia mengatakan hal yang sebenarnya. Asa sangat takut kalau Melody tidak merasakan hal yang sama, Melody akan menjauh darinya. Itu berarti Asa akan kehilangan Melody. Sampai kapanpun Asa tak siap akan hal itu. Menyayanginya sebagai sahabat sudah cukup.

"Kenapa kamu diam?" Melody memecahkan lamunan Asa yang senantiasa tetap berjalan ditrotoar, disebelahnya.

Asa tersenyum.

"Emang kamu pikir aku kayak kamu? Aku irit bicara." Melody memajukan bibirnya, mendengus sebal.

"He, kamu tahu gak?" Sahut Melody dengan semangat.

"Enggak."

"Ih, Asa aku belum ngomong" Sahutnya geram.

"Yaudah apaan, Melody sayaang?"

"Ih kamu," Melody memukul pelan lengan Asa. "Tadi bibi Kylie bilang soal kamu."

"Soal aku? Maksud kamu?"

"Yaa, tentang rahasia kamu yang gak kamu bicarain sama aku." Melody menatap Asa dengan senyuman menggoda.

Deg. Rahasia yang gak kamu bicarain sama aku. Apa mungkin yang dimaksud Melody itu rahasia yang berusaha disembunyikannya mati-matian dari gadis itu. Rahasia soal kisah cintanya yang rumit. Rahasia soal perasaannya yang masih tanda tanya pada Melody? Atau apa?

"Bibi Kylie ngomong apa?"

"Mau tau aja atau mau tau banget?" Melody menyipitkan kedua matanya, menatap Asa dengan tatapan mengejek. Senyuman terlukis diwajahnya.

"Mau tau banget." Jawab Asa singkat.

"Kamu kok gak bilang kalau kamu pernah suka sama--"

"Sama siapa?" Potong Asa cepat.

"Sama--"

"Siapa?! Dee!" Asa mulai panik.

"Sama Gwen Raymond waktu kelas 4 SD!"

Hening.

Asa menghela nafas lega. Kemudian tersenyum, menyetujui pernyataan Melody barusan.

"Itu aja? Bibi kamu ngomong apalagi?"

"Um, gak ada, kalau aku kepo soal kamu, nanti bibi mikir apa lagi."

Satu lagi perasaan lega.

"Gak papa dong, mungkin bibi kamu bakal mikir kalau kamu suka sama aku." kata Asa pede.

"Ngarep!"

•••••••••••••••••••••••••••••••••

Hey yo.. this is my first fanfic on wattpad. Well ya, meskipun aku udah sering nulis fanfic, tapi baru satu ini yang aku share. Ini ceritanya ada romantis, action, dan mistery at the same time ;) Hope you guys like it yaaa. Baca aja dulu, mana tau suka. Hehe.

-- Tasya

Behind The Butterflies [A Greyson Chance Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang