15 : Face To Face

241 28 1
                                    

Mulmed: Melody and Lily.
(Credits to: Ginger and Rosa)
***

Melody ingin sekali menjambak rambut kemerahan gadis itu. Cewek yang dicari-carinya itu ada disana, tepat berdiri beberapa meter darinya, berdiri mematung di bawah kegelapan yang hanya diterangi sinar bulan. Melody ingin berlari kesana, mengguncang badannya dan mengatakan kalau yang dia lakukan selama ini adalah sesat. Tetapi kaki Melody sangat berat untuk di gerakkan.

"Hahahaha" Tawa menggelegar bersumber dari cewek itu. Mata Lily merah, tatapannya menyeramkan bagaikan orang-orang yang Melody lihat di buku Demons and The Legend tadi siang.

"Kau! Kenapa kau tidak mati!" Tiba-tiba wajah menyeramkan Lily tepat didepan wajahnya. Melody ketakutan melihat wajah itu, wajah yang sama yang dulu pernah membantunya menyisir rambut. Tetapi tatapannya sangat lain, dia terlihat menderita, sakit, dan.. kecemburuan tersirat disana.

Melody memejamkan matanya.

Melody merasakan dirinya ditarik, ditarik sangat kasar dan kuat. Melody berusaha untuk melirik siapa yang menariknya itu. Cameron. Wajah Cameron babak belur, darah di baju dan celananya yang lusuh.

"Cameron! Cameron!" Mata mereka bertemu. Setetes air mata jatuh dipipi cowok itu. Melody berusaha untuk membaca apa yang dipikirkan cowok itu, tapi semuanya terhalang karena seketika cahaya putih dan silau membuat Cameron melepaskan geggamannya pada baju Melody.

"Pergilah Melody!" Setelah mengatakan itu, Cameron menghilang dibalik kegelapan. Pupil Melody membulat melihat cowok itu yang hilang ditelan kegelapan. Melody ingin mengajak Cameron ke sinar itu, tapi Cameron telah pergi. Gelap, semakin gelap. Cahaya itu semakin memudar.

Melody mengerahkan segala tenaganya untuk berlari menggapai cahaya itu.

Terus berlari. Berlari. Dan berlari. Peluh keluar dari setiap pori-pori kulitnya, udara disekitarnya sangat lembab. Dan Melody masih berusaha menggapai cahaya putih itu. Tapi langkah Melody terhenti karena ia merasa haus, Melody dehidrasi. Melody melihat air yang menggenang di kakinya, semakin lama air itu semakin meninggi. Semakin tinggi. Selutut. Sepinggang. Sedada. Sedagu. Melody tenggelam. Dia tidak bisa lari lagi. Melody tenggelam. Benar-benar tenggelam.

Nafasnya tak terbendung, Melody butuh oksigen. Tetapi Melody pasrah, tetapi kemudian Melody merasakan tangan-tangan yang mengangkatnya. Wajah itu. Greyson. Melody tiba di cahaya putih itu. Dimana disekelilingnya putih. Ada ibunya disana, tampak bahagia dan sehat. Dan Greyson menggenggam tangannya dengan lembut, bajunya digantikan dengan gaun putih yang sangat indah.

"Di pagi hari. Kau mati" Melody mendengar seseorang berkata dibelakangnya saat Greyson masih setia memegang tangannya, berjalan menuju altar.

Melody berbalik. Lily. Seketika tangan Lily mencengkram leher Melody.

Melody merasa mati. Tangannya, nafasnya, seluruh tubuhnya tercekat. Melody mati.

Melody mengedipkan matanya berkali-kali. Dia merasakan panas diseluruh tubuhnya kecuali kakinya, kakinya sangat dingin seperti membeku.

Gorden dengan kain sutra tipis itu terbuka, membiarkan sinar mentari pagi menerobos masuk kamar Melody.

Melody mengatur nafasnya yang masih memburu. Tadi mimpi. Hanya mimpi. Tapi tadi itu terasa sangat nyata, rasanya, Melody bertanggung jawab dengan semua adegan yang terjadi didalam mimpinya barusan.

"Melody kamu sudah bangun?" Asa berdiri diambang pintu kamarnya. Air mukanya sangat cemas. "Kamu demam, sebaiknya kamu istirahat saja dulu"

Asa duduk di pinggir ranjang dan menempelkan sebelah tangannya pada kening Melody.

Behind The Butterflies [A Greyson Chance Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang