6 : About Him

305 29 2
                                    

I'm friends with the monsters that live under my bed. Get alone with a voice inside of my head. It's over and done, but the heartache lives on inside. You'll know it until the right time. Get alone with the time of the past. Where the grudge still holds inside.

"Ini mungkin bisa, tapi tergantung berapa kau ingin membayarku"

Terlihat seorang wanita tua dengan tampang bengis sedang berbicara dengan gadis yang menggunakan hoodie. Mereka terlibat pembicaraan serius. Gadis itu sibuk melihat sekeliling, memastikan tak ada orang yang mungkin menguping pembicaraan mereka. Gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam.

"Lakukan apa yang harus"

Gadis itu mengeraskan rahangnya, menatap tangan wanita tua yang berkerut itu. Gadis itu telah mengunci hatinya, menggemboknya dengan kunci yang bahkan sudah dibuangnya ke palung laut terdalam di muka bumi. Semua aura kebencian dan kegelapan terlihat jelas dimata coklat gelapnya.

Gadis itu menatap wanita tua itu, berusaha menemukan kepercayaan akan hal yang mungkin akan menjadi rahasia terbesar dan terjahat dalam hidupnya.

Wanita tua itu mengangguk.

"Dia yang mulai. Aku akan mengakhirinya"

*

Suara klakson mobil dan lalu lalang kendaraan sama sekali tidak membangungkan Greyson dari lamunannya.

Sue tadi mengirimkannya pesan singkat, mengatakan kalau ayahnya dan ayah Sue ingin berbicara dengannya. Greyson bisa tebak apa yang selanjutnya, memarahinya karena selalu menghindari Sue, jutek terhadap Sue, membenci Sue. Satu-satunya hal yang membuat Greyson membendung hatinya terhadap Sue adalah Lauren. Greyson masih cinta Lauren, cinta pertama dan terindahnya. Meskipun Lauren sudah punya pacar baru, Greyson tak pernah bisa melupakan gadis itu dan selalu ingin memiliki gadis itu lagi. Tapi hubungan bisnis dan perjodohan ini menghambat semuanya. Lauren membenci Greyson, untuk satu alasan, Greyson juga membencinya.

Greyson merasa gerah apabila mengingat alasan kenapa dia putus dengan Lauren. Lauren selingkuh, berciuman dan orang lain yang ternyata adalah sahabatnya Greyson sendiri. Meskipun Greyson belum siap untuk berpisah, Greyson terpaksa harus memutuskannya, karena jelas, Lauren tidak lagi mencintainya.

Lupakan Lauren. Lupakan Lauren. Lupakan Lauren.

"Um, Melody. Melody Clarice Ashford"

Greyson berpaling kesebelah kirinya, tepatnya dimana gadis yang tadi itu tidur. Gadis itu tersenyum simpul sambil menunggu jabatan tangan dari Greyson. "Greyson"

Greyson tidak menerima tangan gadis itu untuk satu alasan.

"Huh?" Gadis itu menatap Greyson dengan polos. "Greyson saja?"

"Kau mau apa?"

"Greyson bagus kok"

Gadis itu tersenyum manis. Yang entah kenapa Greyson sangat menyukai senyuman itu. Simpel, penuh kehangatan, tak bosan dilihat, and so kissable. What?

Melody menurunkan tangannya, meskipun Greyson tidak menyambut tangannya, Melody tidak membawanya kedalam hati. Gadis itu tetap tenang. Karena sebenarnya Melody menahan rasa laparnya. Roti tadi sama sekali tidak membantu cacing di perutnya perutnya untuk tidak mengoceh. Dompetnya raib. Dan dia tidak tahu tujuan kemana dia akan pergi. Melody benar-benar tersesat disini.

Dan sialan, Melody bisa mendengar suara cacing di perutnya dengan jelas. Dan Melody yakin kalau Greyson memperhatikan, pasti Greyson juga mendengarnya.

"Apa itu suara perutmu?" Tanya Greyson.

Kiamat.

Memalukan, Melody menutupi pipinya dengan rambut. Memeluk perutnya berharap cacing itu diam. Melody tidak menjawab pertanyaan dari Greyson. Greyson mendengus kemudian berdiri dari bangku. "Ikut denganku"

Behind The Butterflies [A Greyson Chance Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang