10 : Strange But Kind

291 30 4
                                    

Tok.. tok.. tok..

Asa membetulkan letak topi wol dikepalanya, menunggu pintu berwarna coklat dihadapannya itu untuk terbuka.

Asa khawatir soal Melody, sudah 3 hari dia tidak melihat, berbicara, atau menelpon Melody.

Asa menyalahkan dirinya karena tidak bisa ikut dengan Melody ke Paris, yang mungkin menyebabkan Melody menjadi marah padanya.

Pintu itu terbuka perlahan, Asa terkesiap.

Itu Josh.

"Loh, Asa? Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau harusnya di Paris bersama Melody?" Pertanyaan keluar dari mulut Josh.

Asa megerutkan alisnya.
Aku kan memang harusnya disini?

"A-aku tak mengerti" Jawab Asa.

Josh berdecak sebal kemudian melipat kedua tangannya. Berfikir.

"Melody, pasti dia pergi sendiri kesana. Padahal dia bilang padaku dia pergi bersamamu ke Paris"

"Aku pikir dia tak jadi pergi, dia tidak bilang apa-apa padaku semenjak 3 hari yang lalu"

"Dia sudah pergi ke Paris. Sendirian. Dasar anak itu, akan ku jitak kepalanya kalau kembali" Josh ngedumel.

Melody sendirian di Paris. Pasti dia bingung sekarang. Melody kan gak pandai bahasa Perancis. Asa terdiam. Kemudian berlari sekencang-kencangnya meninggalkan Josh di depan pintu yang terheran-heran. Satu tempat yang ingin di tujuinya. Bandara. Asa ingin menyusul Melody ke Paris. Mengecek kapan penerbangan selanjutnya ke Perancis.

Melody has a dead wish.

*

"Stasiun ramai pagi-pagi begini" Greyson melepas safety belt-nya kemudian menatap Melody dengan teduh.

Melody menghela nafas panjang dan tersenyum kecil.

"Kalau begitu kamu gak perlu ikut. Nanti aku kembali lagi kok" Melody keluar dari mobil, membetulkan mantel berwarna putih dan scarf-nya sekali lagi sebelum melangkah ke gerbang besar yang terbuka lebar.

Belum banyak orang-orang yang datang. Melody bersyukur, kalau dia terlambat sedikit saja, Melody pasti bisa mati ke gencet karena memang stasiun ini sangat-sangat ramai saat kedatangan atau keberangkatan kereta. Orang-orang yang bekerja di luar kota Paris memilih kereta ini sebagai transportasi, karena selain murah, juga mengurangi macet.

"Melody tunggu" Greyson menahan lengan Melody. Woah, perasaan apa itu tadi?

"Aku gak bisa membiarkan kamu didalam sana sendirian. Apalagi ini hampir jam setengah delapan, sebentar lagi kereta tiba dan pasti stasiun bakal ramai, nanti kamu bisa tergencet, kan aku yang disalahin" Greyson ternyata perhatian juga ya. Melody tersenyum kecil kemudian mengangguk.

"Baiklah"

Sedetik setelah itu suara bel berbunyi, diikuti suara dari kereta api. Kereta api yang dimaksud Greyson tiba. Greyson dengan cepat menarik Melody, mengisi sela-sela kosong di jemari Melody. Sangat sulit untuk melawan arus manusia, orang-orang ingin keluar dari stasiun, tetapi Greyson dan Melody malah ingin masuk.

Melody tak henti-hentinya menatap jemari Greyson yang mengisi sela dijemarinya itu. Melody sangat suka seperti ini, Melody mungkin mengira tak ada yang bisa menghancurkan momen ini. Dia suka rasa hangat dan protektif yang diberikan Greyson melalui jemarinya. Rasanya seperti Melody adalah orang yang paling berharga di hidup Greyson. Setidaknya itu, sebelum seseorang menabrak Melody, membuatnya terpisah dari Greyson dan membuatnya terduduk dilantai stasiun.

Behind The Butterflies [A Greyson Chance Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang