Mulmed: Melody Ashford potrayed by Elle Fanning.
***Melody memutar knop pintu rumahnya, sepi sekali. Ia berfikir mungkin ibunya sedang tertidur, begitu pula Josh. Ini masih jam 7 malam, biasanya Josh menonton acara olah raga, tapi keadaan rumah terlihat sangat gelap.
Ceklek..
Aneh, tak dikunci. Josh mungkin lupa mengunci pintu.
"Sepi sekali rumahmu, Dee. Gelap lagi." Kata Asa.
"Josh mungkin malas menghidupkan lampu."
Melody memijakkan kakinya diruang tamu, tak satupun kelihatan karena keadaan rumahnya yang sangat gelap. Ia mencari-cari saklar pada dinding.
Dan seketika semuanya terlihat. Sofa-sofa tidak lagi berada diposisinya, ada yang terbalik, ada yang bergeser, vas bunga pecah, meja kacanya pecah, tidak adalagi barang yang berada diposisinya, semuanya berantakan.
"Apa yang terjadi dengan rumahmu, Dee?"
Asa berjalan dihadapan Melody, bermaksud apabila ada bahaya biarlah mengenai Asa dulu.
Melody hanya terdiam kaku, menutupi mulutnya agar tidak teriak melihat Josh terbujur tak berdaya di sudut ruangan. Darah bercecer di badan dan kakinya. Marah, takut, sedih, shock, dan lainnya. Lututnya sudah sangat lemas untuk berjalan, phobia-nya akan darah sepertinya sangat tidak bersahabat di suasana seperti ini. Perutnya mual, ingin sekali pergi dari sini, tapi ini Josh. Dan Josh sedang berdarah, sekarat.
"Josh!"
Melody berlari kearah Josh begitu melihat Asa mengecek keadaan Josh. Nadi masih berdenyut, jantung masih berdetak, nafas masih berhembus.
"M-melody?" Suara parau Josh membuat Melody meneteskan air matanya.
"Aku akan mencari ibumu!"Asa beranjak dari posisinya dan kembali berkeliling. Melody ingin sekali mencari ibunya, tapi ia tidak mungkin meninggalkan Josh yang mungkin saja ini saat terakhirnya.
"Aku tidak berhasil melihatnya." Suara Josh sangat dipaksakan.
Melody meneteskan air mata untuk kesekian kalinya, menatap mata kebiruan Josh yang mulai padam. Belum terlambat sih untuk menyelamatkan kakak laki-laki yang berumur 4 tahun lebih tua darinya itu. Melody segera meraih koceknya, mencari-cari benda berbentuk persegi panjang didalamnya.
911.
"Tolong cari dia, ibu takkan bisa bertahan lama." Kata-kata lain yang keluar dari mulut Josh.
Melody sebenarnya sudah tahu siapa orang yang dimaksud Josh, tapi menurutnya, menuduh Lily bukanlah salah satu hal yang tepat dimana ini mungkin saja menit-menit terakhir hidup Josh. Melody lebih memilih diam. Mengubur dalam-dalam nama Lily yang sempat membuat pikirannya meledak, namun dengan hal ini, malah membuat Melody tidak yakin kalau Lily-lah pelakunya. Maksudnya, membuat rumah berantakan, membuat Josh tak berdaya, bahkan Melody tidak tahu apa yang telah dilakukan orang itu pada ibunya, itu sama sekali bukan tipikal Lily yang selama ini mereka kenal sebagai gadis feminim dan lembut.
"Aku menemukan ibumu! Dia dikamarnya, aman dan tidak ada tanda-tanda terluka!"
Melody mendegar seruan Asa dari ruangan yang bisa ia tebak kamar ibunya.
Josh menghela nafasnya, Melody takut kalau itu adalah helaan nafas terakhirnya. Tetapi kemudian Josh tersenyum lega.
"A-aku lega dia tidak menyentuh ibu."
"Ya aku juga, Josh."
Melody menggenggam erat tangan Josh.
"Tahanlah sebentar lagi, aku yakin mereka akan datang beberapa detik lagi." Melody menghapus air matanya yang senantiasa mengalir di pipinya.
Tepat sedetik kemudian terdengar suara sirine beberapa mobil, membuat Melody merasa sangat lega dan berfikir bahwa pelayanan masyarakat amerika ini benar-benar telaten.
*
"Greyson.. Greyson..."
Hentakan kaki Greyson terdengar berirama dengan musik retro 90-an yang mengalun di radio vintage miliknya. Greyson mengedipkan matanya untuk ke miliaran kalinya, membiarkan angin malam di kota Paris ini mengibaskan buku setebal kamus dihadapannya.
Bintang jatuh. Let's make a wish.
Aku harap, hidupku bisa berubah lebih baik.
"Greyson"
Greyson berdecak sebal. Ia merasa gundah, sebal, dan juga bahagia. Greyson kenal suara itu, suara yang sudah lebih 1 tahun tidak didengarnya. Ibunya.
Ayah dan ibunya bercerai, meninggalkan Greyson bersama ayahnya yang sangat sibuk mengurus pekerjaannya. Membuatnya menjadi seseorang yang kesepian dan tak ada tempat untuk mengadu. Setiap kali ibunya datang, Greyson merasa kesal, karena wanita itu selalu datang bersama suami barunya. Greyson heran kenapa ibunya bisa secepat itu menggantikan posisi ayahnya yang dulu saling mencintai.
Keegoisan ayah dan ke salah pahaman ibunya yang menyebabkan hidupnya berantakan seperti ini. Greyson ingat saat dia berumur 9 tahun mendengar adu mulut ayah dan ibunya, dan itu salah satu hal yang ingin segera ia lupakan. Mengingat ia harus melanjutkan hidupnya dan harus tetap tenang menghadapi realitas yang kadang membuatnya ingin mengakhirinya. Sue Harlin.
"Greyson?"
"Mom, tolong katakan pada mereka aku sedang sibuk"
Greyson tahu siapa yang datang bersama ibunya. Gadis itu, gadis itu mati-matian ingin menjadikan Greyson kekasihnya, Karena well, kau tahukan Greyson itu sangat tampan.
"Tidak, kau tidak sedang sibuk, Greyson"
Kata-kata ibunya itu membuatnya ingin sekali menelan ibunya bulat-bulat.
"Aku benar-benar sibuk, mom"
"Sibuk membaca Harry Potter?"
Ibunya benar-benar mengenalnya. Greyson mendengus sebal kemudian berjalan kearah pintu besar yang memisahkan ruangan dirinya dan ibunya.
"Mom, aku tidak ingin melihat dia" Kata Greyson begitu melihat wajah ibunya yang sama sekali tak berubah seperti terakhir kali ia melihat ibunya. Ibunya tetap tersenyum.
"Hey Greyson"
Greyson merasa ingin sekali membantai wajah itu, mencincang-cincang bola matanya, dan menjadikan kulit tubuhnya menjadi pajangan di karpet kamarnya. Terlalu psikopat, huh. Tapi inilah hal yang pantas dilakukannya kepada gadis ini, Sue. Sue merubah pandangan ibunya terhadap dirinya. Greyson tahu siapa Sue yang sebenarnya. Manja, sangat kejam terhadap pelayan dirumahnya, tidak pernah menghargai orang lain, egois, selalu ingin dimengerti, tidak pernah salah, dan masih banyak sifat buruk lain yang dimiliknya. Greyson bergidik mengingat dia sangat mengenal Sue daripada orang lain.
Sekadar informasi, Sue adalah putri angkat dari keluarga Harlin, salah satu keluarga yang dekat dan terjalin kerja sama antar perusahaan dengan keluarga Greyson. Kaya, tentu saja. Tapi masih lebih kaya keluarga Greyson dibandingkan dengan keluarga Harlin.
"Ayo keluar, kita minum teh" suara Sue yang di mentel-mentelkan membuat Greyson ingin memuntahkan isi perutnya yang sudah kosong di wajah Sue.
"No, thanks. Aku tidak haus" jawab Greyson dingin sambil berlalu.
"Oh ayolah, Greyson. Cepat atau lambat kau harus bersama Sue" Sahut ibunya.
"Dan apa yang membuat ini menjadi keputusanmu?" Suara Greyson naik satu oktaf. Dan ini terdengar seperti perjodohan yang dimana sangat merugikan dirinya. Greyson ingin bebas, memilih gadis yang disukainya. Terlepas dari itu, Greyson ingin Sue keluar dari kehidupannya.
"Jangan gunakan nada itu padaku, Mr. Chance!" "Woah, sudahlah, Mom. Jangan memaksa Greyson kalau dia tidak mau" Sela Sue.
"Mom? Mom?!" Greyson sampai ke puncak emosinya. Wanita yang jelas-jelas hanya Greyson dan kedua kakaknya yang boleh memanggilnya ibu itu, baru saja di panggil ibu oleh gadis yang teman bukan, sahabat bukan, saudara bukan, tapi musuh baginya!
Greyson mengeraskan rahangnya, membanting pintu kamarnya, tak perduli akan kata-kata ibunya selanjutnya. Ia terlalu kesal, marah, sebal, pada Sue. Greyson membantingkan diri pada kasurnya, menenggelamkan diri pada emosi dan rasa bersalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Butterflies [A Greyson Chance Fanfiction]
Fanfiction[TRAILER ON CHAPTER 14] Melody Ashford kehilangan arah. Terlalu marah akan kenyataan bahwa kakak tirinya adalah penyebab kekacauan hidupnya karena bermain-main dengan yang namanya sihir hitam. Mulai dari ibunya yang sakit, kakak lelakinya yang menda...