9 : About Feeling

272 31 0
                                    

"From: Unknown Number

Hey Melody, kamu lagi ngapain?"

Melody menautkan kedua alisnya membaca pesan tersebut. Siapa yang kira-kira mengiriminya pesan singkat malam-malam seperti ini.

"Ini siapa ya?

To: 33xxxxx"

Melody mencampakkan HPnya di sebelahnya. Mengucek matanya, untuk menjernihkan penglihatannya. Pemanas ruangan disini sangat berfungsi untuk menghalau dingin yang masuk, apalagi ini sudah pertengahan musim gugur. Perancis, yang terkenal akan dinginnya disaat musim gugur dan salju, Melody terkejut dia bisa sampai sejauh ini.

Melody bergelut dengan selimutnya. Dia tidak bisa tidur. Ini akibat tidur disore hari, dia jadi insomnia deh.

Melody melirik HPnya, tak ada balasan dari orang itu. Cih, iseng.

Melody memejamkan matanya, berusaha larut di dunia mimpi.

Tok...tok... tok...

Melody sedikit terkaget. Kemudian memastikan kalau suara ketukan itu benar-benar ada dan bukan hanya khayalannya.

Tok...tok..tok...

Ternyata benar itu suara ketukan. Melody menyingkap selimutnya, berjalan ke pintu dengan gontai.

Greyson berdiri disana, dengan piyama berwarna biru mudanya. Mata Greyson merah, entah karena menangis atau karena kelilipan.

"Kamu kok belum tidur?" Bisik Melody.

"Boleh aku masuk?" Suara Greyson terdengar parau. Pada titik ini, Melody yakin kalau Greyson baru saja menangis.

Greyson duduk di pinggir ranjang Melody sedangkan cewek itu menutup pintu kemudian duduk disebelah Greyson. Greyson mengganti arah duduknya, memastikan bisa menatap Melody tepat dimatanya. Melody menatap Greyson, kali ini tidak ada perasaan kupu-kupu itu lagi. Tapi entah kenapa, dia merasakan kepedihan di perasaan Greyson saat ini. Hal ini membuat Melody bertanya-tanya kenapa mereka begitu terhubung.

"Kamu nangis, Greys?"

Greyson terdiam. Dia memang nangis. Ibunya dan calon suaminya akan segera menggelar pernikahan, yang sampai detik ini dia tidak setuju. Dad-nya lagi-lagi memukulinya karena dia lupa untuk datang ke pertemuan dengan orang tua Sue tadi sore, Sue lagi, Sue lagi, gara-gara Sue orang tuanya benci padanya. Rasa kebenciannya terhadap Sue sudah tidak bisa diukur lagi. Greyson sangat membenci Sue.

Hal yang menyebabkannya menangis adalah karena ayahnya, Greyson memandang beliau bagaikan orang yang berwibawa dengan kasih sayang yang cukup untuk dirinya. Tapi itu dulu. Ayahnya seakan berubah drastis akibat perceraiannya, ayahnya suka marah-marah tak jelas, membanting segala hal yang ada didahadapannya. Ayahnya tak lagi mengurus soal perusahaannya akibat penyakit stroke yang dia derita. Semua perusahaan jatuh ke tangan Tanner, kakak pertamanya. Dan akan ada saat dimana Greyson akan mengurus saham ayahnya.

Tapi Greyson tak mau.

Dia terlalu membenci keluarganya. Dia benci orang tuanya. Tak ada yang peduli padanya. Kalau menjadi putra seorang konglomerat harus seperti ini, Greyson berharap semua kekayaan ini lenyap dan keluarganya kembali seperti dulu. Rasanya pedih saat ayahnya memukul dan menamparnya, Greyson kecewa pada dirinya.

"Greyson?" Suara lembut Melody menyadarkannya, dia menatap wajah Melody yang sedikit ngeblur akibat matanya yang berair.

"Iya aku nangis, dee" Suara parau dan rasa malu Greyson mendadak lenyap akibat tangan Melody yang mengelus lembut punggungnya. Mengisyaratkan bahwa dia akan baik-baik saja.

Behind The Butterflies [A Greyson Chance Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang