“Silahkan, Nona.”
Jeonghan membuyarkan lamunannya sendiri. Melirik dua pesanan yang datang ke salah satu meja cafe dimana ia berada. Ia mengecek buku menu yang masih berada di atas mejanya, meyakinkan diri bahwa ia sama sekali belum memesan apapun.
“Maaf, aku bahkan belum memesan.”
“Maaf, Nona. Seseorang meminta saya untuk mengantar dua cappuccino ke meja ini.” Pelayan pria itu tersenyum seraya berujar lembut.
Dahi Jeonghan berkerut, pasalnya ia tak terlalu menyukai jenis minuman tersebut. Ia memang beberapa kali mengonsumsisnya, namun bukanlah menjadi kebiasaan setiap pergi ke cafe atau ketika keluar mengobrol bersama koleganya. Sehingga wanita itu bertaruh bahwa pelakunya tentu saja bukan dari orang-orang terdekatnya.
“Terimakasih. Aku akan memberimu tip nanti.”
Sebuah suara menginterupsi mereka. Jeonghan sontak menoleh ke belakang dan membulatkan matanya nyaris tak percaya. Sedangkan pelayan itu membungkuk sopan lalu melenggang pergi meninggalkan dua wanita yang masih baku tatap.
“Nyonya Choi?” Jeonghan sempat salah tingkah, namun otaknya bekerja cepat dan memerintahkannya untuk berdiri kemudian membungkuk sopan.
“Malam, Jeonghan. Senang bertemu denganmu.” Sandara mengambil duduk di depan Jeonghan. Menelisik penampilan lawan bicaranya dengan teliti. Akhirnya berdecak iri karena wanita itu luar biasa cantik.
Jeonghan gugup, tentu saja. Meski ia sering bertemu dengan Sandara bahkan berbincang saat pernikahan Jisoo, tak menutupi ketakutannya terhadap kemungkinan bahwa ibu satu anak tersebut mengetahui hubungannya dengan Seungcheol. Terlebih lagi sikap protektifnya yang akan selalu menaruh curiga pada setiap agenda tak masuk akal milik Seungcheol, termasuk kabur dari rumah dan tak bisa dihubungi semalam penuh bersamaan dengan dirinya yang tak menghadiri undangan makan di kediaman Keluarga Choi.
Dan Jeonghan paham betul terhadap keberadaan dua cangkir cappuccino di antara mereka, mengisyaratkan akan ada perbincangan penting di antara keduanya.
“Bagaimana kabarmu? Kau terlihat sibuk akhir-akhir ini.” Sandara mengangkat cangkirnya, yang mau tak mau harus diikuti Jeonghan sebagai bentuk apresiasi terhadapnya.
“Baik, Nyonya Choi. Maaf saya tak bisa menghadiri undangan Anda pada malam itu.” Jeonghan hanya menyeruput sedikit kemudian meletakkannya kembali. Beralih menautkan jemarinya di bawah meja.
“Tak masalah. Kau dan Seungcheol memiliki skenario yang sama saat itu.”
Jeonghan menggigit bibir bahwahnya. Ia benci berada di situasi seperti ini dimana ia seharusnya duduk sendiri dan mengusir beban pikiran mengenai perusahaannya. Namun meninggalkan Sandara untuk pergi ke tempat lain bukanlah hal yang sopan, atau yang lebih parahnya lagi ia akan dianggap sebagai seorang pengecut.
“Kau sibuk dengan pekerjaan, begitu pula dengan Seungcheol. Dan aku memakluminya.” Sambungnya. Ia sama sekali tak mengalihkan pandangan dari paras wanita di depannya, membiarkan rasa benci menyeruak dalam benaknya akibat kenyataan bahwa Jeonghan akan merebut tempatnya sebagai wanita nomor satu bagi Choi Seunghyun.
Jeonghan tersenyum tipis seolah tak terjadi apa-apa dalam dirinya. “Lain kali, bisakah kita keluar berdua untuk makan? Saya merasa harus membayar ketidakhadiran itu.”
“Tentu, kau bisa mengajakku kapanpun kau mau. Ngomong-ngomong, kau sudah memikirkan hal yang disampaikan oleh ibumu?”
Sandara bisa melihat dahi Jeonghan berkerut. Wanita itu bahkan memalingkan wajah seolah mencerna pertanyaannya seraya menerka terhadap sesuatu. Sang Nyonya kemudian menghela nafas dan mengangkat cangkirnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL | JeongCheol GS
FanficTentang Seungcheol dan Jeonghan yang terjebak dendam di masa lalu. Serta rahasia-rahasia lain yang tak pernah disangka sebelumnya. Liku cinta yang rumit mengharuskan keduanya hidup dalam kepalsuan. Akankah bisa berujung manis? Warning! Genderswitch...