3

4.2K 407 49
                                    

Jeonghan mungkin bisa menjadi bintang paling bersinar malam ini. Memukau setiap mata dengan sosoknya yang anggun luar biasa, atau meninggalkan kesan mendalam bagi beberapa pria kalangan atas yang beruntung bisa berdansa dengannya. Jeonghan terbiasa menjadi pusat perhatian dalam setiap pesta, namun kali ini sosoknya tampak tenggelam dalam keramaian.

Bukan karena ini adalah rangkaian acara dari pernikahan Jisoo, melainkan karena dirinya merasa tak sebaik biasanya. Berada di balkon lantai dua gedung pribadi Keluarga Lee, bercengkrama dengan kedua ibunya, ditemani segelas sampanye dan obrolan kecil menjadi kesan paling indah bagi Jeonghan malam ini.

"Yoon Jeonghan?"

Jeonghan membalikkan tubuhnya dengan anggun. Kedua maniknya bertemu dengan wanita berwajah teduh dalam balutan gaun tebal berwarna merah hati. Saling melempar senyum kemudian membungkukkan badan dengan sopan.

"Selamat malam, Jang Doyoon. Kupikir kau tak bisa datang malam ini." Jeonghan berusaha keras agar suaranya terdengar seperti biasanya. Meskipun tenggorokannya terasa perih akibat kondisinya tengah menurun, ditambah pengaruh sampanye serta hembusan angin malam yang dingin.

"Aku akan rugi jika melewatkan malam ini. Lebih tepatnya jika melewatkanmu." Doyoon menatap Jeonghan dengan binar di matanya. Sedikit tak percaya bahwa ia dan Jeonghan kini tengah berhadapan. Doyoon sempat menjadikan Jeonghan idola beberapa tahun lalu, ketika putri Keluarga Jang itu mulai menata karirnya. Sepertinya hingga detik ini, Jeonghan tetap saja menjadi orang yang meyakinkannya bahwa wanita bisa menjadi penguasa.

"Kudengar kau baru saja meluncurkan brand terbaru. Selamat, penjualannya sangat fantastis." Jeonghan menepuk bahu Doyoon. Memberikan apresiasi tulus kepadanya.

"Oh, aku lupa! Kau menjadi satu-satunya direktur wanita di lima perusahaan dengan penjualan saham terbesar tahun ini. Selamat! Kau memang yang terbaik! Dan, terima kasih banyak!"

Jeonghan tertawa kecil. Terdengar seperti respon positif namun sebenarnya ia tertawa penuh ejekan untuk dirinya sendiri di dalamnya. Satu-satunya direktur wanita bukanlah impian Jeonghan. Ia hanya ingin berada di nomor satu. Tanpa dikalahkan oleh siapapun.

"Kau datang bersama kekasihmu, 'kan?"

Doyoon tertunduk. Menyembunyikan rona merah di kedua pipinya yang terasa panas menjalar hingga ke telinga. "Maaf, aku belum terbiasa menganggap Seungcheol sebagai kekasihku. Namun, kau benar. Aku datang bersamanya malam ini."

"Hal yang wajar untuk pasangan yang baru saja menjalin hubungan dua bulan yang lalu. Sampaikan ucapan selamat dariku untuknya. Ia cukup bekerja keras dan akhirnya bisa menjadi nomor satu."

Jeonghan senantiasa mempertahankan senyumnya serta memandang lawan bicaranya dengan setia, sebuah tata krama yang selalu keluarganya ajarkan. Kontras dengan Doyoon yang tak lagi membentuk lengkungan senyum di wajahnya.

"Yoon Jeonghan? Maaf tapi..."

Jeonghan mengerutkan kening. Menerka setiap gurat wajah dari Doyoon yang mendadak tak seramah sebelumnya. Sementara Doyoon tampak ragu untuk mengutarakan isi pikirannya.

"Katakan saja, Doyoon-ssi."

"Maaf, Seungcheol bilang kalian rival sejak SMA. Dan kau tak pernah mengucapkan selamat untuknya, bahkan saat ia berulang tahun. Jadi, aku merasa hal ini sedikit aneh."

Orang nomor satu di Keluarga Yoon mulai mengangkat salah satu sudut bibirnya. Tersenyum penuh remeh sembari mendekatkan bibirnya ke telinga kiri dari Jang Doyoon. "Karena sebelumnya Seungcheol belum pernah menang dariku. Lalu untuk apa mengucapkan selamat kepada orang yang kalah, huh? Lagi pula, setiap perkataanku hanyalah semacam hinaan baginya."

RIVAL | JeongCheol GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang