23. Lampu Hijau

1K 92 0
                                    

Tata duduk gelisah di jok motor Dani, dia memikirkan tentang kejadian hari ini, soalnya terlalu serius dan rumit buat Tata yang somplak akut.

Dia juga masih bingung dengan sikap Pampam dan Dani yang seperti rempeyek dan rengginang yang tidak ditempatkan di toples, nggak gurih.

“Woy, nangkring di motor terus kaya monyet selfi,” cibir Dani sambil berkacak pinggang.

Dia sudah turun dari motor, tapi Tata masih nagkring dengan terus melamun, untung motornya tidak menggelinding.

Tata gelagapan sambil mengusap mukanya dengan kasar dan menepuk kepalanya dengan barbar supaya nyawanya balik ke daratan.

“Wah, emang bener nih anak kesurupan jin kuprit,” ucap Dani sinis, dia langsung balik badan dan menuju rumahnya, sekarang mereka ada di rumah Dani, rencananya mau main PS bareng dan pesta makan keripik ubi.

Tata yang baru sadar jadi turun dari motor Dani dengan barbar, sampai hampir saja dia jatuh karena roknya kecantol pijakan motor Dani.

“Woy, tunggun gue!” teriak Tata sambil lari dengan barbar, Dani tidak mendengarkan, malahan dia buka sepatunya dan melempar ke sembarang arah, setelah itu masuk rumah.

Tata langsung menyusul menuju ruang keluarga dan menyalakan televisi, sedangkan Dani masih ganti baju di kamar yang letaknya di lantai atas.

“Donat! Cepetan turun, gue udah laper!” teriak Dani sambil melototin iklan yang sudah bolak-balik ditonton, dia ini berasa di hutan apa gimana, tak tau sopan santun padahal di rumah tetangga.

Dani turun tangga dengan menenteng kaosnya yang ukurannya pas dengan badan Tata yang cungkring kebanyakan beban hidup. Padahal, kalau makan maruk akut.

“Nih ganti baju! Badan lo bau bangke,” ucap Doni sambil nutupin hidung, yang sebenarnya tidak bau sama sekali, memang Dani aja yang mau kena bogeman mentah dari Tata.

Tata mengalihakan pandangan dari televisi dan melotot ke Dani. “Apa tadi, coba ulangi lagi!”

Tata berdiri dan mengepalkan tangan seperti preman pasar yang malak kalangan bawah, Dani jadi megkerut dan menjauhkan diri dari macan yang siap-siap mau manggaruk mukanya.

“Kenapa? Mau ngibrit? Cemen banget,” cibir Tata sambil menatap sinis Dani dan duduk di sofa lagi dengan santai, sudah seperti tuan putri.

“Ini baju pakai dulu! Nanti seragamnya kotor, bego,” ucap Dani yang tak ada kapoknya karena Tata langsung menegakkan tubuh dan menatap Dani dengan tatapan leser.

Tata berdiri lagi dan merebut baju yang di bawa Dani, karena benar juga jika dia nggak ganti baju nanti badannya seperti teri yang dicampur sama bunga bangkai, berpotensi racun yang melebihi virus corona.

“Lo nggak punya penyakit panuan, ‘kan?” tanya Tata dengan mata memicing curiga.

Dani jadi melotot tak terima. “Enak aja, ganteng kaya Justin Bieber begini punya panu, malu dong sama kambing yang berdisco.”

“Cuih, muka kaya botol pecah begitu ganteng,” cibir Tata sambil berlalu ke kamar Dani untuk ganti baju.

Mereka memang sedekat itu, karena sudah dari kecil barengan sampai segede ini, tapi masih saling menghargai privasi, contohnya perasaan Dani yang ditimbun dari kecil ke Tata.

“Oy, jangan ke atas lu! Awas aja kalau ngintip, bakalan gue gorok gigi lu sampai rumpang!” peringat Tata sadis.

Dia teriak dari lantai atas dengan seenak jidat, untungnya yang di rumah cuma mereka dan Bibi Syahrini, bukan yang penyanyi ya.

Dani bergidik, kenapa dia bisa sebucin ini sama Tata yang kloningan maung yang kolaborasi sama genderuwo, menyeramkan. Apalagi Tata ini makhluk yang tingkat pekaanya cuma seupil.

Ting! Entah apa yang merasukimu ....

Dani terlonjak saat ponsel Tata berbunyi dengan barbar, dia penasaran siapa yang menghubungi Tata di siang bolong begini.

Dani celingukan memastian keadaan aman dari sang empunya, setelah di rasa aman, Dani membuka tas Tata yang segede gaban itu.

“Buset dah, kenapa isinya sampah jajan gini!” gerutu Dani sambil menatap jijik kantong tas Tata yang penuh dengan bungkus jajan, biasanya jajannya dimakan diam-diam pas pelajaran karena gabut.

“Ck, ngapain sih ni anak satu, pakai hubungin si Tatatkan panci!” gerutu Dani sambil menolak panggilan dari Pampam.

Dani merengut dan meletakkan ponsel Tata di tas lagi, takutnya yang punya langsung muncul, bisa jadi onde-onde dadakan dia.

Baru saja Dani meletakkan di tas, ponsel-nya berbunyi lagi, Dani jadi merengut dan langsung menerima panggilan dengan emosi yang menggunung.

“Woy, nggak usah telpon Tata, lu kagak ada kerjaan apa, gangguin orang mau PDKT!” ketus Dani dengan berapi-api, tapi tak lama kemudian Dani langsung jantungan dan sesak napas.

‘'Apa lu kata! ngatur-ngatur seenak gigi lu yang tajam kaya tusuk gigi, gue depak juga lu dari peradaban.'’

Itu suara Ansel yang sedang mengomel, niatnya mau jemput Tata ke sekolah, ternyata sudah dibawa kabur sama Dani.

Tadi dia ketemu dengan Pampam di warung Mbak Tutut dan menyuruh Pampam untuk menelpon, karena dia lagi kosong pulsa, tapi malah ditolak, akhirnya dia menahan malu dengan ngutang ke Pampam yang dulu pernah dia damprat.

“Eng, anu Bang, mohon maaf ini layanan ngupil online,” jawab Dani ngawur.

Setelah itu dia menepuk mulutnya yang sembarangan cari alasan, memang kalau lagi panik, otak langsung kosong seperti kantong pas akhir bulan.

Cewek BarbarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang