END

220 14 2
                                        

Saat ini Luna sedang sibuknya menyiapkan segala keperluannya untuk pergi ke Jerman. Ya, keputusan gadis itu untuk kuliah disana sudah sangat mantap.

"Udah semua dek?" Tanya Dimas memastikan. "Udah kok" Luna menatap kopernya dengan teliti.

"Yaudah yuk keluar. Pesawatnya take off jam tiga, sekarang masih jam satu. Lo gak mau pamit sama temen lo?" Pertanyaan Dimas membuat Luna tersenyum. "Udah kok, gue cuman belum pamit sama Raffi" ujar Luna, membuat Dimas menatapnya heran. "Loh, kenapa?" Luna terkekeh.

"Si Raffi ngambek, gegara gue pindah ke Jerman kak, katanya gak setia kawan main pergi aja ninggalin dia" ucap Luna jujur. Dimas terkekeh. "Yaudah pamit gih, masuh ada waktu se jam lagi" Luna mengangguk.

"Iya, ini juga mau pamit ama dia. Tolong bawain ke bawah ya kak, Luna pengen cepet-cepet ketemu Raffi" ucap Luna tak sabaran. Dimas menuruti permintaan adiknya itu. Setelah memasukkan semua barang ke mobil, Luna pun berangkat di antar keluarganya.

"Mih, pih. Luna boleh pamit bentar gak sama Raffi" Elang terkekeh mendengar permintaan putrinya. "Boleh dong sayang, kok baru sekarang pamit sama Raffi?" Tanya Riska. "Raffi ngambek mih, bilangnya Luna gak setia kawan karena ninggalin dia di sini" cerita Luna. Elang dan Riska terkekeh. "Gitu toh ceritanya" ujar Elang. Luna tersenyum tipis.

Setelah sampai dirumah Raffi. Luna oun langsung mengetuk rumahnya dan nampak Linda keluar dengan senyuman merekah.

"Eh sayang, kamu  mau berangkat  sekarang ya ke Jermannya?" Luna mengangguk sambil tersenyum. "Iya bun, ini mau pamit sama Raffi" Linda tersenyum dan mempersilakan Luna masuk.

"Rafffiii!! Buka pintunya donggg, Raffi suami gue yang paling ganteng, istrimu yang cantik ini pengen ketemuuu!" Teriak Luna heboh. Raffi menatap pintunya acuh. Bahkan laki-laki itu nampak enggan untuk keluar menemui Luna.

"Gue pengen pamit Fi, dulu lo marah sama gue karena gak pamit sama lo, sekarang gue pengen pamit lo malah gak mau bukain pintu!" Teriak Luna. Namun Raffi masih tetap dengan pendiriannya.

"Tega kamu bang sama aku. Istri kamu pengen pergi nyari nafkah buat kamu, kamu malah cuekin kayak gini, sakit bang" ucap Luna dramatis. "Gak usah ngedrama, udah sono pergi aja!" Teriak Raffi dari dalam. Luna menghela nafas, sepertinya Raffi memang tak ingin menemuinya.

"Yaudah deh, gue pergi aja. Jaga kesehatan ya lo disini, titip bunda sama Liah. Jangan suka begadang, jangan telat makan, gue pamit, assalamualaikum" ucap Luna lirih. Hati Raffi mencelos mendengar suara kecil itu. Raffi akan merindukan gadis itu. Pasti.

"Gimana sayang? Udah pamit sama Raffi?" Tanya Linda saat menemui Luna dengan wajah sedih. "Gak bun. Raffi gak mau ketemu sama Luna. Yaudah deh, Luna pamit ya bun, titip Raffi ya, jagain Raffi buat Luna. Hati Luna cuman buat Raffi kok" canda Luna. Linda terkekeh. "Iya sayang, pasti itu mah" Luna tersenyum tipis. "Bunda jaga kesehatan ya disini, titip salam buat ayah Feri. Yaudah, Luna pamit bun, Assalamualaikum" Luna menyalami Linda lalu keluar masuk ke dalam mobil.

"Udah pamit sama Raffi nak?" Tanya Elang. Luna menggeleng pelan. "Gak papa, papih yakin, ntar juga Raffi nyusul ke bandara" ucap Elang meyakinkan Luna. Luna hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.

****
Luna memeluk orang tuanya lama. Bukan apa-apa. Pergi ke negeri orang bukan hal yang mudah untuk seorang perempuan. Disana Luna harus bisa menjaga dirinya.

"Kamu jaga kesehatan ya disana" ujar Riska sambil terisak tak mau melepaskan putri kesayangannnya itu. "Iya mih, tenang aja" Luna tersenyum tipis. "Sayang, nanti kalo uangnya kurang, jangan segan-segan ya telepon papih" Luna mengangguk. Laki-laki itu meneteskan air matanya di depan Luna. "Ih papih cengeng mih" Luna terkekeh, begitupun dengan Riska.

FRIENDZONE Area (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang