part 19

751 58 14
                                    

Can terdiam. Dia memegang pipinya yang memerah karena tamparan keras dari ibu Tin.
Tin juga tak kalah terkejutnya, dia menghampiri mereka dan melihat pipi merah Can akibat tamparan sang ibu. Wajah Tin memerah menahan marah.

"Apa yang mae lakukan padanya?"  Tanya Tin sedikit membentak.
Dia menarik Can ke belakang tubuhnya.

"Kau berani membentakku hanya demi lelaki kelas rendah seperti dia Tin?"

"Kenapa mae menampar Can? Apa salahnya?"

"Karena dia sudah berani mendekati anakku yang berharga tanpa berpikir jika status kalian jauh berbeda."

"Aku yang mengejarnya, aku yang mencintainya. Jadi jika mae ingin melampiaskan kekesalan mae, lakukan padaku. Jangan sakiti pacarku."

"Apa? Pacar! Kau berpacaran dengannya, jangan bercanda Tin," ucal sang ibu semakin marah.

"Aku sangat serius mae. Pho dan phi Tul juga sudah tahu."

"Tidak, aku tidak mengizinkanmu bersama dengan orang yang levelnya tidak sama dengan kita."

"Aku tidak perlu izinmu mae."

"Tentu saja harus, karena aku ibumu."

"Sejak kapan kau peduli dengan hidupku. Kau bahkan tak pernah ada saat ku butuhkan. Mae hanya sibuk dengan kehidupan mae tanpa memperdulikan aku. Jadi tidak perlu berperan sebagai ibuku, lanjutkan saja hidupmu dan jangan canpuri hidupku."

Tuan Thrai dan Tul mendengar Tin dan sang ibu yang bertengkar.

"Ada apa ini?" Tanya tuan Thrai.

"Mae menampar Can pho," jawab Tin.

Tul dan sang ayah terlihat terkejut.

"Kenapa kau menamparnya Rose?"

(Aku gak tahu nama mamanya Tin, jadi aku pake nama ini aja)

"Dia sudah berani mendekati Tinku yang berharga."

"Kau pikir hanya putramu yang berharga. Semua anak berharga untuk orang tua mereka termasuk Can. Kau tidak berhak menyakitinya dan merendahkannya. Dengan melakukan ini kau sudah merendahkan dirimu sendiri."

"Kenap kau membelanya sayang?"

"Aku membela siapa yang pantas di bela. Dan kau tida pantas di bela dengan sikapmu ini. Ku harap ini yang terakhir, jangan sakiti dia lagi atau aku yang akan bertindak. Jika kau merasa sebagai ibu Tin, jangan ganggu mereka ber dua. Biarkan mereka menjalani hidup mereka."

"Aku tidak sudi putraku menjadi gay menjijikan seperti putramu ini," ucap Rose penuh amarah.

Tuan Thrai menatap istrinya tajam dan langsung menamparnya.

"Jaga ucapanmu Rose, kau membuatku malu dengan ucapanmu. Kau sama sekali tida terdengar seperti wanita dari kalangan atas. Sebaiknya kau pergi, jangan buat keributan di sini."

Nyonya Rose yang marah segera pergi dari rumah.

"Maaf Tin, pho sudah menampar ibumu."

"Tidak apa-apa pho, aku mengerti. Mae memang sudah keterlaluan."

"Kau tenangkan Can, kami tunggu kalian di bawah."

"Baik pho." Setelah kakak da  ayahnya pergi Tin membawa Can masuk ke dalam kamar dan menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang.
Tin melihat wajah Can yang memerah dan mengelusnya lembut.

"Sakit?" Tanya Tin lembut. Can hanya mengangguk dan setetes air mata keluar dari ke dua matanya. Pasalnya ini pertama kalinya ada orang yang menamparnya. Ibunya saja tidak pernah melakukan ini padanya.
Tin mengecup pipi Can dengan lembut.

TinCan LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang