"The night were blinding.
but without your existence here,i already blinded."
-
Kedua mata tajammu yang seolah mencekik jiwaku, kini hanya menuding sayu. Bibir yang kemerahan bagai kelopak mawar, kini pucat seperti bulu domba. Kedua tanganmu terkulai lemah.
Eksistensimu di sini seolah mengatakan bahwa aku adalah dalang di balik segala derita yang engkau alami saat ini. Tapi, kenapa?
"Hussey."
Kudengar, parau suaramu. Seolah, telah berteriak sampai pita suaramu hampir copot. Tapi, kenapa aku baru menyadari kalau kedua matamu sembab?
"Ada apa, Joanne?" Tanyaku, namun engkau nampak tenang seperti biasa. Engkau pilih duduk di balik kanvas daripada duduk di sampingku.
"Kenapa duduk di situ?"
"Kalau di sampingmu, aku akan lebih kecewa karena kau akan mengabaikanku jauh di banding bila aku duduk di sini."
Aku naikkan sebelah alisku, kata-katamu selalu rumit untuk aku mengerti sedikit saja. Namun, di situlah aku temukan istimewa sosokmu yang kelabu.
"Hussey, i just made some new bruises today. Would you like to see?"
Tentu saja, hanya dengan ungkapanmu yang singkat nan lugas mampu mencuri atensiku sepenuhnya padamu. Kali ini aku tak akan menatapmu dengan tatapan hangat; melainkan tatapan benci yang mendalam ke arahmu.
Alih-alih kulihat raut takut pada wajahmu, malah kulihat rantai luka yang seolah menggandul pada lehermu. Sepertinya, kali ini benar-benar berat bagimu.
"Kenapa kau lakukan hal ini lagi? Kau pasti tidak mengobatinya, 'kan?"
Kini, 'ku duduk tepat di sampingmu. Aku tinggalkan ďkduas dan alat warnaku sembarang. Engkau, dan keadaanmu lebih penting daripada benda yang jadi mimpiku.
Aku menarik tanganmu, mengamati bekas luka gores yang memilukan hati itu kembali menyayat tubuhmu yang bebas cacat itu. Oh, Joanne..
Aku lihat senyummu terukir ketika tangan kananmu yang bebas itu menaikkan daguku, engkau tersenyum seolah bebanmu telah pergi begitu saja hanya dengan perhatianku. Ah, maaf, aku memang selalu percaya diri jika menyangkut dirimu.
"Because i need to."
"Engkau frustasi lagi, iya?"
Engkau tersenyum. Tanganmu beralih untuk mengusak rambutku yang kuikat sembarang, menyerupai seorang gadis remaja tukang kayu.
"Apa aku harus selalu melukai diriku untuk mendapatkan perhatianmu?"
Aku berdecak kesal, aku melepas tanganmu agak kasar seraya mencoba meninggalkanmu untuk kembali beraktivitas sebagai pelukis handal.
"Baby!"
"Oh ayolah, berhenti memanggilku begitu!" Seruku kesal, kini kita saling bertukar pandang sebelum kamu terkikih geli melihat tingkahku.
"Maaf, habisnya kau hanya akan memperhatikanku jika aku memanggilmu begitu." Sahutmu tanpa beban, aku merotasikan mataku kesal lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan kaki kanvas.
KAMU SEDANG MEMBACA
WINGS (胡蝶夢) ✓
Fanfic2SHIN ONESHOT COLLECTION; ❝run away from reality, live in the dream of you.❞ copyright: 2020, written by applefalls. [!] ever was #1 in ryuna!