Taehyung tak melepaskan jerat tatapannya dengan mudah, butuh beberapa menit untuk menelisik manik si gadis yang sukses membuat hatinya seolah kembali dihujami paku. Butuh beberapa detik untuk membuatnya tersadar bahwa gadis di depannya adalah Hwang Rheya—yang berusaha ia cari selama ini. Bahkan jika bisa diungkapkan, rasanya seperti mimpi. Ada rasa senang ketika menemukan fakta bahwa penantiannya telah usai, berhasil menemukan celah cukup besar untuk membawanya kembali. Tetapi fakta dan praduga lain kiranya lebih mendominasi hingga membuatnya diserang kegelisahan begitu cepat, asumsinya kelewat banyak—terlebih lagi bagian buruknya, Taehyung butuh setidaknya satu pergerakan untuk membuatnya tersadar.
Benar-benar rindu. Sangat.
Pemuda itu tak dapat mengatakan bagaimana perasaannya tatkala rasa rindu dan rasa bersalah itu melebur menjadi satu dalam waktu yang bersamaan. Ia senang, namun juga merasa sedih dan takut dalam waktu yang bersamaan. Senang mengetahui fakta bahwa ia dapat menemukan Rheya, kembali menyapa kedua irisnya dengan paras si gadis yang terlihat semakin cantik, pun dengan beberapa perubahan lain. Dia tampak benar-benar menjadi seorang gadis sejati. Namun perasaan itu ditindih begitu saja saat isi dalam kepalanya disesak untuk rentenan pertanyaan yang membuatnya nyaris kalut sendiri.
Ini Rheya? Serius?
Semakin cantik. Taehyung selalu suka pada rahang tegas milik Rheya, bagaimana hal tersebut seolah berusaha menampakkan fakta tiap tatapan. Pada pahatan sempurna tiap wajahnya, bibir plumnya, manik tajamnya, hidungnya, dan tatapan sendunya, Taehyung merindukan semua yang ada pada dirinya. Suaranya, teriakannya, umpatannya, senyumnya, tingkahnya, semuanya. Hanya saja, pemuda itu seolah dipaksa untuk menelan bongkahan kayu tatkala menyadari bahwa mungkin hal yang ia rindukan tak lagi sama mengingat waktu bisa saja merubah segalanya, terlebih lagi perasaannya.
Apa ia hidup dengan baik?
Taehyung telah menunggu untuk waktu yang cukup lama, ia telah menderita dengan rasa bersalahnya, terlalu cukup. Ia kehilangan orang-orang terdekatnya, ia kehilangan kepercayaannya, cintanya, gadisnya, Taehyung nyaris kehilangan minat pada hidupnya sendiri jika tak mengingat bahwa cintanya masih ingin menemui rumahnya. Tak jauh berbeda dengan Rheya, ia telah melewati mimpi-mimpi buruk setiap malam, tak pernah mendapatkan waktu terbaik untuk sekadar terlelap ataupun bernapas, Taehyung tak dapat bernapas dengan baik sementara hatinya telah dibawa pergi.
Apa ia bahagia?
Ia bahkan seringkali ketakutan. Rasa bersalah itu serasa membunuhnya tiap hari, ingatan perihal betapa brengsek dirinya karena mempermainkan Rheya, kenangan buruk bagaimana ia kehilangan sang kakak dan bagaimana presensi itu menjauhinya—lantas bagaimana bisa Taehyung hidup dengan baik setelahnya?
Apa ia tidur dengan cukup?
Semuanya memburuk. Tidak ada yang baik-baik saja. Tidak Rheya ataupun Taehyung.
Namun, terlebih itu, pemuda itu dapat merasakan rasa sesak perlahan merangsek ke dalam hatinya, gelenyar nyeri pada ulu hatinya, sedang tanpa sadar kedua irisnya telah berair. Menyadari bahwa sebentar lagi presensi itu akan kembali menghilang, bahwa pergerakan untuk menarik jarak mungkin akan segera dilakukan, dan fakta bahwa penolakan yang segera menyapanya, Taehyung takut.
Manalagi menemukan fakta bahwa tatapan Rheya tampak begitu kosong setelah sempat menatapnya dengan keterkejutan hebatnya. Dalam sejenak, Taehyung dapat merasakan bagaimana atmosfer mendadak begitu dingin untuk mereka berdua, bagaimana manik itu berubah perlahan untuk menatapnya datar, pun dengan dorongan yang diberikan hingga berhasil menciptakan jarak di antara mereka.
Taehyung terdorong ke belakang, sedang ia mati-matian menahan air matanya agar tak meluncur begitu saja tatkala mulai merasakan nyeri di dalam sana. Keduanya sama-sama terdiam dan membiarkan deru napas mereka mengisi keheningan. Rheya berusaha menghindari tatapannya, gadis itu hanya menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carry You Home
Fanfiction[The Secret Series: Book II of Seize] [COMPLETED] Pada desir hebat yang membuncah, di antara detik yang merajam semakin cepat, bersama dengan lantunan isak dalam tangis yang dilayangkan, Rheya baru menyadari seberapa besar presensi si Kang itu meny...