//010

82 4 0
                                    

Happy reading!!

•••


  Entah sudah ke berapa kali gue terus melihat jam tangan milik gue, untuk saat ini gue harus fokus pada waktu dan kecepatan. Rasanya kaki gue udah kayak tales bogor aja. Dari rumah gue lari ke sekolah gara-gara telat, entah kenapa gue bisa telat.

Kaki gue terus bergerak. Semakin lama semakin melambat, dan gue yakin sekarang baju gue udah kayak kesiram air. Gue juga gak peduli kalau nantinya baju gue bakalan bau. Yang terpenting adalah sekarang gue harus sampai ke sekolah 15 menit lagi. Kalau aja nggak ada ulangan harian hari ini , gue bisa aja bolos sekarang.

Dukkk...!

Ah..sialan.  Lutut gue terbentur aspal jalanan, perih banget rasanya. Gue mencoba untuk berdiri, tapi rasanya kaku sekaligus linu dalam waktu bersamaan.

Haruskah gue bolos hari ini?

Tin!

Untungnya gue gak punya riwayat jantung, Coba kalau iya , bisa-bisa mati mendadak gue.

"10 menit lagi masuk," ucap seseorang.

"Bareng gue atau lo gak ikut ulangan hari ini." lanjutnya.

Gue dilema sekarang, gimana ini?

Gue menatap seseorang dihadapan gue sekarang. Ikut dia, gue ikut ulangan. Nggak ikut, gak ikut ulangan sama di marahin nyokap.

Gue mengusak wajah frustasi.

Apa yang harus gue lakukan?

•••

  Gue langsung turun dari motor tanpa memperdulikan apapun lagi, apalagi sekedar berterima kasih.

Tinggal lima menit lagi, dan gue udah gak sanggup buat jalan. Gue berjongkok, merasakan lutut dan telapak kaki yang terasa nyeri.

"Ayo! gue bantu." tawarnya.

Gue terdiam, tanpa ada niatan menerima uluran tanganya.

"4 menit lagi."

Ck, perhitungan sekali dia ini. Dengan amat sangat terpaksa gue menerima uluran tanganya. Gue gak perduli dengan detak jatung gue yang dua kali lipat lebih cepat, entah karena habis lari atau dekat dengannya.


Setelah sampai di depan kelas, cepat-cepat gue melepaskan tangannya. Lalu memasuki kelas begitu saja.

Baru saja gue duduk tepat di bangku gue, pak guru sudah datang. Padahal tadi Lisa seperti ingin bertanya sesuatu.






...

"Rel, lo kok bisa telat sih? jarang-jarang lho,  lo telat. Hampir aja ulangan mau mulai." Lisa terus saja menyeruakan omongannya.

"Gak tau, nyokap lagi keluar soalnya. Semalam juga gue begadang. "

Rena menjitak pelan kepala ku, "Jangan keseringan begadang."

Gue membalas nya hanya dengan 'haha-hehe' doang.

"Ya ampun! lutut lo kenapa?" seru Lisa dengan wajah terkejutnya.

Rena pun sama, ia khawatir begitu melihat luka lecet di lutut gue. "Kok dibiarin aja sih?"

"Udah gapapa. Nanti juga kering sendiri." jawab gue kembali menyeruput lagi jus yang tadi dibeli Lisa.

"Jangan ngadi-ngadi ya, lo. Ini bisa infeksi kalo gak di obatin." Ucap Rena dengan penuh penekanan.

Rena galak mode on.

"Ayo ke UKS ." Ajak Rena menarik tangan gue.

Tapi seseorang memanggil Rena untuk pergi ke ruangan guru. Gue udah bilang gapapa sendiri juga, tapi dianya keukeuh. Sampai akhirnya dia yang ngalah.

Eh... Lisa ikut Rena, soalnya tadi harus ada satu orang lagi buat nemenin.

Jadi lah gue jalan sendiri ke UKS. Sakit banget sebenernya, tapi gue tahan. Jalan aja kayak orang pincang. 

"UKS  jauh banget sih, gak tau ini sakit banget apa?" gerutu gue yang gak tau nyalahin siapa.

Langkah gue terhenti, disana ada seseorang yang berjalan ke arah berlawanan dengan gue. Gue bener-bener gugup, mau balik lagi tapi masa perjuangan gue ke UKS sia-sia cuman gara-gara tuh orang.

Tatapan gue teralihkan ke arah lain, asal jangan dia. Rasanya gue pengen teleportasi aja.

Dia berhenti tepat dihadapan gue, "Ngapain?" tanyanya.

Gue gelagapan, gak tau mau jawab apa.

Dia tetap dalam posisinya, ngeliatin gue lebih intens. Apakabar dengan hati gue yang diliatin kayak gitu?

"Bukan urusan lo." jawab gue ketus, terpaksa.

Gue mencoba pergi dari tempat gue sekarang, tapi mungkin karena dia terlalu peka dengan gerak-gerik gue seperti ada yang janggal.

"Kaki lo kenapa?" tanyanya.

Baru aja beberapa langkah gue pergi. Gue menghela nafas kasar,  "Gue bilang ini bukan urusan lo." Jawab gue penuh penekanan.

Dia mencekal tangan gue yang berhasil membuat gue tersentak, "Gue anterin lo ke UKS." Ajakanya langsung menuntun gue ke UKS.





Setiba nya di UKS, gue hanya diam saja. Sedangkan dia tengah mencari obat buat ngobatin luka gue. Padahal gue tadi udah nolak, tapi dianya aja yang maksa, so ... gue gak mau hal sepela ini malah jadi masalah besar.

Dia datang dengan kotak bertuliskan 'P3K'. Lalu beralih melihat lutut gue, lalu dengan telaten  mengobati lukanya.

"Kenapa kok bisa gini?" tanyanya yang masih fokus dengan kegiatan nya.

Gue diam, hanya deheman saja yang terdengar. Membuat dia mendongak melihat gue, yang gue dapat baca raut wajahnya seperti mengatakan 'apa maksudnya?'.

Gue alihkan mata gue ke arah lain.  Sama sekali tidak berani melihat matanya yang kini tengah menunggu jawaban.

Terdengar helaan nafas, "Gue gak bisa lakuin apa yang lo inginkan."

Pergerakan gue terhenti dari kegiatan memandang ke arah lain, lalu beralih menatapnya.


"Gue gak bisa jauhin lo."

"Gue gak bisa." lirihnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa vomentnya!!











(Not) Secret Admirer |✔|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang