//018

63 5 0
                                    


"Kolex sama Chika? siapa kolex?"

Gue tergagap, lalu berusaha tertawa walaupun garing. "Hahaha, siapa yang bilang kolex? gue bukan penjual kolek."

Adrian menatap gue curiga.

"Aurel?!!" teriak Rara memanggil gue, dengan segera gue memanfaatkan itu untuk kabur.

"Eh... gue pergi dulu ya. Rara sama yang lain udah nyariin." Ucap gue dan langsung lari kearah Rara.

Thanks Ra...

ternyata lo berguna juga.

>>>>

Gue sekarang tengah berada si sebuah taman dengan si kolex.

Alex meminta gue buat bertemu dengannya. Alhasil gue harus bilang ke Rara ada urusan penting, walaupun tadi sempat ditanya-ditanya. Hingga akhirnya dia ngebiarin gue pulang sendiri,  untungnya Rara pulang bareng Lisa, jadi gue gak terlalu merasa bersalah.

"Makasih banget." Ujar Alex dengan senyumannya yang gue anggap senyuman bodoh.

"Ini bukan gue yang ngelakuin tapi lo, tadi gue cuman menghalang ka Azka doang."

"Iyalah... kan lo pawangnya." Alex terkekeh, lalu mengusak rambut gue.

Kalau bukan Alex orangnya pasti gue baper, sama dia bukannya baper gue malah tersulut emosi.

"Kusut jir."

Alex tertawa, "kalau sama lo tuh gue bawaannya ketawa mulu dah."

"Terimakasih." lanjutnya, dan gue melihat ketulusan dimatanya.

Gue kaget ketika Alex tiba-tiba menarik gue dalam pelukan nya. Sebenernya gue mau ngelepasin pelukannya, tapi...

"Walaupun gue gak balikan sama Chika, tapi gue seneng dia udah gak ngehindarin gue lagi. Gue gak menyesal, tapi gue terlampau bahagia. Makasih banyak, Rel." Ujarnya ketika gue masih di peluk olehnya.

Dengan perlahan pelukan itu terlepas, tapi wajah si kolex ini masih dengan tampang bodohnya.

"Udahan deh senyum-senyum nya. Ngeri gue lama-lama." Gue bergidik ngeri.

Alex nyengir, "gue janji bakal nebus perbuatan lo sama gue."

Gue memicingkan mata, berniat untuk bercanda. "Dengan tampang lo kayak gini, gue gak percaya."

Alex mencebik kesal lalu tertawa setelahnya.

"Kalau si Azka itu berani nyakitin lo, gue ada di garda terdepan buat lo. Gue yakin setengah nyawanya menghilang."

Gue sedikit tersentuh. Percayalah gue sebenarnya tidak terlalu membenci Alex, itu hanya terjadi ketika dia pertama kali meminta gue bantuan. Karena saat itu gue sedang marah, jadilah dia kena korbannya.

"Gue masih aneh deh sama lo. Kan lo ini pelayan yah, terus kenapa bisa punya mobil mewah dan sekolah di sekolah termahal," tanya gue yang selama ini belum mendapatkan penjelasan.

"Ohh itu. Gue sedang latihan aja."

Gue mengernyit, latihan apa bambang?

"Soalnya nanti restoran itu jadi milik gue." Ucapnya membuat mulut gue membulat.

Gue yakin Alex nggak akan miskin tujuh turunan. Karena restoran itu termasuk yang termahal dan tidak pernah sepi, selalu ramai.

"Kok latihannya jadi pelayan sih, bukannya langsung jadi bos aja."

"Gak seru dong. Kalau pelayan kan langsung turun ke restoran nya, melihat berapa banyak para pelanggan dengan mata kepala sendiri. Gue juga bisa tahu apa yang sering jadi menu favorit mereka, biar gue bisa mengembangkannya di masa depan." Jelasnya.

(Not) Secret Admirer |✔|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang