//023

84 4 2
                                    

"Bagus gak, Ra? Gue gak suka, ini lehernya terlalu terbuka."

Rara mengalihkan pandangan ke arah Aurel yang sedang mematut penampilannya. "Bagus kok. Gak deh, lagian itu emang bagus leher sedikit terbuka kayak gitu."

"Masa sih?" Aurel terdiam diposisinya. Ada hal yang menganggu pikirannya sejak tadi.

"Gila! Gue gak sabar, Rel. Lo tau kan, selama ini teman-teman SD kita gak pernah reunian, sekalinya reunian gue jadi gak sabar. Gimana mereka ya sekarang. Lo udah siap ketemu dia kan?"

Kata-kata barusan seperti menancap tepat pada hati Aurel. Sepertinya sekarang waktunya. Percuma ia menghindar selama ini.

"Menurut lo, gue siap gak?" tanya balik Aurel.

Rara berdecak, "Heh! Lo lah yang punya perasaan, ngapain nanya ke gue. Gajelas lo!"

Aurel merenggut sebal. Meraih handphone yang berada tak jauh darinya. "Kita berangkat pake apa?"

"Kaki!"

Aurel menghela napas kecil. "Gue tau. Please, gue lagi serius, Ra."

Baru saja Rara ingin mengatakan sesuatu, "Dianterin Adrian aja, gimana?" terpotong oleh Aurel.

"What?! Adrian? Jangan!" Seru Rara lantang, ia bahkan berdiri dari tempat duduknya.

Aurel menatap bingung ke arah Rara. "Kenapa? Biasanya gue sering bareng dia kemana-mana juga."

Rara memutar bola matanya. "Ayo dong, Rel. Mau sampai kapan lo terus bergantung sama Adrian? Lo emang gak ngerasa lo tuh bersikap kayak pacarnya Adrian?"

Aurel bergeleng ragu. Adrian emang sahabatnya, kan?

"Gue tuh kasian sama Adrian. Punya pacar ngga, tapi selalu nempel sama cewek yang bukan pacarnya."

"Terus apa masalahnya? Emang gak boleh cowok-cewek sahabatan? Lagian Adrian juga gak protes tuh, " balas Aurel tak kalah panjang lebar.

"Bukan gitu maksudnya, Rel. Gue gatau gimana jelasinnya ke elo. Tapi gue yakin, nanti lo juga bakal sadar." Rara menjeda perkataannya.

"Lebih baik kita bareng aja sama Ika. Tadi gue udah chat, dianya mau."

Kalau seperti ini Aurel bisa apa? Kecuali mengiyakan.

....

"Ka, bener ini tempat nya?"

"Iya. Mewah kan? Lo pasti tau siapa yang bayarin semua ini."

Rara dan Aurel saling berpandangan, seakan pikiran mereka menuju orang yang sama. Mereka-- Aurel, Rara, dan Ika-- berjalan memasuki tempat tersebut. Aurel tak henti-henti meremas jari-jari tangannya, ia merasa gelisah.

"Ra..." lirih Aurel. Sedangkan Rara yang menyadari itupun langsung mengusap tangan Aurel, lalu tersenyum menenangkan.

"Ayo kita kesana! " ajak Ika, Aurel dan Rara mengekor dibelakang.

Lo pasti bisa, Rel!

Aurel menyapa masing-masing temannya. Terharu juga melihat mereka yang benar-benar berbeda dengan yang sekarang. Aurel benar-benar tidak percaya dengan seseorang yang mengadakan reunian SD, dia benar-benar merencanakan semuanya. Padahal SMP atau SMA pun belum tentu akan mengadakan reunian, pikir Aurel.

Mereka bernostalgia dengan bernyanyi bersama. Menyanyikan lagu zaman mereka masih bocah. Aurel terkekeh melihat pemandangan teman-temannya.

"Seru ya?"

Aurel terjengit. Tapi ia sadar satu hal, ia telah ditinggalkan oleh Rara dan Ika yang pergi ke atas panggung.

Demi apapun juga, Aurel tidak sanggup bersamanya sekarang.

(Not) Secret Admirer |✔|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang