Part 25

393 34 1
                                    

"Ma, aku berangkat, ya." aku berlari menuruni anak tangga, sedikit teegesa-gesa.

Mama datang dari arah belakang. "Sayang, bentar dulu. Ini ada dua tawaran, kamu mau yang film atau sinetron?" tanya mamaku. Ya, selama aku belum menemukan asisten, mamalah yang mengatur semuanya.

"Sinetron aja Ma." aku masih sibuk mengoleskan selai. Setelah selesai barulah aku menghampiri mama. "Ma, aku berangkat," pamitku.

Mama sempat menahanku. "Kamu gak mau tau siapa aja yang main di sinetron ini?" tanya mamaku sekali lagi. Mungkin, mama takut kalau aku tidak sreg dengan lawan mainku. Tapi mau bagaimanapun juga aku harus bisa beradu akting dengan siapapun itu.

Aku menggeleng. "Enggak Ma, aku udah telat loh. Kasihan Andra udah nunggu dari tadi."

Mama terkekeh. "Okey, semoga kamu gak kaget ya, nantinya." aku tak memikirkan ucapan mamaku.

Lagi dan lagi aku dijemput Andra, kali ini akulah yang meminta. Semalam aku menghubunginya untuk menjemputku pagi ini, dia sempat menolak tapi, aku terus membujuknya. Ya, walaupun aku harus mengorbankan malam mingguku bersamanya.

"Dra, udah lama nunggu?" tanyaku sembari mengatur napasku.

"Lumayan. Masuk gih, biar gak telat," ujarnya.

Aku langsung masuk ke mobil begitupun dengan Andra. Tak sengaja aku melihat banyak coklat, bunga, boneka berada di belakang.

"Itu punya siapa, Dra?" tanyaku seraya menggerakkan daguku, menunjuk barang yang kumaksud.

Andra menengok ke belakang sekilas, lalu mulai melajukan mobilnya. "Ohh, punya sepupu ku itu," ucapnya masih fokus melihat jalan di depan.

Aku melihat ke belakang lagi, entah kenapa aku pengin merasakan coklatnya. Bilang gak ya, kalau aku mau coklatnya? Tapi, kan, itu punya sepupunya.

Aku menipiskan bibirku. "Emm, Dra, gue boleh minta coklatnya satu, gak?" tanyaku hati-hati. Aku menatap Andra was-was, takut dia marah. Tapi, gak mungkin juga sih dia marah karena aku yakin dia pasti gak akan nolak permintaanku.

"Pengen banget emangnya?" aku langsung memasang puppy eyes saat Andra melihatku. Andra menghela napas. "Yaudah deh, boleh. Tapi, hanya satu, gak boleh lebih," ucapnya. Dan aku mengangguk semangat.

Selain karena aku pengin coklat, aku juga penasaran dengan coklat itu. Entah kenapa, aku pernah melihat bungkus coklat itu. Makanya aku meminta satu.

Karena bosan, aku mengeluarkan ponselku dan ternyata aku lupa membawa earphone. "Dra, lo punya earphone gak? Gue lupa bawa soalnya," tanyaku.

Andra merogoh sakunya. "Nih, untung gue gak lupa." aku mengambil earphone itu. "Thanks," ucapku.

Saat aku ingin memakai, tak sengaja melihat sebuah tulisan yang sama persis yang aku temukan di barang Bang Langit. 'LIrA' kenapa bisa sama? Batinku. Akan aku cari tahu nanti.

Tak terasa mobil Andra sudah terparkir sempurna di parkiran. Aku segera turun saat melihat Andra yang meninggalkanku. Andra berjalan membuka pintu belakang, aku masih menunggu Andra memberikanku coklat.

Sepertinya Andra sedang tergesa-gesa, dilihat dari wajahnya yang terlihat gelisah. Aku penasaran, ada acara apa dia setelah ini?

Andra menyodorkan coklat yang aku minta. "Thanks, ya." aku langsung tersenyum dan Andra membalas dengan senyuman juga.

"Gue duluan ya," pamitnya yang langsung pergi begitu saja sebelum aku menjawabnya.

Baru satu langkah, aku teringat jika earphone Andra masih ada bersamaku. Akan aku kembalikan sepulang sekolah saja nantinya. Aku bersenandung kecil sembari memakan coklat, tak lupa bungkusnya aku simpan.

"Dari tadi gue panggil gak nyaut, ternyata oh ternyata telinganya disumpal." hampir saja aku mengeluarkan jurus andalan, tapi aku urungkan.

Irma terkekeh. "Asik aja dari tadi." Irma melirik coklat yang aku makan. "Dapat darimana tuh coklat? Enak banget, pagi-pagi udah makan coklat aja," ujarnya.

"Ada dari seseorang," jawabku. "Kenapa mau?" aku meyodorkan coklat–tepat di depan wajah Irma– yang sudah aku makan setengah, Irma memundurkan wajahnya dan menahan tanganku. "Gak usah, makasih." aku mengangkat bahuku tidak acuh.

Tak ada yang memulai obrolan diantara kami, aku sibuk dengan lagu yang aku dengarkan dan coklat yang sangat manis, yang sedang aku makan. Setelah ini aku harus ke kamar mandi, takut ada coklat yang nempel di gigi.

"Da, gimana syuting mini series kemarin? Lancar?" tanya Irma.

Aku mengangguk. "Lancar dong, bahkan lebih cepat dari perkiraan," jawabku setelah memakan bagain coklat yang terakhir.

"Udah ada tawaran syuting lagi belum? Sinetron atau film gitu?" tanyanya lagi.

"Sinetron sama film semua nawarin tapi, aku pilih sinetron. Emang ken—"

"Da, gue duluan ya." ucapanku terpotong saat Irma menerima pesan masuk dan langsung tergesa-gesa. Aku mengingat-ngingat apakah ada acara yang mengharuskan Irma terlibat? Sepertinya tidak ada sama sekali?

Ah, lebih baik aku ke kamar mandi saja. Aku mengeluarkan bungkus coklat yang aku simpan, coklat, sepertinya aku pernah dapat coklat. Anak kecil, di supermarket. Iya, gak salah lagi. Coklat ini lah yang menyebabkan aku bolos, dan yang menemukan teror itu Ka Angkasa. Kenapa Andra memiliki cokat ini? Tapi Andra bilang ini punya sepupunya. Siapa sepupu Andra?

"Iya, gue ke sana sekarang. Tempat biasa kan? Oke siap."

Samar-samar aku mendengar orang sedang berbicara, aku memercepat langkahku. Saat aku ingin melihat siapa orangnya dia sudah pergi terlebih dahulu, pakaian yang dipakainya juga tertutup, aku tidak bisa mengenalinya.

Dengan kecepatan kilat aku masuk ke kamar mandi, mengecek apakah ada coklat yang teringgal atau tidak. Setelah dipastikan tidak ada, aku bergegas masuk kelas.

Kebetulan sekali Sasa sudah berada di dalam kelas, aku langsung menghampirinya. "Sa. Lo tau coklat ini gak?" tanyaku dengan menyodorkan bungkus coklat tadi.

Sasa melihat-lihat bungkus coklat itu, aku menanti dengan cemas, takut orang  yang punya coklat itu punya maksud lain.

"Lo udah makan coklatnya?" tanyanya yang membuatku heran.

Aku mengernyit. "Udah," jawabku polos.

"Rasanya manis? Dan lo ngerasa ketagihan buat makan lagi?" tanyanya lagi. Sepertinya Sasa sedang mencari informasi.

Aku mengelus daguku, seperti orang yang berpikir. "Kalau manis iya tapi, kalau ketagihan gak terlalu sih. Oh iya, gue pernah dapet coklat ini, anak kecil yang ngasih, gak tau dari siapa. Dan ada pesan di bungkusnya."

"Apa isi pesannya?"

"Mati," jawabku.

"Lo dapet ini dari siapa?"

"Andra." dari tadi Sasa nanya terus.

"Kalau gitu dia bisa jadi orang yang selama ini lo cari. Kalau gue sama Siska nebaknya Irma," ucapnya.

Tunggu, apa tadi katanya? Irma? Masa iya sih? Aku malah mengarah ke Bang Langit.

"Lah? Gue kira pelakunya Bang Langit,"

"Kita selidiki ketiganya. Lo selidiki Andra, gue Irma, dan Siska Si Langit itu. Gimana?" hemm, bisa juga.

"Baiklah, kita selidiki mereka bertiga," ucapku. Kalau sampai aku tahu siapa pelaku utamanya, lihat saja akan aku tenggelamkan dia ke laut.








Tbc

En Dröm [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang