Aku tersentak, tiba-tiba ada yang memanggilku dan menepuk bahuku. Saat berbalik, aku sama sekali tidak mengenalnya.
"Eh, maaf salah orang. Kukira kamu temenku. Maaf ya." sesuai dugaan, dia salah orang.
Aku hanya tersenyum lalu dia berlalu begitu saja. Aku mengedarkan pandangan, mengernyit ketika melihat ka Angkasa keluar dengan bergandengan tangan bersama seseorang. Maksudnya apa coba? Dia gak ingat apa ya, kalau aku berangkat sama dia. Eh, sekarang dia asik berdua-duaan dengan gebetannya(?)
Aku tersenyum miring ketika ide jahil muncul. Dengan langkah pasti aku menghampiri ka Angkasa.
Aku pura-pura batuk. Tapi si Kasa malah gak ngeh, tambah asik ngobrol berdua seakan-akan aku gak dianggap. Baiklah, akan aku ikuti cara main mu.
"Ekhem...maaf nih ya. Ngobrol sih ngobrol tapi gue jangan dilupain juga dong!" kesalku.
Setelah aku berkata demikian, wanita itu pamit lalu pergi, dia sempat tersenyum kecil kepadaku yang aku balas tatapan sinis. Biarin.
"Siapa sih?" tanyaku kesal setengah kepo. "Penampilannya gak banget. Mau nyabe kok di sini!"
"Namanya juga model Da. Biasalah pakaian kaya gitu," ucapnya santai. "Masuk gih." ka Angkasa berjalan memutari mobilnya.
Aku langsung membuka pintu mobil dan masuk. "Iya. Dan lo sangat menikmati pemandangan tadi. Ya kan?!" aku menoleh lalu memicingkan mata.
Ka Angkasa hanya terkekeh. "Dasar cowok," gumamku.
"Oh iya Da. Kapan mulai syuting?" tanya ka Angkasa setelah menjalankan mobilnya keluar dari area.
"Lusa," jawabku ogah-ogahan. "Kenapa emangnya?" tanyaku balik.
"Berarti mulai lusa kemungkinan lo bakal ketinggalan banyak pelajaran." tanpa dikasih tau pun aku udah tau duluan.
"Ya terus?" aku mengangkat sebelah alisku.
"Lo masih mau sekolah seperti biasa atau milih home schooling?"
Aku menghela napas. "Gak taulah. Nanti gue bicarain sama mama," ucapku.
Ka Angkasa melirikku sebentar lalu kembali fokus ke depan. "Papa lo...udah setuju lo terjun ke dunia seni peran?"
Aku tersenyum kecut. Masih teringat jelas perubahan nada bucara papa. "Kalau dilihat dari raut wajahnya, nada bicaranya sih dia masih belum ikhlas."
"Mingkin beliau masih takut kalau lo bermain peran. Beliau pikir, kejadian masa laku akan terulang lagi kalau lo jadi aktris." aku langsung menatap ka Angkasa sepenuhnya. Maksudnya apa coba?
"Maksud lo apa ngomong kaya gitu?" aku menatap tajam ka Angkasa. Dia kelihatan gelisah. "Jangan bilang lo tau sesuatu. Lo tau alasan papa gak pernah kasih izin gue untuk jadi aktris? Iya? Lo tau itu kan?!" tanyaku. "Jawab!" bentakku.
"Eng ... engak. Gue ... gue gak tau apa-apa," ucapnya terbata-bata.
"Gue tau lo nyembunyiin sesuatu begitu juga dengan keluarga gue. Gue gak tau apa yang kalian sembunyiin. Yang jelas gue gak peduli lagi. Sepintar-pintarnya kalian nyembunyiin sesuatu, nanti juga bakal ketahuan kok. Tinggal tunggu aja waktunya," ucapku.
Aku membenarkan posisi dudukku. Tak sengaja mataku menatap seorang anak yang sedang makan dengan lahap. Aku jadi lapar.
"Lapar?" aku menengok lalu mengernyit, mengikuti arah pandang ka Angkasa. Aku sedikit tersentak, sejak kapan aku memegang perutku? Batinku.
"Udah tau, nanya lagi!" ucapku tak bersahabat.
Tak lama kemudian ka Angkasa berbelok ke suatu rumah makan. Setelah mobilnya benar-benar berhenti aku segera turun dan berjalan ke dalam, tak memperdulikan ka Angkasa yang masih berada di mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
En Dröm [COMPLETE]
Teenfikceen dröm dalam bahasa Swedia artinya sebuah mimpi. "Masih yakin bisa jadi artis lo?" "Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Asalkan kita mau aja berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan," -Tria Fanida-