Part 33

296 34 0
                                    

"Mau kemana? Rapi banget?" tegur bang Devan saat melihatku melewati ruang tengah.

Aku menatap Rian-ah, apakah aku harus memanggilnya Rayhan?- berlanjut ke sebelahnya yang tak lain si Kasa steril, lalu bang Devon, mereka bertiga masih asik bermain ps. Lalu kembali menatap bang Devan.

"Mau pergi," jawabku.

Aku hendak beranjak saat bang Devon bertanya, "ke mana? Sama siapa?" bang Devon tidak mengalihkan pandangannya.

Aku menghela napas, sudah kuduga. Jika bukan karena proses penyelidikanku, aku juga ogah menyanggupi ajakan Irma.

"Ke mall, mungkin," jawabku ragu. Irma hanya memintaku untuk menemaninya hari ini, tapi aku tak tau menemaninya ke mana. "Sama Irma." selepas aku mengatakan jika ingin pergi sama Irma, kak Angkasa dan Rian langsung melirikku penuh yanda tanya.

Mungkin mereka bingung, aku sudah diperingati untuk menjaga jarak dengan Irma, tapi kenyataannya aku selalu saja berurusan dengannya. Menurutku, dengan aku mendekati Irma, paling tidak aku dapat mengawasi gerak-geriknya, mengetahui teror apa yang akan aku dapatkan selanjutnya. Dengan begitu aku bisa tau siapa pelaku dibalik semuanya.

"Pulang sebelum jam tujuh malam. Jika lewat satu menit aja, abang pastiin kamu gak akan bisa masuk ke rumah!" ujar bang Devan yang kuacungi jempol.

***

Sesuai dengan perjanjian saat nobar tadi malam, usai sekolah aku harus menemani Irma, entah ke mana. Dan di sinilah kita berada, di salah satu mall yang ada di Jakarta Selatan, Pondok Indah Mall.

Setelah berputar mengelilingi kota, sekarang harus berputar mengelilingi mall. Sebenarnya kaki ku sudah pegal. Dalam hati aku menggerutu, kenapa gak sejak awal aja ditentuin mau kemana? Beli apa? Lebih baik aku ikut Sasa aja, kalau tau begini ceritanya.

Lagi dan lagi aku menghela napas. Aku memperhatikam Irma, sepertinya dia tidak nampak kelelahan. Malahan dia begitu bersemangat, senyumnya juga tak pernah luntur. Sejujurnya dia ramah, selalu senyum. Dan tak jarang jika ada yang menyapa, dia selalu menanggapi, apalagi anak-anak.

"Da, lo cape?" aku meliriknya sekilas lalu mengangguk lemah.

"Kalau lo mau cari makan dulu gak papa," tawarnya.

Aku langsung menggeleng. "Enggak perlu. Gue, kan, udah janji mau nemenin," aku menyengir.

Sebenarnya aku hanya takut jika saat aku tidak ada Irma akan merencanakan sesuatu. Tujuan utamaku menyanggupi ajakannya, kan, untuk memantaunya. Jadi, tidak akan aku biarkan Irma sendiri.

Lalu Irma menuju aksesoris. Aku mengikutinya dari belakang. Sebenarnya aksesoris disini sangatlah bagus dan indah. Siapa saja yang melihatnya pasti akan tergiur untuk membelinya.

Aku memperhatikan Irma, dia sibuk memilih aksesoris apa yang sekiranya cocok. Dia juga sering menanyakan pendapatku ketika menemukan barang yang menarik baginya.

Setelah memilih aksesoris, aku dan Irma beranjak untuk pergi makan di kafe victoria yang terletak di lantai dasar Pondok Indah Mall.

"Aksesoris sebanyak itu, buat apa?" tanyaku di sela-sela kegiatan makan kami.

"Buat anak jalanan," jawab Irma setelah menelan makanannya.

Aku mengernyit. "Anak jalanan? Sering bagi-bagi aksesoris?" tanyaku.

Irma mengangguk. "Sebenarnya gak hanya aksesoris, sih. Ada coklat sama bunga nanti. Jadi, setelah ini kita ke Godiva chocolatier, itu coklat langganan keluargaku."

Aku tersenyum sambil mengangguk. Diam-diam aku mengeluh, semoga waktunya cukup. Jangan sampai aku dikunci, dan gak bisa masuk rumah.

***

Baru kali ini aku menginjakkan kaki di Godiva chocolatier. Aneka olahan coklat tersaji di depan mata dan sangat menggiurkan. Benar-benar surga coklat bagi pecinta coklat.

Mataku tak henti-hentinya menjelajahi aneka coklat di sini. Sampai aku melihat coklat yang tak asing, sepertinya aku pernah mendapat coklat seperti itu.

Coklat itu ... ya, aku gak salah lagi. Aku pernah dapat teror dengan coklat ini dan Andra pernah bawa coklat ini.

Irma bilang ini adakah coklat langganan keluarganya. Andra juga pernah bawa coklat ini. Apakah Andra ada hubungannya dengan Irma? Tapi, bukannya Irma sepupuan sama bang Langit. Terus hubungan Irma dengan Andra apa?

"Irma." aku menghampiri Irma. "Kayaknya gue harus pulang, bang Devan udah nelpon gue dari tadi," pamitku. Aku harap Irma percaya.

"Oh, gitu. Yaudah gak papa, lagian gue juga habis ini langsung ke toko bunga. Habis itu pulang, besok sebelum syuting baru gue bagi-bagi aksesoris, coklat, sama bunga," jelasnya.

***

Begitu aku keluar dari Godiva chocolatier, aku melihat mobil bang Devon, bang Devan, kak Angkasa, dan Rian. Aku tertegun, sepertinya mereka mengikutiku sejak awal.

Tapi aku tak peduli. Tujuanku sekarang adalah menemui Andra. Aku segera bergegas menemui Andra di tempat yang sudah disepakati.

Sekitar lima belas menit aku sudah sampai di cafe tempat aku dan Andra akan beetemu. Aku mengedarkan pandangan mancari Andra. Andra bilang dia sudah sampai di sini. Aku melihat Andra begitu dia mengangkat tangannya. Sebelum melangkah aku menengok ke belakang, ternyata mereka masih mengikutiku.

Aku segera menghampiri Andra, aku langsung menanyakan apa yang ingin aku tanyakan, lalu segera pulang.

"Ndra." Andra bangkit, menyuruhku untuk duduk, tapi aku menolaknya.

"Langsung aja Ndra. Lo ada hubungan apa sama Irma?" tanyaku.

Andra mengernyit. "Maksud lo? Kan, kita temen sekolah," jawabnya.

"Apa yang lo sembunyiin dari gue?" tanyaku lagi.

"Lo ngomong apa sih, Da? Gue gak nyembunyiin apa-apa dari lo,"

Aku mengangguk. "Oke." aku langsung pergi tanpa sepatah katapun.

Tepat setelah keluar, aku melihat bang Devan, bang Devon, kak Angkasa, dan Rian sedang mengintip. Mereka terlihat terkejut dengan kehadiranku. Tak tanggung-tanggung aku menginjak kaki mereka satu per satu.
















Tbc

En Dröm [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang