"Akhirnya bangun juga kamu."
Perlahan kepalaku menoleh ke samping. Aku mengerjap, apa aku tidak salah lihat? Ini kan Rian. Ah, apa aku harus memanggilnya dengan embel-embel kak, bang, mas, mengingat dia lebih tua dariku.
"Kok?" dari sekian banyak pertanyaan, hanya satu kata itulah yang berhasil meluncur dari mulutku.
Dia sama sekali tidak ada niat untuk menjawab kebingunganku. "Bentar. Bukannya setelah gue sampai di Jogja papa yang jemput gue?" tanyaku bingung.
"Haloo, lo punya mulut, kan Ri—"
"Rayhan. Gue Rayhan," tegasnya. Aku langsung merapatkan bibirku, kembali melihat pemandangan di luar.
Dia bilang, nama dia Rayhan. Lalu, siapa Rian? Kembarannya? Atau nama samaran? Apa Rayhan nama terkenalnya? Entahlah, mau nama dia Rian, Rayhan aku gak peduli.
"Papa kamu ada acara mendadak tadi jadi, beliau meminta saya untuk menggantikannya," jelasnya tanpa kuminta. Basi, aku tanya dari beberapa menit yang lalu, baru dijawab sekarang.
"Kita mau ke mana?" tanyaku setelah bosan karena sedaritadi tidak sampai ke tempat tujuan.
"Ke lokasi," jawabnya singkat.
"Masih jauh? Laper. Gak ada makanan?" Rayhan menunjuk ke belakang dengan dagunya.
Ternyata di belakang banyak camilan. Dengan cepat, aku melepas sabuk pengaman dan loncat ke belakang.
"Awass," ucap Rayhan yang tak kuhiraukan. Dia hanya geleng kepala melihat tingkahku.
Maklum, aku benar-benar lapar. "Kira-kira sampai jam berapa di lokasi?" tanyaku di sela-sela kunyahan.
"Sekitar 30 menit lagi kita sampai," jawabnya sesekali melirikku yang dengan rakusnya menghabiskan camilannya.
Merasa tak enak jika aku menghabiskan camilan sendirian, aku pun bertanya. "Emm ... camilannya habis karena gue makan, gak papa, kan," tanyaku benar-benar tidak enak hati.
"Gak papa." aku pun dengan tenang menghabiskan camilan itu.
Rayhan bilang sekitar 30 menit sampai. Iya, yang dia maksud 30 menit dikali dua jadi satu jam.
"Katanya 30 menit bakal sampai. Dasar cowok PHP terus," gerutuku bagitu aku keluar dari mobil.
Aku langsung berlari ke hamparan pasir yang luas. Ya, lokasi syuting ada di Pantai Parangtritis, terletak di ujung selatan Yogyakarta. Kita syuting di sini selama kurang lebih 5 hari ke depan. Sayangnya hari sudah semakin terik jadi, panasnya begitu menyengat di kulit.
Saat aku berniat mencari yempat teduh, aku di tarik Rayhan dengan kuat. Mau gak mau, aku mengikutinya. Ternyata semua pemain dan crew sudah berkumpul. Aku mengambil tempat duduk yang sudah di sediakan
Sebelumnya aku sama-sekali tidak tahu siapa pemainnya, tetapi aku tak menyangka jika Indri juga ada di sini. Dia sudah menatapku dengan senyuman yang selalu membuat aku emosi.Tak hanya Indri, aku juga melihat Irma dan Kasa steril. Oh, ayolah kenapa dunia sangat sempit? Dan kenapa dari awal aku gak nebeng bareng dia kalau tau kita bakal satu judul sinetron?
"Baiklah, langsung saja, ya. Waktu kita tidak banyak. Jadi, saya selaku sutradara sangat berharap sinetron kita ini bisa menghibur penonton nantinnya. Dan juga kerja sama antar pemain di sini juga sangat perlu dilakukan. Untuk itu sebelum syuting dimulai, selagi para crew briefing, kalian reading dulu, ya. Biar lebih kenal dengan karakter kalian, dan lebih akrab dengan yang lain juga. Sekarang ambil bagian naskah kalian, sudah ada di depan kalian." semua mengambil naskah yang sudah dipersiapkan.
Aku mulai mencari tahu apa peranku. Yes, aku dapat peran antagonis. Tapi tunggu, kenapa Indri harus satu geng denganku? Apa aku bisa?
Aku menatap Indri, ternyata Indri juga sedang menatapku. Tak lama karena Indri kembali membaca naskahnya.
Aku juga mulai membaca naskahnya, kurasa tidak akan sulit. Mataku membola begitu tau siapa lawan pemainku, yaitu Ka Angkasa. Kenapa harus dia? Dari sekian banyak pemain, KENAPA HARUS DIA?
Sedangkan pemeran utama dimainkan oleh Rayhan dan Irma, aku setuju. Mereka sangat serasi.
"Jadi, apa ada kesulitan?" yanya Pak Heru, sang sutradara.
"Ria." aku memandang Pak Heru. "Apa ada yang kesulitan?" tanya beliau.
Apa kalau aku bilang keberatan dengan Ka Angkasa sebagai lawan mainku, bisa diganti dengan yang lain? "Emm, Pak bisa diganti lawan main gak?" tanyaku dan semua orang langsung memandangku penuh tanya. Bukannya aku tidak profesional tapi, selain Kasa steril kan bisa.
"Memangnya kenapa? Angkasa orangnya asik kok." aku melirik Ka Angkasa, dia tersenyum mengejek.
"Tapi Pak, bosan. Gak di sini, gak di rumah. Ketemu dia mulu," keluhku.
"Bagus dong." mataku langsung membola. "Kan, kalian sudah saling kenal, maka akan sangat mudah untuk kalian membangun chemistry." gak gitu juga Pak ingin sekali aku berteriak seperti itu.
"Udahlah, Da. Terima aja. Jodoh gak akan ke mana kok," ucapnya. Aku langsung berlagak ingin muntah. Jodoh mbahmu.
Kami mulai merapat untuk mendalami peran dari setiap pemain. Tak jarang kita juga berbalas dialog. Dan beberapa kali juga aku ditegur sutradara, karena intonasi yang aku gunakan tidak sesuai.
Dan yah, ku akui Ka Angkasa cukup profesional. Indri pun demikian, dia seakan-akan menganggapku sahabatnya. Aku pun juga harus seperti itu.
Setelah di rasa reading cukup. Akhirnya tibalah Rehearsal. Rehearsal ini dalam teater disebut gladi bersih. Jadi, akan melibatkan para pemain dan crew, seolah-olah kita sedang melakukan syuting. Dan rehearsal ini cukup memakan waktu.
Hari semakin gelap. Udara pun semakin dingin. Kini tibalah saatnya kita beristirahat sebelum syuting dimulai, besok. Ah, aku sudah tidak sabar.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
En Dröm [COMPLETE]
Teenfikceen dröm dalam bahasa Swedia artinya sebuah mimpi. "Masih yakin bisa jadi artis lo?" "Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Asalkan kita mau aja berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan," -Tria Fanida-