9 | Degup Menyatu

44 15 0
                                    

Bagai bumerang yang bisa melesat kapan saja, langkah besar yang jarang ia lakukan kini semakin mantap tuk maju ke depan. Kepalan tangan yang ia tahan beberapa detik sebelumnya, semakin erat dan sangat erat. Emosi bertubi-tubi tak bisa ia pendam. Gadis yang dikuncir kuda itu pun akhirnya melangkah tegak dengan penuh keberanian.

"Angga!"

Kini dua pasang manusia di hadapannya melepaskan dekap hanya dalam satu kali gertakan. Angga mematung, sedangkan Syifa berjalan mundur dengan cepat.

"Kalian ngapain?"

Garis kerut penuh kekhawatiran tampak jelas di setiap inci wajah Angga. Namun yang menjadi daya tarik Zeze padanya adalah mata sembab serta pipi basahnya.

Zeze pun diam mematung dan tak bisa berkutik. Ia hanya termangu sambil menatap dalam bola mata Angga.

Syifa yang paling panik saat itu langsung menghampiri Zeze dan memegang pundak Zeze kuat-kuat.

"Bukan seperti yang lo bayangin, gue cuma-"

Zeze tak menatap mata Syifa, ia hanya dengan cepat menimpali ucapan Syifa. Wajah kerasnya barusan, kini menjadi lebih bersahabat dalam sekejap.

Gadis itu berbicara dengan sedikit berbisik, "Kalian ngapain, sih, ngelakuin gini di sekolah? Kalau ketangkap CCTV gimana coba?! Mau masuk BK? Jangan ceroboh, deh! Untung gue doang yang liat."

Wajah emosi Zeze barusan berubah total menjadi penuh kepanikan. Kerutan wajahnya kini seimbang dengan milik Angga dan Syifa saat itu.

"Ih, bukan gitu, Ze.. Gue cuma-"

"Angga lo nggak apa-apa 'kan?"

Zeze lagi-lagi memotong ucapan Syifa. Ia menatap dalam kedua bola mata Angga.

Angga mengalihkan pandangannya. Pria yang berdiri satu meter di depan Zeze itu pun memilih pergi lebih cepat dari hadapan kedua gadis itu yang masih termangu di depan bilik toilet wanita.

"Lo jangan bilang siapa-siapa, ya! Lo tahu 'kan gue sama Angga cuma sahabatan doang?"

Zeze tidak menggubris. Pandangnya masih terpaku pada jejak kepergian Angga dari tempat itu.

"Angga kenapa, Syif?"

***

"Emangnya gue bukan sahabat Angga juga apa?!"

Sambil menggerutu, Zeze menembus kerumunan anak-anak di tengah-tengah koridor kelas menuju gerbang sekolah. Tampak di ujung koridor, muncul Angga dan Syifa yang berjalan bersama. Keduanya tampak terburu-buru. Syifa menggenggam tangan Angga dan mereka berlari bersama melewati keramaian.

Zeze menganga kesal. Digenggamnya erat-erat tali ransel yang menempel di pundak. Dengan langkah lebih tegap dan cepat, ia berusaha menyusul ke keduanya.

Setelah tiba di lahan parkiran, Zeze menghentikan langkah mereka.

"Ngga, gue mau ngomong sama lo."

"Maaf, Ze. Gue nggak bisa."

Angga menaiki motornya, mengambil kendali kemudi, lalu Syifa naik dan duduk di belakang pria itu. Kedua rodanya melesat meninggalkan jejak di hadapan Zeze. Seperti bertepuk sebelah tangan. Untuk pertama kalinya, kehadiran Zeze ditolak mentah-mentah oleh pria itu.

***

Berulang kali Zeze menghubungi pria itu. Langit malam yang penuh bintang seakan tak mewakili perasaannya. Penuh risau dan bagai diterjang ombak yang tidak tahu kapan akan menjadi tenang gelombangnya.

Pikirannya penuh akan gerutuan dan berbagai macam asumsi negatif akan sikap Angga sore tadi. Ditambah, ia harus menghadapi kecemburuan berkat kemunculan Syifa dalam hubungan tidak jelasnya dengan Angga. Apakah sahabat perlu bersentuhan fisik seperti pagi tadi? Dan juga sore ini?! Tidak masuk akal jika bukan siapa-siapa!

I Don't Wanna Fall in Love AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang