21 | Menunggak Rasa

43 14 0
                                    

Hari ujian mereka sudah dijalani 3 hari lamanya. Berbagai soal harus dihadapi dengan segala persiapan yang mereka lakukan selama 3 tahun terakhir ini. Hari ini adalah hari terakhir bagi mereka menaruhkan segala pengetahuan di atas layar komputer sambil mencoret-coret lembaran kertas kosong dengan pena.

Ujian Nasional di tahun 2018 pun selesai.

Cuaca di siang ini begitu menyejukkan dengan angin sepoi-sepoi. Helaian rambut Zeze melambai tak karuan seperti suasana hatinya. Gadis itu kini tengah mematung di depan rumah sepi yang sudah lama tak ia kunjungi.

ANGGA

Ze, lo nggak ikut karaoke?

Pesan dari Rian di grup geng mereka, masuk lewat WhatsApp.

Zeze menjawab.

ZEZE

Sorry, lain kali, ya.. Gue ada urusan penting.

TISSA

Jadi pamitan sama Angga?

ZEZE

Iyaa. Doain ya wankawan! Gue deg-deg-an banget!

ELAN

Jangan jadi orang bego ya lo nanti! Awas aja pulang-pulang gue lihat umbel lo!

RIAN

Gue juga udah males ya, Ze, harus tenangin lo lagi.

TISSA

Ini terakhir, ya, Ze....

ELAN

Kalau buruk-buruknya dia masih kayak orang bajingan, lo harus move on! Cari pacar yang banyak! Jangan sampai lo jadi orang nggak tahu malu lagi di depan Angga sialan itu!

ZEZE

WOY! Jangan maki-maki Angga!

ZEZE

Udahhh.. Kalian tenang saja. Serahin semuanya ke gue!

RIAN

Oke, deh! Kita semua percaya sama apa yang lo lakuin. Yang penting lo bisa atasin masalah itu. Gue tahu, lo udah dewasa.

Di perasaan kesal akibat kecerewetan teman-temannya, sesungguhnya ada rasa syukur memiliki sahabat seperti mereka. Setidaknya, misalkan pria itu lagi-lagi memilih pergi tanpa kata, Zeze bisa kembali pada Rian, Tissa, dan Elan. Tapi mungkinkah hal itu bisa diatasi dengan ikhlas? Masih mengambang di benak Zeze soal kebenarannya nanti.

"Dasar kutu kupret sialan! Gue bukan anak kecil lagi, ya!" Zeze tarik garis bibir ke atas dengan hati setengah tersirap. Ia tersenyum di tengah kegugupannya.

Ia pun kembali menguatkan mental dengan terus mengangguk pelan kepalanya berulang kali sambil meyakinkan diri.

"Lo bisa! Lo pasti bisa!"

Ya. Siang ini, semua persiapan untuk memberi sebuah buku dengan kutipan akan ia lakukan hari ini. Zeze telat menyadari bahwa timing itu pasti ada dan hanya manusia yang bisa mengendalikannya sesuka hati.

Tak peduli secepat apakah langkah ini. Yang terpenting adalah persiapan sudah terangkum sebaik mungkin. Cukup keberanian yang perlu didorong demi terobos zona yang mungkin akan menyesakkan.

Zeze keluarkan buku bersampul kulit cokelat dan didekap erat-erat. Ia terus memeluk hingga mendorong segala ketakutan untuk menekan bel yang sengaja terpasang di depan gerbang rumah Angga.

I Don't Wanna Fall in Love AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang