SMA Akatsuki, Tahun 1986....
"Kita di mana, Hoshikawa-san?"
"Tahun 1986, awal kejadian itu berasal."Pemuda bersurai hitam dan bermanik merah melihat suasana SMA Akatsuki yang berbeda dari zaman Lenka sekarang (2011), lalu menatap gadis bersurai coklat tersebut "Zamanku dan ayahmu."
"Begitu ya. Tenang sekali zamanmu, Hoshikawa-san."
"Kau belum tahu rasanya hidup dalam ketenangan ini, Lenka."Drap drap drap....
"Maaf, aku terlambat, Riki."
"Huft.... kau selalu terlambat, Hazuki. Ingat, upacara penerimaan siswa hampir dimulai."
"Maaf, maaf."Manik biru safir milik Lenka menatap seorang pemuda bersurai coklat tengah menghampiri pemuda bersurai hitam dan bermanik biru safir yang dibalut oleh kacamata, persis dalam album foto kelas yang dia temukan bersama Mamoru, Saori, Rinto dan Misaki di perpustakaan baru.
"Pemuda yang memakai kacamata itu.... kau sendiri?" Lenka menunjuk ke arah pemuda tersebut.
"Ya, itu aku."Wush!!!
Surai mereka yang berbeda warna tersebut berkibar karena ditiup angin musim semi karena masa-masa awal masuk SMA. Riki mengingat dengan jelas semua ini.
"Ketenangan ini tidak akan bertahan lama."
"Apa maksudmu, Hoshikawa-san?" Lenka menatap Riki dengan tatapan tak mengerti.
"Nanti juga kau akan tahu."Lenka hanya mengerucutkan bibirnya karena Riki tidak memberitahunya, namun apa boleh buat. Dia sendiri yang minta, jadi mau tidak mau dia harus mengikuti alur masa lalu Riki dan ayahnya, Hazuki.
"Upacara sudah dimulai, ayo Riki."
"Ah ya, ayo."Kedua pemuda tersebut berlari menuju ruang olahraga di mana upacara tersebut dimulai. Karena pada masa itu, aula tidak punya. Lenka hanya menatap kepergian kedua pemuda tersebut.
"Ayo kita ke sana, Hoshikawa-san!!!"
"Kau yakin mau mengikuti mereka, Lenka?"
"Iya. Aku merasa ada yang janggal di sana." Lenka menatap Riki dengan tatapan serius.
"Baiklah, Lenka. Kita akan ke---"
"Aaaaa!!!!"Ucapan Riki terpotong dengan suara teriakan seseorang di ruang olahraga. Mereka berdua langsung melesat ke arah sumber suara tersebut dengan cepat.
"Bagaimana dia bersimbah darah apalagi di sini sangat ketat?"
"Ada peluru di sini. Korban ditembak tanpa kita sadari." Pemuda tersebut menunjukkan peluru yang masih baru di tangannya. Jumlahnya 2 butir.
"Kau yakin, Riki? Ada yang menembaknya? Tempat ini tertutup, Riki."
"Justru itu, Hazuki. Kita tidak sadar ada yang menembak gadis itu."
"Baiklah, Riki. Kita cari tahu siapa pelakunya."Kedua pemuda tersebut keluar dari ruang olahraga dan berlawanan dengan Riki dan Lenka. Manik biru safir milik Lenka menatap horor kejadian yang menimpa seorang gadis muda.
"I-ini.... "
"Awalnya cuma luka tembakan biasa, tapi baik aku dan Hazuki maupun pihak kepolisian tidak tahu pelakunya siapa."
"Ternyata sudah ada dari zamanmu, Hoshikawa-san."
"Mau lanjut? Mungkin lebih mengerikan dari yang kau lihat saat ini, Lenka."
"Ya, aku mau lanjut."Riki hanya menghela nafas sejenak dan manik merahnya menatap manik biru safir milik Lenka "Baiklah, Lenka. Kita lanjutkan alur masa lalu ini."
"Hoshikawa-san.... "
"Ya, Lenka?"
"Apa dulu kau punya pacar?"Tubuh Riki membeku seketika. Pertanyaan yang Lenka ajukan sungguh menyayat hatinya sampai sekarang "Punya, tapi dia sudah meninggal awal musim gugur di kelas 1."
"Maaf, Hoshikawa-san."Riki menepuk kepala Lenka dan hanya tersenyum "Tidak masalah, Lenka. Kau akan mengetahuinya nanti."
"Hmmm ya."****
KAMU SEDANG MEMBACA
The School of Darkness (END)
HorrorRiki Hoshikawa, seorang siswa yang tewas karena racun 24 tahun yang lalu telah menjadi rumor menakutkan bagi sekolahnya, SMA Akatsuki selama bertahun-tahun dan kini dirinya menjadi bayangan kegelapan dan meninggalkan misteri bagi Lenka Sakumora, mur...