"Kak aku tau kalau kamu itu bodoh, tapi gak sebodoh ini!" Heejin terus mengomel sambil berjalan di sebelah wanita yang lebih tinggi disebelahnya, "Atau kamu udah gila ya? Kamu pikir kamu keren waktu ngomong kayak gitu di depan semua orang? Kamu keliatan lebih bodoh kak!"
"Jin iya aku-"
"Kak, dia itu manusia loh! Bukan kucing atau kelinci yang tinggal kamu kasih makan dan bersihin setiap saat. Anak itu manusia yang perlu kamu urusin, manusia kayak kamu!"
"Yang bilang dia kodok siapa Heejin.."
"Kamu ngurus diri sendiri aja masih belum becus kak, mau dengan seenak kepalamu ngambil anak kecil buat kamu urusin-"
"Adek sudah, jangan ganggu kakak kamu.."
Jinsol bernafas lega saat dia mendengar suara ibunya yang menghentikan omelan wanita pendek yang lebih muda darinya itu.
Heejin menghela nafas kasar sebelum dia berbalik badan dan pergi masuk kedalam rumah, "Belain aja tuh anak bodoh ma! Nanti juga ujung-ujungnya nyusahin mama!"
Jinsol menatap punggung adiknya sampai dia menghilang dibalik pintu. Dasar ngambekan.
"Sayang, ini semua dokumen-dokumen penting anak itu. Akta kelahiran, buku kesehatan dan juga beberapa lembar bajunya sudah ada didalam.." Ujar Mrs. Jung sambil menyerahkan tas punggung kecil berwarna ungu kepada Jinsol yang diterima wanita itu dengan senyum.
"Makasih ya ma,"
"Iya sayang," keduanya sempat diam sambil memperhatikan anak kecil yang sedang bermain dengan bunga yang ditanam kakek di halaman depan, "Jinsol kamu yakin kan tentang ini? Ini semua bukan tanggung jawab kamu, sayang.."
"Iya Jinsol tau kok ma, tapi bagaimana perasaan kakek jika mengetahui kalau tidak ada satupun dari kita yang mau mengurus anaknya? Anak itu adalah keluarga ma, jadi harus kita perlakukan seperti yang lain. Dan juga anggap saja ini sebagai bentuk balas Budi Jinsol ke kakek karena sudah merawat wanita cantik dan baik hati yang bisa aku panggil mama sekarang.."
Mrs. Jung tertawa kecil mendengar ucapan si sulung, memang dari dulu anak sulungnya ini paling pandai soal merangkai kata.
"Dasar kamu, ya sudah kalau begitu sayang. Kamu yakin tidak mau menginap satu malam lagi? Sudah lama kita tidak mengobrol loh kak.."
"Maaf ya ma, Jinsol masih banyak kerjaan yang harus aku persiapkan sebelum masuk kantor," ucapnya lembut, hati wanita itu sedikit mencelos ketika melihat gusaran muram di wajah wanita kesayangannya, "tapi Jinsol janji bakalan sering-sering telpon mama, terus kalau ada waktu luang juga aku akan pulang kerumah.."
"Iya sayang, kamu berangkat sekarang kalau tidak mau sampai ke Seoul kemalaman. Hati-hati ya kak.."
"Iya ma, Jinsol jalan dulu. Titip cium buat Heejin ya, pasti ngambek tuh sama aku.." Ujarnya sambil mencium kedua pipi ibunya sebelum dia melangkah turun dari teras menuju tempat dimana anak itu berdiri.
"Hey, sudah siap?"
Semua berlalu dengan cepat. Jinsol berjalan dengan anak itu ke mobilnya, memastikan seatbelt yang digunakannya sudah terpasang dengan baik, mengendarai mobilnya sedikit lebih berhati-hati agar tidak membangunkan tidur gadis kecil disampingnya, menggendongnya masuk kedalam rumah setelah dia menghentikan deru mesin mobilnya di halaman rumahnya dan membaringkan gadis kacil itu di kasur miliknya.
Sekarang tepat pukul 11.45 malam ketika wanita tinggi bermarga Jung itu duduk sendiri di sofa ruang keluarga di rumahnya dengan buku kecil berisikan data kesehatan anak yang baru saja dia bawa pulang.
"Choi Yerim ya, mohon kerjasamanya.."
...
Jung Jinsol adalah seorang penyendiri yang mempesona. Walaupun banyak orang yang dengan sukarela mendekatkan diri mereka kepadanya, tidak ada yang benar-benar bisa tau segala hal tentang wanita berambut pirang ini, mungkin ini juga yang menjadi alasan mengapa dia masih single di usia 27 tahun.
Jinsol terbangun karena sinar matahari yang mulai mengarah tepat ke wajahnya. Dia mengerang pelan sambil mengusap punggungnya yang sakit akibat tidur di lantai yang hanya beralaskan selimut tipisnya.
Wanita itu berjalan setengah sadar keluar dari kamarnya dan langsung disambut dengan wangi masakan yang berasal dari dapur.
"Huh? Kenapa udah wangi begini? Aku kan belum masak.." monolognya dalam hati sambil berjalan kearah sumber aroma.
Hatinya hampir melompat keluar saat dia melihat seorang anak kecil yang berdiri diatas kursi kecil untuk menggapai tinggi counter dapur sedang mengepal nasi di tangannya yang dibentuk segitiga.
"Selamat pagi! Hanya ada nori dan minyak wijen di dapurmu jadi aku hanya bisa membuat onigiri.." Ujar anak itu dengan semangat sambil memperlihatkan onigiri di tangannya. Jinsol tersenyum kaku sambil mengangkat jempolnya.
"I-iya.. Hati-hati jangan sampai jatuh," Jawabnya pada anak itu, "aku harus ke kamar mandi.."
Jinsol berjalan cepat memasuki kamar mandinya dan langsung mengarah ke wastafel untuk mencuci muka.
Jung Jinsol bangun! Kamu masih bermimpi sehingga melihat hal yang tidak-tidak.
Dia sedikit memukul pipinya sebelum mengintip lagi keluar kearah dapur. Tentu saja anak itu masih ada disana.
Jadi semua ini bukanlah mimpi. Sekarang dia tidak lagi sendiri di rumah sekaligus tempat persembunyiannya ini.
"Bodoh! Jung Jinsol kau sangat lah bodoh! Ini kenapa Heejin yang paling di favoritkan!" Gerutunya dalam hati selagi tubuhnya merosot turun ke lantai. Jung Jinsol sekarang sedang memikirkan lagi keputusan bodohnya yang dia lakukan kemarin.
Dan sekarang sudah terlambat, wanita itu memiliki satu lagi tanggung jawab extra yang harus di pikirkan nya. Dasar sial.
...
Memang sial, tapi nanti sayang kok Jinsol nya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunny Drop
FanfictionKisah tentang perubahan hidup seorang wanita single, malaikat kecilnya dan calon keluarga barunya.. --- Ini cerita tentang Jinsol yang tiba-tiba harus mengurus seorang malaikat kecil dan sampai akhirnya dia menemukan makna dari cinta yang sesungguhn...