2• 🌔

86 19 7
                                    

Membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk sampai di stasiun Riensville. Saat tiba di stasiun, hari sudah mulai gelap. Hanya berbekal secarik kertas yang berisikan alamat bibiku, aku tidak tahu apakah aku akan cepat menemukan rumahnya.

Berjalan menjauh dari stasiun, aku menemukan ladang rumput yang membentang luas di hadapanku dan kulihat kota itu ada di seberangnya. Perjalananku akan semakin panjang mengingat tidak ada kereta kuda yang berlalu lalang di sekitar sini. Jujur, aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran bibiku sehingga menjadikan tempat sejauh dan terpencil ini sebagai tempat tinggalnya. Maksudku, di luar sana ada tempat yang lebih terjangkau, aku bahkan tidak yakin apakah kota ini sudah terjamah cafe-cafe yang sering ku kunjungi di Earville.

Sampai di depan gerbang bertuliskan "Riensville", aku menengok ke dalam. Astaga, aku tidak tahu kalau kota sekecil ini memiliki banyak sekali gang, aku sangat yakin aku akan tersesat setelah ini.

Perlahan memasuki kota, aku menemukan beberapa orang sedang berada di bukit menyalakan api unggun. Sepertinya mereka mengadakan pesta barbeque atau membakar jagung. Ah, aku jadi berharap bisa menemukan seseorang yang bisa kutanyai mengenai alamat bibiku.

Di hadapanku ada sebuah taman yang ditumbuhi berbagai bunga, warnanya sangat cantik, seperti lukisan yang biasa kulihat di museum seni. Baik di depan, arah kiri, atau kanan, aku menemukan gang besar, yang aku sendiri tidak tahu di antaranya yang mana yang bisa membawaku menemukan rumah bibiku. Perlahan aku mendekati gang yang ada di kiriku, aku berjinjit untuk melihat sejauh apa jalan yang harus kulalui jika pada akhirnya aku tidak menemukan rumah bibi di sana.

Namun, baru berbalik, aku melihat seorang lelaki loncat dari pohon yang ada di taman itu hingga membuatku sedikit terkesiap. Kukira dia hantu, tapi tidak, hantu tidak ada yang berwajah manis sepertinya. Ayolah Eli, kau sudah melihat ratusan pria berlalu lalang di Earville dengan paras yang sama rupawannya.

Dia tersenyum kepadaku dan berjalan mendekat dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia tersenyum kepadaku dan berjalan mendekat dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku. "Hai," sapanya.

"H--hai?" Entah kenapa aku jadi gugup melihatnya tersenyum seperti itu.

"Kau baru disini?"

"I-iya," Dia tertawa kecil melihat tingkahku yang terkesan malu-malu.

"Sepertinya kau tersesat."

"Benar, aku sedang mencari rumah bibiku tapi--" melihat banyak sekali gang yang ada membuatku bingung.

"Mungkin kau bisa membaca alamat ini, bibiku hanya menuliskan huruf-huruf yang tidak kumengerti," kataku sembari menggaruk leherku.

Dia tampak berpikir, keningnya berkerut, "hm ... Begini saja, siapa nama bibimu? Penduduk kota ini tidak terlalu banyak, aku cukup hafal siapa saja yang tinggal di sini."

"Mm Rebecca? Aku lupa nama belakangnya," aku tersenyum kikuk.

"Rebecca Moris? Rebecca Smith? Rebecca Louis? Sebetulnya nama Rebecca sangat banyak di sini." Lelaki itu mulai menebak-nebak, tapi nama-nama yang ia sebutkan semua terasa asing di telingaku.

One Long Line (Removed To Return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang