4• 🌔

68 21 17
                                    

Ada banyak hal yang membuatku tertegun, bahwa orang-orang di sini sudah memulai aktivitasnya sejak jam tiga pagi. Yang biasanya orang tidak melintas di depan rumah Rebecca, aku cukup terkejut menemukan beberapa pedagang berjualan tepat di depan rumahnya pada pagi hari. Mungkin, baru kali ini aku membiarkan diriku terbangun pagi-pagi buta untuk dapat melihat aktivitas penduduk di sini.

Rebecca sudah siap dengan pakaian kedainya, sedangkan aku membantunya memanggang adonan roti. Aku biasa terbangun pukul enam pagi, mungkin karena itu aku tidak pernah melihat orang-orang di luar sana.

"Sepertinya menyenangkan bisa bangun pagi-pagi," Rebecca tersenyum mendengar perkataanku.

"Oh tentu saja, El. Kau hanya bisa melihat keramaian di pagi hari, ketika suhu masih 20-30°C. Setelah melampauinya, orang-orang memilih untuk berdiam di rumah, bercocok tanam, berjaga di kedai, memasak, dan membangun perabotan. Kau hanya bisa melihat kehidupan kota pada jam-jam tertentu saja, dan itu cukup menyenangkan."

"Pantas saja, ketika sore tidak ada yang berkeliaran di sekitar pusat kota, mungkin ada, tapi hanya beberapa."

Rebecca melepas apronnya dan menyampirkannya ke tiang. Dia membantuku mengeluarkan kue yang sudah terpanggang dari oven.

"Ya, orang-orang hanya bersikap waspada. Sebagian yang bekerja sebagai pemburu, bertemu hewan buas adalah hal yang menguntungkan, karena nilai jualnya bisa sangat tinggi. Tapi untuk orang biasa seperti kita, apalagi kita tidak dipersenjatai apapun, ah ... aku bahkan tidak berani membayangkan kemungkinan terburuknya. Mereka sering muncul sore hingga malam hari, itu sebabnya komplek perumahan menjadi sepi."

Aku mengangguk. Namun, Rebecca segera menambahkan, "tolong beritahu aku kalau kau akan pulang terlambat. Aku sangat khawatir kalau saja terjadi sesuatu denganmu kemarin, Eli. Beruntung kau bersama Leo."

"Maafkan aku, Bibi. Aku sendiri tidak tahu kalau akan ketiduran di rumah Eric."

Setelah teringat sesuatu, aku menoleh ke arah Rebecca. "Bibi, kau tahu dimana tempat tinggal Leo?"

Rebecca tampak berpikir, "tidak. Dia tidak pernah memberitahuku. Kalau kau ingin tahu, sebaiknya kau bertanya saja. Dia cukup tertutup kepada orang lain meski kau sudah mengenalnya cukup lama."

"Apa Leo biasanya bersikap menyebalkan?" Entah kenapa pertanyaan ini keluar begitu saja dari bibirku. Uh ... Mengingat sikapnya yang menjengkelkan mampu membuatku ingin menamparnya.

Rebecca tertawa, "ah tidak. Dia anak yang sangat baik. Dia selalu membantuku terlepas kau membutuhkan bantuannya atau tidak."

Tiba-tiba kudengar ketukan di pintu, aku mengamati pintu itu sampai Rebecca membukanya. Di sanalah Leo, ia tak melihatku dan justru melihat Rebecca sambil tersenyum.

What? Dia bahkan tidak pernah tersenyum padaku. Aku berbalik untuk kembali memasukkan adonan kue yang tersisa ke dalam oven.

"Aku membawakan sayuran untukmu, Becca. Masih segar, aku memetiknya dari kebunku."

"Aku tidak tahu kau berkebun, Leo. Tapi terimakasih, aku memang membutuhkan sayuran-sayuran ini untuk sarapan nanti malam."

"Eli, temani Leo. Aku ke kamar sebentar."

"Aku masih sibuk memanggang roti, Bibi," jawabku tanpa menoleh.

"Letakkan saja, kita masih ada banyak waktu untuk memanggang."

Kalau sudah begini, aku mau beralasan apa. Astaga, aku benar-benar malas melihat wajahnya.

Benar kan, saat Rebecca tidak ada, raut wajahnya berubah seketika. Tidak ada lagi senyuman, hanya ekspresi dingin seperti yang biasa kulihat. Sepertinya stasiun televisi harus meliriknya dan menjadikannya aktor pria terbaik yang pandai berpura-pura.

One Long Line (Removed To Return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang